~Narendra~
Papah
|kalau latihannya udah beres langsung pulang papah ada operasi sampe pagi.|Rendra menghela nafas, sudah memaklumi jika Papah nya emang orang sibuk bahkan untuk pulang di sore hari saja jarang.
"Latihan, Ndra?" tanya Kara menepuk bahu Rendra yang membelakanginya. Rendra menoleh dan mengangguk kan kepalanya, turnamen hanya tinggal dua minggu lagi dan tim sudah harus matang dari sekarang.
"Beneran lo?"
"Iya.."
"Gua ke toilet dulu," pamit Rendra. Kara mengangguk dan membiarkan Rendra untuk ke toilet.
Dengan langkah ciri khas seorang Narendra Pradipta, Rendra berjalan dengan ke arah toilet sekolah yang terdekat. Setelah sampe di toilet tak lupa Rendra menutup kembali toilet itu dan menguncinya.
Rendra menghela nafas melihat pantulan wajahnya di cermin, rambut nya terlihat sudah panjang dan harus segera di potong.
Ting
Narenza Sadipta
|Abang, Ade pulang duluan aja.|Narendra Pradipta
|Ok.|Xavellya Queen
|Adip ada latihan?|
|Lyla gak nonton gak papa ya? Lyla ada les.|
|Semangat latihannya, jangan cape-cape jangan pulang larut malam.|Alastar Chandrawana
|Dimana? Udah di suruh kumpul Pak Ilham.|Dengan cepat Rendra menyimpan hp nya pada saku celananya, setelah itu membasuh wajahnya Rendra harus cepat-cepat sampe lapangan.
Rendra membawa langkahnya untuk berlari agar cepat sampe di tempat latihan, Pak Ilham sosok coach yang sangat di siplin tentang waktu apalagi di waktu latihan seperti ini.
"Maaf, Pak. Saya terlambat," kata Rendra sedikit menunduk. Anak-anak yang sudah membuat lingkaran karena pemanasan anak di mulai reflek menoleh ke arah Rendra.
Pak Ilham menatap Rendra dari bawah sampe atas, Pak Ilham sudah tau dari Kara bahwa Rendra ke toilet sebentar.
"Sering terlambat tuh, Pak. Bukan sesekali aja," cibir Arvin menatap Rendra dengan sinis.
"Nyaut aja lo anoa," celetuk Kara yang berdiri di samping Arvin. Arvin berdecih ke samping.
"Langsung ke barisan, Ndra," kata Pak Ilham dan Rendra mengangguk.
"Loh gak di hukum, Pak? Bukannya Bapak selalu menghukum anak yang telat latihan," ujar Arvin angkat bicara.
Pak Ilham menghela nafas dan melirik jam tangannya. "Sudah sore sebaiknya kita langsung pemanasan saja," potong Pak Ilham.
"Loh Pak terus Rendra? Wah Bapak mulai gak adil nih," kata Arvin masih tidak terima.
"Arvin.." tegur Pak Ilham.
"Iya, Pak. Kita telat Bapak hukum masa Rendra enggak?" Salah satu dari mereka menyaut, dia Keenan.
"Hukum saya dulu, Pak." Pak Ilham menganggukan kepalanya.
"Baiklaklah, hukuman yang telat biasa."
"Iya, Pak."
"Nah gitu dong, jangan hanya karena penyakitan jadi dibedain," cibir Arvin lirih namun terdengar oleh Kara.
"Weh maksud lo apa?!" Kara menatap Arvin dengan tajam, Kara tidak suka ada yang menghina sahabatnya.
"Apa kata gua bener ya! Apa lo gak terima? Temen lo aja diem tuh."