17

1.2K 80 13
                                    

▪︎▪︎▪︎
X

avellya Queena
|Adip, tadi Lyla lihat Adip keluar. Adip mau ke mana?|

Narendra Pradipta
|Jadi ke Garut, nyusul Renza.|

Xavellya Queena
|Adip emang udah sembuh? Yakin?|

Rendra tersenyum tipis membaca pesan dari Velly, dia lupa meminta izin kepada Velly. "Senyum-senyum aja, Bang," cibir Kara yang tidak sengaja melihat Rendra tersenyum samar.

"Ada cewek kali dia," celetuk Astar sembari mengemudi.

"Emang ada cewek yang mau sama dia? Kang kulkas gitu," cibir Kara. Rendra memutar malaskan bola matanya, apa karena dia dingin dia tidak laku?

"Cewek suka sama cowok cool, Kar. Yang suka sama modelan elo kayaknya gak ada," ujar Astar malah menyibir Kara. "Woilah lambemu, yang diputusin karena cewek nya memilih cowok seiman lebih baik diem aja deh," gerutu Kara berkata dengan bangganya karena apa yang di katakan itu benar.

"Anji-

"Lah kok ngamok?" tanya Kara menahan tawanya.

"Jadi kenapa Abang Rendra? Lo lagi kasmaran ya? Senyum-senyum nontonin hp," tanya Kara masih dengan rasa penasarannya karena Rendra itu sulit tersenyum.

"Kepo," balasnya.

"Wihh kepo ceunah Tar, turunin aja nih bocah di sini dah," gerutu Kara merasa kesal padahal Kara kan hanya ingin tau.

"Bacot."

"Dia lagi nonton b-

"Bacot," sambar Rendra sebelum mulut kotor Astar itu berucap. Astar terkekeh mendengar umpatan Rendra kepadanya. Mau Kara mau Astar sama saja mendapatkan umpatan dari Rendra. Mereka marah? Tentu saja tidak.

"Si Renza naik jam berapa?" tanya Astar.

▪︎▪︎▪︎

"Ih Byan bantuin gua sih," gerutu Renza yang sibuk memegangi tenda yang sedang dia buat. Sedangkan Byan sibuk membantu adik kelas mereka dalam memasang tenda. "Sendiri aja sih gua sibuk," balas Byan tanpa menoleh.

"Dih lo kira bikin tenda bisa sendiri apa? Susah lah anjir, tangan gua dua kaki gua dua. Lo mending banyakan yang megangin tenda nya, lah gua?" Renza masih saja bergerutu, ingin banyak memgumpat tapi ini di alam.

"Emang gak berperikemanusiaan," sambungnya cemberut.

"Andai ada Abang pasti Abang bantuin gua, gak kaya di Byan." Renza kesal, sungguh. Lebih baik diam sambil memegang tali agar tenda yang dia dirikan yang baru sepereempat tadi itu tidak rubuh kembali.

"Aaaahhhh Byan anjir ini gimana?" rengeknya.

"Sini gua bantu," kata seseorang.

Tubuh Renza menegang, suara itu Renza mengenalnya tapi siapa? "Sini gua bantu," ucap Rendra sekali lagi.

"Gua kenal nih siapa," lirih Renza tanpa mau menoleh ke arah belakang. Rendra menggelengkan kepalanya gemas sendiri, konyol. Tentu saja Renza mengenal suara itu orang dia suara Abang nya.

"Satu... du- tuh kan Abang," pekik Renza setelah pelan-pelan menoleh ke arah belakang langsung melihat wujud abangnya. Rendra menatap Renza dengan tatapan datar, sedangkan Renza yang di tatap seperti itu memamerkan gigi putih.

"Ihhhh ini Abang? Kok Abang ada di sini?" tanya Renza menggoyangkan tubuh Rendra, Renza masih tidak percaya Abang nya ada di sini.

"Gua bantuin dulu. Tarik tali yang itu," kata Rendra dengan nada serius. "Hehe siap, Abang."

"Tapi nanti Abang cerita sama Ade, oke Abang?"

"Heem."

▪︎▪︎▪︎

Narendra || Versi 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang