~Narendra~Narenza Sadipta
|Bang, kata Papah pulang lebih awal bareng Ade. Mau fitting baju.|"Bang, gua harus balik duluan." Marven menyernyitkan dahinya. "Kenapa?" tanya Marven.
"Ada penting."
"Lo dateng to the point ngundurin dari kapten, dan sekarang dengan enteng lo izin balik duluan?" tanya Marven dengan sinis menatap Rendra.
"Keputusa-
"Keputusan lo? Gua tau ini keputusan lo, ini team Ndra dengan lo ngundurin dari kapten apa di setujui banyak orang?" tanya Marven menunjuk anggota team A yang baru karena angkatannya sudah hengkang dari futsal.
"Ada yang lebih baik dari gua, Bang."
"Siapa?"
"Ada Astar, Keenan atau Arvin. Lebih baik mereka punya kapten yang sehat, Bang," kata Rendra.
"Lo mati-matian pengen jadi kapten, setelah impian lo tercapai lo lepas gitu aja?" Rendra menunduk, bingung harus menjelaskan apa kepada Marven si mantan kapten A tersebut, ini baru meminta izin kepada Marven belum ke Pak Ilham.
"Bang.."
"Astar, lo setuju Rendra ngundurin diri?" Astar menggelengkan kepalanya. "Dia layak jadi kapten, Bang. Kalau kapten kemarin bukan Rendra belum tentu turnamen kemarin kita menang," tukas Astar.
"Betul, Bang. Ndra, kita bisa saling melengkapi di team, kita bisa saling menutupi kekurangan masing-masing," sambung Kara yang sedikit kesal karena Rendra ingin mengundurkan diri.
"Gua gak bisa," balas Rendra.
"Banyak yang lebih layak dari gua, anggap aja pertandingan kemarin hanyalah keberuntungan," ucap Rendra.
"Keberuntungan kata lo? Terus keringat air mata hasil kita latihan itu apa?" sentak Astar.
"Jangan jadi pengecut deh, Ndra!" ucap Keenan, reflek Rendra menoleh kearah keenan.
"Jangan bermuka dua, Keen. Muak," kekeh Rendra dan kembali menoleh ke arah Marven.
"Keputusan gua tetap, gua bakal ngomong hal ini sama Pak Ilham. Gua tetap ada di team tapi bukan kapten, sebelumnya thank udah percaya sama gua," jelas Rendra.
"Gua duluan."
Rendra keluar dari ruangan olahraga, Marven menghela nafas kasar. Ada apa dengan tetangganya itu. "Sekarang gua tanya, siapa di antara kalian ada yang bermasalah sama Rendra?"
Ruangan hening. Marven terkekeh, sebenarnya Marven tau kenapa Rendra menggundurkan diri karena siapa dan demi siapa. "Gua butuh kejujuran, orang jujur jaman sekarang susah. Untung keluarga Rendra berpengaruh gampang buat nyari tau sama siapa anaknya bermasalah dan kesimpulannya gua tau," tukas Marven dengan nada dingin dan tampang yang datar.
"Masuk kekelas masing-masing!"
~Narendra~
"Ada rasa kecewa sih kenapa si Velly pacaran sama si Rendra, gua tau si Rendra ganteng lahir dari keluarga kaya raya tapi anjirt please lah," keluh seorang cowok yang mungkin penggemar dari Velly.
Rendra mendengar itu sangat jelas. Rendra perduli dengan omongan itu? Tentu, sifatnya yang dingin bukan berarti Rendra tidak memikirkan tentang perkataan orang lain tentang dirinya.
"Bapak doang yang dokter tapi penyakitan, ngabisin duit orang tua jatohnya," kekeh lawan bicara lelaki itu. Mereka anak kelas dua belas, Rendra tau mereka.
"Harusnya Velly sama gua anjirt-
"Permisi, Bang," sapa Rendra dan sedikit membungkuk dan melangkah melewati kakak kelasnya itu.