***
"Ab-bang.. Ade lu-lupa," lirih Renza. Jantungnya berdebar, Renza panik. Saat melihat Rendra yang sudah kepayahan, terbaring lemas dengan kedua mata yang terpejam.
"Abang.. Ade... hiks. Panggil Mamah." Rendra tidak mengubris perkataan Renza, adiknya memang cengeng padahal melihat dia seperti ini bukanlah yang pertama kali.
Dengan tangan yang bergetar Renza menelpon Mamah nya tapi tidak ada jawaban dari Neira. "Mamah kemana?" tanya Rendra dengan suara lemas.
"Mamah dirumah Om Sapi, Ade coba telpon Velly ya, Bang." Klik, Renza memencet nomor sahabatnya itu tapi sama tidak ada jawaban.
"Gak di jawab, Abang gak papa kan? Maafin Ade, Ab-
"Ade manggil Mamah dul- tapi Abang sendiri. Abang, Ade harus apa?" tanya Renza menunduk dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Ini kesalahannya tentu saja dia panik, apalagi orang tua mereka tidak ada di rumah.
Rendra tidak menjawab, apakah Renza tidak bisa tenang saja? "Abang.." rengek Renza.
Renza bangkit dan menghapus air mata nya, sekilas menoleh ke arah Rendra yang berada di posisi yang sama. "Ade panggil dulu Mamah, Abang jangan kenapa-napa please," lirih Renza. Renza mendengar Rendra berdehem pelan, Rendra seakan tidak berdaya membuat Renza semakin merasa bersalah.
"B-
"Panggil Papah please!" tekan Rendra walau dengan suara lemas namun ada penekanan disana. Rendra tidak bisa diam saja saat dirinya seperti ini dan Renza malah sibuk dengan kepanikannya.
Karena suara Rendra membuat Renza berlari dari kamar Rendra dan turun kebawah untuk menyusul Neira yang sedang membuat brownis dengan Yala.
Dengan nafas yang terengah-engah Renza sampai di dalam rumah Yala tanpa mengucapkan salam, penampakan Renza membuat Velly kaget pasalnya Velly baru saja keluar dari arah dapur.
"Renza, lo kenapa kek ikan kehausan?" tanua Velly menatap Renza penuh kebingungan, apalagi dengan wajah Renza yang kusut.
"Vell, Mamah gua mana?" tanya Renza melirik kanan kiri untuk mencari keberadaan Neira.
"Di-di ya di dapur lah. Kenapa, sih?" tanya Velly masih dengan perasaan yang bingung tidak biasanya Renza mencari Neira dengan wajah panik seperti itu.
"Abang gua...aaa udah ah Velly diem!" rengek Renza dan kembali berlari ke arah dapur.
Neira dan Yala terlihat di sana membuat Renza ingin menangis saja, Mamah nya pasti khawatir saat mendengar kalau Rendra sakit lagi. "Mamah.." lirih Renza.
Neira dan Yala menoleh secara berbarengan. "Eh Ade, kenap-
"Abang, guldar nya naik banget. Ma-mah tolongin Abang," lirih Renza menunduk. Kedua orang tua itu terkejut, mungkin biasa untuk orang yang tidak memiliki penyakit seperti itu tapi ini bahaya untuk Rendra.
"La.."
"Ayo kita kerum-
Neira menggelengkan kepalanya. "Lala di sini aja, berisin ini biar aku sama Ade aja."
"Ade ayo," kata Neira dan menarik tangan Renza pelan untuk segera kembali kerumah.
Renza tau Neira pasti panik terlihat jelas di raut mukanya yang sangat jelas, orang tua mana yang tidak khawatir anaknya sakit di usia muda seperti Rendra.