prolog

6.9K 206 31
                                    

'Seluruh dunia tau bahwa gua sama lo itu satu jiwa. Bahkan saat ada gua tentu ada lo, tapi bagaimana jika jiwa itu tinggal setengah meninggalkan setengah jiwanya yang telah menjadi hidupnya?'

~Narendra~

Cowok jangkung dengan keringat yang membasahi setiap inci tubuhnya itu menghampiri teman-temannya yang sedang mengistiratkan tubuhnya di pinggir lapangan. Evaluasi mingguan sudah selesai, menjadi hal rutin yang dibiasakan sebagai pemantapan perfomance mereka dilapangan.

"Woy, Ndra!" Cowok bernomor punggung 22 itu menautkan kedua alisnya sebagai jawaban dari sapaan temannya yang biasa si sapa Kara. Langkahnya semakin mendekat dan duduk disamping Kara yang langsung memberikan sebotol air mineral untuk diminum.

"Apa?" Kara menggelengkan kepalanya.

Shankara Aksaranata, si tengil dengan pembawaan yang lucu, suka merusuh dan tidak suka tempat sepi itu merupakan anak bungsu dari seorang ibu yang merupakan dosen dari universitas negeri di Jakarta, tak hanya itu ayah nya juga merupakan TNI Angkatan Darat. Dan kakak-kakaknya merupakan orang-orang yang berpendidikan dan mempunyai karir yang cemerlang. Namun, Kara berbeda dengan saudara-saudaranya. Kara itu tidak seambisius kakak-kakaknya dalam pendidikan, Kara juga tidak pernah memaksakan diri untuk menjadi seperti saudara-saudaranya. Kara memegang prinsip bahwa setiap anak mempunyai jalan suksesnya masing-masing.

"Hari ini lo ada les?"

Narendra Pradipta Nakaswara, atau biasa di sapa Rendra itu menggelengkan kepalanya. Les adalah kegiatan yang menurutnya sangat membosankan, karena baginya belajar di sekolah saja sudah cukup dan Rendra tidak membutuhkan jam belajar tambahan.

Rendra merupakan anak sulung dari seorang dokter yang tidak bisa diremehkan kepandaiannya dalam mengobati orang sakit, menjadi anak sulung dari dua bersaudara tentu tidak mudah baginya. Rendra, si anak penyuka ketenangan yang hidupnya hanya di penuhi dengan jadwal futsal yang sudah menjadi hobbi nya sejak kecil.

Mempunyai sifat cuek dan terlihat kalem membuat Rendra seperti tidak mempunyai banyak teman, dan lingkup pertemanannya tidak terlalu banyak.

"Lah bukannya hari ini rabu ya?" Rendra menjawab dengan deheman singkat.

"Terus?"

"Gak terus."

Orang yang berada di sisi Kara itu terkekeh seakan menertawaan Kata karena mendapat respon cuek dari si lawan bicara. "Apa lo ketawa-ketawa, lo pikir lucu hah?"

Alastar Chandrawana Syaputra, menjadi salah-satu teman terdekatnya Rendra. Astar itu humble, temannya bahkan dimana-mana. Tapi tetap saja teman dekatnya hanya Rendra dan Kara. Astar itu penengah, jika Rendra mempunyai sifat cuek dengan pembawaanya yang kalem dan Kara yang mempunyai sifat yang tengil dengan pembawaanya yang riweh dan tidak bisa diam, tapi Astar mendominasi.

"Nongkrong gak kita?" tanya  mengacuhkan Kara yang menatapnya sinis.

"Ayo."

"Lo, Ndra?" Rendra menganggukan kepalanya singkat.

"Nyari seblak lah, gimane?" ajak Kara.

"Nyari janda aja." Kara melempar Astar dengan botol mineral yang telah kosong, dan satu lagi Astar itu ceplas-ceplos.

"Janda?! AYOKLAH!"

"Yee mau juga kan lo," ketus Astar melempar balik botol itu kearah Kara dan mengenai kening anak itu.

Ting

Narenza Sadipta
|Bang kata Papah kalau lo balik lewat dari jam 6, lo Papah suntik mati.|
|Sekian terima gajih.|

Narendra || Versi 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang