~Narendra~
Rendra menutup pintu ruang rawat Renza setelah berhasil membuat Renza tenang dan tidur dan yang tersisa di ruang rawat Renza hanyalah Yala. Kabar akan kehamilan Neira membuat Renza takut dan enggan mempunyai adik.
"Rendra?" panggil Rasen yang datang bersama Agam. Rendra menyalimi Om dan kakeknya itu.
"Mamah gimana, Nak? Kondisinya baik-baik saja?" Rendra menganggukan kepalanya, sejauh yang di jelaskan Xavier kondisi Neira baik hanya karena faktor kehamilan mudanya.
"Terus Ade?" Rendra menunjuk pintu ruang rawat Renza.
"Ade gak mau punya Ade, Kek." Agam menghela nafas, dan menoleh ke arah Rasen. "De kamu temenin Rendra dulu ya, Papah lihat Ade dulu." Rasen yang masih saja sering di sapa Ade itu menganggukan kepalanya.
"Ouh iya, Ndra. Kakek Reno sama Nenek juga lagi di jalan, nanti suruh langsung keruang rawat Mamah kamu."
"Iya."
Agam tersenyum dan menyusap puncak rambut Rendra membuat Rendra harus sedikit membungkuk karena postur tubuh Agam dibawah Rendra sekarang.
"Sama Om dulu gih, De ajak makan."
"Siap Pah bawel banget sih," gerutu Rasen.
"Udah makan, Ndra?" Rendra menggelengkan kepalanya, boro-boro makan pulang kerumah aja belum apalagi ini posisinya tengah malam.
"A Rezka kemana?"
"Operasi, Om." Rasen merangkul Rendra yang tingginya sepantar dengannya, dulu Rasen ingat bertapa nakal nya Rendra. Hobbi lari-larian menyenggol guci-guci yang ada dirumahnya, terpeleset kedalam kolam berenang juga pernah dan al hasil Rasen lah yang selalu di salahkan.
"Makan dulu gimana?" Rendra menggelengkan kepalanya.
"Keruang rawat Mamah, Om. Gua mau kesana," kata Rendra.
"Ayo deh."
~Narendra~
"Mamah..." panggil Rendra menghampiri Neira yang terlihat pucat dan lemas, Neira tersenyum tipis dan mengajak Rendra untuk duduk di samping dia berbaring.
"Abang dari mana, sayang? Mamah khawatir banget loh," ucap Neira mengusap kening Rendra yang berkeringat padahal ini tengah malam. "Maaf."
"Duduk sayang.." Rendra menganggukan kepalanya dan duduk. "Mamah baik-baik aja?"
"Abang, Abang gak marah Mamah punya bayi lagi?" tanyw Neira dengan hati-hati takut-takut anak pertamanya itu juga menolak adanya bayi di dalam perutnya.
"Kok Mamah nanya gitu? Abang gak marah, gak papa kok lagian Papah pengen banget kan punya anak lagi jadi syukuri aja Mah, anak kan rezeki," jelas Rendra.
"Iya Kak Nei, malah bagus punya anak lagi nanti ada bayi lagi. Pasti anak Kak Nei lucu," ucap Rasen.
"Gak gitu, Sen. Renza nolak kan, Bang?" Rendra menghela nafas pelan, tangannya terarah mengenggam tangan Neira seakan memberikan kekuatan kepada Mamah nya.
"Renza cuma butuh waktu, dia kaget, Mah." Kedua mata Neira berkaca-kaca, entah bagaimana menjelaskan agar Renza mau menerima adik yang ada dalam kandungannya.
"Mamah salah, Mamah tau Ade gak mau punya adik tapi Mamah sama Papah keukeuh pengen punya lagi," lirih Neira.
"A Rezka nya udah tau, Kak?" Neira menggelengkan kepalanya, bahkan untuk bertemu Rezka saja Neira belum. Suaminya itu masih ada di ruang operasi dan butuh waktu berjam-jam untuk menyelesaikan operasi.
"Rasen mah seneng Kakak sama Aa punya anak lagi, nanti Rasen nyusul biar ada temannya."
"Andai semudah itu, Sen. Kakak gak tau Kakak harus apa kalau Ade gak bisa nerima ini."