Part 37 - A Little Hope

826 76 0
                                    

Eiyoo jumpa lagii:))

Happy reading ^^

Walaupun sempat kerepotan saat ditanya mengapa Auri ingin ke Jogja, tapi pada akhirnya gadis itu berhasil menghindari pertanyaan. 'Hanya ingin', alasan itulah yang Auri pakai, dan untungnya Liam mengiyakan meskipun terlihat tidak puas.

Sebenarnya ada alasan lain kenapa Auri ingin mampir ke Jogja. Tentu saja untuk menemui keluarga satu-satunya yang tersisa, bundanya.

Bunda Auriga menikah kembali setelah kepergian sang suami, dan saat ini tinggal bersama keluarga barunya. Sedangkan Auriga yang tidak mau ikut bundanya memilih untuk merantau ke Jakarta. Auriga bukannya membenci sang bunda, dia hanya terlalu menyukai ayahnya sampai tidak terima kalau posisi ayahnya tergantikan begitu saja.

Hari ini, Auri berharap bisa bertemu dengan bundanya. Dia hanya ingin tahu bagaimana perasaan bundanya, apakah merasa sedih, kehilangan? Apakah bundanya percaya dia betulan sudah meninggal seperti di berita?

Apapun yang bundanya rasakan, itu akan menjadi sebuah harapan bagi Auri untuk bertahan dalam anomali ini. Sejujurnya Auri cukup takut membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Tepat setelah Liam dan Evan meninggalkan kamarnya tengah malam itu, pesan dari Bot Zero tiba-tiba muncul. Sebuah notifikasi yang memberitahu bahwa sisa waktu Auri tersisa tujuh hari lagi.

Ternyata waktu berjalan begitu cepat, sudah cukup lama dia dan Liam melarikan diri dari Jakarta. Misi ini harus berhasil, atau Auri tidak dapat menebak apa akibatnya, mungkinkah dia dan Stella akan menghilang? Kekhawatiran dan kecemasan itu, mungkin akan sedikit mereda jika Auri bertemu dengan bundanya.

Tiinn!!

Bunyi klakson yang cukup keras menyentak kesadaran Auri. Gadis itu mengerjap, ah benar, saat ini dia sedang menyetir setelah bergantian dengan Evan.

“Maju, udah lampu hijau,” kata Evan, ketus.

“Kenapa, Au? Lo ngelamun?” tanya Liam.

“Ah, nggak, nggak apa-apa.” Auri menjawab sambil bergegas memajukan mobilnya, tidak mau membuat kendaraan-kendaraan lain di belakang kembali protes.

“Udah siang, mending kita nyari tempat makan dulu.” Liam memberi usul, mengingat mereka belum makan dengan benar, hanya sepotong roti untuk mengganjal perut.

“Oke, kebetulan gue tahu tempat makan yang enak,” timpal Auri.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di sebuah restaurant kecil yang menyajikan makanan khas Jogja. Sambil memarkirkan mobil, Auri berharap-harap cemas. Tempat ini, restaurant ini, adalah milik bundanya. Walaupun peluangnya kecil, tapi Auri berharap akan sebuah takdir yang mempertemukan mereka.

Sampai mereka duduk dan memesan makanan, Auri tak henti-hentinya menoleh ke sekeliling. Dia mencari sosok bundanya, akan tetapi diantara wajah-wajah yang ada di restaurant ini sama sekali tak ada sosok yang dicari. Mungkin bundanya ada di lantai dua, di ruang manajer dan Auri tidak bisa masuk sembarangan ke sana.

"Lo kenapa, sih?"

"Eh?" Auri terlonjak mendengar suara Evan yang sedikit nyaring. "Apa?"

"Lo, keliatan cemas gitu, ada apa, hah?"

Duh, cowok itu memang tidak bisa bertanya baik-baik. Auri mendengkus, lantas menjawab dengan gelengan kepala.

Evan memutar bola mata sementara Liam menyimak dalam diam. Sebenarnya dia juga penasaran apa yang dipikirkan Auri, cewek itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Tapi kalau Auri enggan menjawab, Liam tidak akan memaksa.

Something Wrong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang