Hidup dalam Waktu yang Lama

22 1 0
                                    

"Jarang ada orang seusia kita membaca buku sastra," ucap Naina lagi seraya kembali mengunyah coklat.

"Aku akan hidup dengan waktu yang sangat lama sehingga Aku harus mempelajari kehidupan dari waktu zaman dulu sampai zaman sekarang agar aku bisa beradaptasi secara terus menerus," jawab Edward seraya mencabut sehelai daun jeruk dan melemparkannya ke air kolam. Ikan-ikan langsung mengerubungi daun itu tetapi kemudian mereka tidak memperdulikannya karena daun jeruk bukan makanan mereka.

Naina merasa apa yang dibicarakan oleh Edward aneh. "Memangnya siapa kau? Sampai tahu kalau umurmu akan sangat lama. Kau bukannya Tuhan yang bisa tahu umurmu akan lama atau pendek." Naina menoleh ke arah Edward, tetapi Edward hanya terdiam.

"Kau sangat misterius Edward. Siapakah kau sebenarnya? Bule tetapi ada di daerah perkotaan yang terpencil. Dan tingkahmu juga sangat berbeda dengan orang lain." Naina terus berbicara kepada Edward yang masih duduk bersender. Buku yang dibacanya ada dipangkuannya.

Edward jarang sekali bahkan hampir dikatakan tidak pernah berbicara dengan siapapun sedekat ini. Ia nyaris tidak punya teman apalagi teman dekat. Di rumah Ia hanya tinggal bersama seorang pelayan wanita tua dan seorang tukang kebun. Seingatnya Ia hanya berbicara dengan wanita tua sekaligus pengasuhnya. Edward sendiri tidak tahu mengapa Ia harus ada ditempat ini. Yang Ia tahu hanyalah Ia berbeda dengan manusia lain.

"Jangankan Kau, Aku sendiri tidak tahu siapa diriku? Mengapa aku ada di tempat ini? Dan Mengapa Aku berbeda dengan kalian?" Edward berkata seraya menghela nafas. Entah mengapa Ia merasa sangat lega sekarang karena telah memiliki teman untuk berbicara setelah sekian lama Ia hidup kesepian.

Naina sangat terkejut mendengar perkataan dari Edward. Ia menatap Edward lekat-lekat. Wajah itu sangat tampan tetapi memang sedikit menakutkan karena sangat pucat bagaikan tidak ada darahnya. Tetapi tidak banyak orang yang menyadari karena mereka mengira kalau Edward pucat disebabkan dia orang asing. 

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Mengapa kau tidak tanya ke orang tuamu siapa dirimu?" Naina bertanya dengan kening berkerut.

Edward tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, rambutnya yang pirang tampak bergerak indah. Keheranan Naina berubah menjadi terpesona. Tetapi bel tiba-tiba berbunyi membuyar semua khayalan Naina tentang ketampanan Edward.

"Yaah... udah bel masuk padahal aku masih ingin mendengar ceritamu. Ayo kita pulang bersama agar kita bisa ngobrol lagi," Naina mengajak Edward untuk pulang bersama.

Edward mengangkat alisnya dan lagi-lagi tersenyum. "Ya...ampun gigi taringmu mengapa terlihat sangat manis..." Lagi-lagi Naina berkata tanpa sadar.

Edward langsung menutup senyumnya. Bukannya Ia tidak suka dengan pujian Naina tetapi Naina mengatakan kalau gigi taringnya sangat manis membuat Edward takut Naina menyadari siapa dia sebenarnya. Untungnya Naina tidak terlalu lama mengagumi senyumnya karena mereka harus bergegas masuk ke kelas untuk belajar pelajaran selanjutnya.

Naina berjalan berdampingan dengan Edward melewati para siswa yang berada di depan kelasnya masing-masing. Mereka seketika menjadi pusat perhatian. Bayangkan saja Edward yang tidak pernah berbicara dengan siapapun berjalan bersama Naina si murid baru. Padahal nama Naina baru saja menyebar ke seluruh sekolah karena sudah mempermalukan Salwa dan teman-temannya. Sekarang Naina berhasil membuat Edward si gunung es itu menjadi temannya. Bukankah ini sangat hebat.

Semua siswa wanita begitu terpesona melihat Naina berjalan berdampingan bahkan sesekali mereka mengobrol. Suara Edward itu bagaikan hujan di gurun pasir saking jarang terdengar. Tetapi sekarang mereka melihat Edward menjawab celotehan Naina walaupun hanya sekedar Ia atau "hmm", Bagi murid-murid di sekolah itu, hal ini adalah sangat luar biasa. Akhirnya mereka jadi tahu kalau Edward tidak bisu dan Edward ternyata bisa berbicara dengan orang lain.

Naina sendiri menjadi heran melihat sambutan teman-teman barunya yang begitu keheranan melihatnya dan Edward. Ia memang murid baru tetapi tidak harus dilihat seperti melihat makhluk asing dari luar angkasa. Naina mengira kalau teman-temannya itu terpesona olehnya, Naina tidak tahu kalau mereka takjub dengan Edward.

"Orang-orang di ini agak aneh dan norak," bisik Naina ke telinga Edward.

"Hmm..." Edward hanya menjawab seperti itu.

"Aku memang murid baru tetapi tidak haruslah mereka melihatku seperti makhluk dari luar angkasa seperti itu," bisik Naina lagi sambil melihat kesana kemari sambil menganggukkan kepalanya. Naina tebar pesona karena mengira mereka melihat kepadanya. Edward jadi menyembunyikan senyumnya melihat tingkah Naina yang konyol.

Naina tidak tahu kalau orang-orang itu sedang melihat ke arahnya dan bukan ke arah Naina. Naina memang cantik tetapi bukan berarti Naina seperti miss universe yang kecantikannya mendekati sempurna. Orang-orang itu melihat karena dirinya yang berjalan dengan Naina.

"Mereka bukannya sedang mengagumimu, kau jangan geer," balas Edward.

"Oh ya? Jika bukan mengagumiku lantas siapa?Mengagumi Kau?" tanya Naina sambil melirik ke arah Edward.

"Mereka juga bukan mengagumiku tetapi mereka hanya heran."

"Heran? Karena apa? Karena kau orang bule?" Naina mendadak akalnya menjadi buntu.

"Bukan juga," Edward seperti sedang berteka-teki dengan Naina.

"Jadi karena apa? Kau membuatku bingung," Naina menjadi sedikit kesal. Dicubitnya tangan Edward. Edward mengeluh, walaupun cubitan Naina tidak berasa dikulitnya tetapi sensasi cubitan itu menggetarkan hati Edward. Edward terpanah asmara dengan pandangan pertama kepada Naina.

"Itu karena kau adalah orang pertama yang berhasil berjalan denganku," jawab Edward sambil menyembunyikan senyum lucunya.

"Oooh...amazing banget kamu ya, Cuma berjalan di sampingmu, apa hebatnya?" Naina mendengus dengan kesal.

"Tentu saja hebat, Aku tidak pernah mau berbicara dengan siapapun sebelumnya apalagi berjalan bersama seperti ini."

"Berarti aku memang hebat. Aku hebat... Aku hebat...," Naina meloncat-loncat dengan semangat hingga Ia hampir saja terjatuh kalau Edward tidak memegang tangannya.

"Hati-hati Naina," kata Edward.

Naina menganggukan kepalanya, tersenyum malu-malu di tengah tatapan orang-orang yang menatap mereka dengan penuh kekaguman. Tetapi nyatanya tidak semua orang mengagumi kebersamaan mereka. Salwa, Kaila dan Selly tampak berdiri di depan kelas dengan wajah yang sangat masam. Terutama Salwa, Ia tidak terima melihat Edward yang Ia sukai sejak lama bisa bersama dengan Naina.

Salwa sudah berusaha berbagai cara untuk mendekati Edward tetapi Edward tidak pernah berbicara dengannya. Edward hanya terdiam tanpa reaksi sekeras apapun Ia mengajak Edward berbicara.

"Sialan benar, anak baru itu. Dia benar-benar telah merebut perhatian Edward hanya dalam waktu yang singkat, Dia ternyata sangat hebat," Selly diam-diam kagum tetapi itu malah membuat Salwa mendelik marah.

Selly langsung terdiam mengetahui betapa marahnya Salwa. "Anak itu pasti si tukang sihir, Dia menggunakan ilmu pelet untuk mendapatkan Edward. Tidak mungkin Edward tiba-tiba menyukai anak itu kalau tidak menggunakan ilmu sihir," kata Salwa.

"Tapi ini zaman digital, apa ilmu pelet masih ada?" tanya Kaila dengan keheranan.

"Ya bisa dong, tahukah kau di zaman digital seperti sekarang, ilmu santet itu bisa dikirim via wa melalui file Apk. Nanti jika orang itu mendownload filenya maka saat itulah ilmu santetnya akan bekerja," Selly malah bercanda sambil menahan tawa.


DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang