Salwa si Paling Segalanya

25 1 0
                                    


"Ada apa Salwa?" tanya Bu Winda kepada gadis yang sedang mengaduh-ngaduh kesakitan itu.

"Ada yang menginjak kaki saya, Bu. Aduh... sakit. Murid baru ini jahat sekali. Baru datang sudah menginjak kaki orang," rintih Salwa, gadis yang kakinya diinjak Naina, dengan muka merah menahan tangis. Kakinya sangat sakit masih untung kakinya yang diinjak memakai sepatu. Sehingga kaki Naina tidak langsung mengenai kakinya langsung.

Naina pura-pura terkejut melihat gadis yang bernama Salwa itu merintih kesakitan. "Aduh, maafkan saya. Saya tidak melihat ada kaki um... siapa namanya? Salwa... ya benar Salwa. Ini kan jalan di tengah, diantara dua barisan bangku. Logikanya tidak akan ada kaki yang menjulur sampai ke sini kecuali kalau orang yang memiliki kaki itu sengaja melakukannya. Dia sengaja menjulurkan kakinya agar saya tersandung dan terjatuh,' ucap Naina dengan gaya santai.

Salwa seketika berdiri dengan muka marah, Ia berkacak pinggang dan berteriak,"Apa kamu? Berani benar memfitnah orang. Siapa yang menjulurkan kaki? Kau yang sengaja menginjak kakiku." Salwa mendorong dada Naina dengan kuat.

Tapi Naina sudah memasang kuda-kuda sehingga sekuat apapun Salwa mendorongnya. Badan Naina tidak bergerak sedikitpun.

"Maling teriak maling, kau yang memfitnah duluan. Siapa yang sengaja  menginjak kakimu? Kalau kau tidak menjulurkan kakimu, Aku tidak akan pernah menginjak kakimu. Lagipula otak itu dipake bukannya dijadikan pajangan,pemanis kepala. Aku ini murid baru, ngapain pake nginjak kaki orang yang tidak kukenal kecuali orang itu sengaja mau membuat aku terjatuh," semprot Naina dengan berani. 

Muka Salwa menghitam saking marahnya. Kedua tangannya terkepal erat. Semua mata memandang ke arah Salwa dengan pandangan ngeri. Sungguh berani murid baru itu melawan Salwa. Di sekolah ini Salwa adalah mimpi buruk. Ia adalah anak orang terkaya di sekolah dan memiliki dua orang teman segengnya. Tidak ada satupun yang berani menghadapi Salwa. Salwa sangat galak dan judes. Badannya tinggi dengan berat proposional. Wajahnya sangat cantik dan pintar. Ia selalu ingin menjadi pusat perhatian. Selalu ingin menjadi yang tercantik dan terpintar sekaligus terkaya.

Jangan sampai ada yang menyainginya karena Salwa tidak akan segan-segan membully orang itu habis-habisan. Para guru sudah kehilangan cara untuk membuat Salwa insyaf. Tetapi mereka kesulitan, tidak ada saksi yang berani melaporkan tindakan Salwa sehingga mau diusut juga tidak bisa. Mereka lebih baik memilih diam daripada harus menghadapi Salwa dan teman-temannya.

"Awas kamu ya! Kau belum tahu siapa Aku?" ancam Salwa.

"Mana aku tahu siapa kamu? Orang kenal juga enggak. Sana minggir! Aku mau duduk," Naina yang sekarang mendorong Salwa menggunakan sebelah tanganya. Kalau tadi saat Salwa mendorong, Naina tidak bergerak sedikitpun. Sebaliknya ketika Naina mendorong Salwa dengan mudah Salwa terjerembab ke belakang dan duduk di kursinya.

"Kurang ajar kamu ya!" Salwa hendak kembali bangun tetapi Bu WInda yang terpesona melihat kelakuan Naina langsung menghardik.

"Diam, Kalian semua! Naina cepat duduk! dan Kau Salwa, tidak usah membuat ulah. Naina murid baru. harus kau sambut dengan baik bukannya diajak ribut." Ibu Winda menatap Salwa dengan pandangan tajam dan Salwa langsung menunduk dengan wajah yang sangat dongkol. Ia lalu melirik ke arah temannya yang sedari tadi memperhatikan dengan tatapan tajam.

"Murid baru itu minta dihajar rupanya," bisik Salwa kepada temannya itu. Teman Salwa yang duduk disamping menoleh ke arah Naina dengan pandangan murka. Naina yang sedang duduk di samping Edward merasakan ada tatapan penuh kebencian kepadanya. Ia mengangkat mukanya dan melihat sepasang mata itu.

"Awas, kau ya!" desis anak perempuan yang duduk disamping Salwa.

Naina mengerucutkan bibirnya dan mengangkat alis. "Awas apa kau?" Naina balas mendesis dengan wajah lebih galak.

"Sialan, dia memang minta dihajar," ucap gadis itu kepada Salwa. Salwa menoleh ke belakang lalu kembali lagi ke depan.Ibu Winda sudah mulai menjelaskan tentang vektor dan Ia tidak mau ketinggalan pelajaran. Walaupun peringkatnya hanya kedua karena peringkat yang pertama diduduki oleh si tampan Edward tetapi Ia tetap harus belajar dengan sungguh-sungguh. Julukan si paling cantik, si paling pintar dan si paling kaya tidak boleh lepas darinya.

"Pulang sekolah kita akan memberikan gadis itu pelajaran," bisik temannya itu.

"Sst.. Kaila, Tolong perhatikan pelajaran di depan." Salwa benar-benar ingin diganggu. Konsentrasi Salwa dialihkan ke Bu Winda yang sedang menjelaskan vektor. 

Naina merasakan suasana mulai aman, Ia melihat ke sekeliling kelas. Pemuda genit bertubuh tinggi yang ada dipojok tampak sedang menatapnya dengan tatapan prihatin. Naina melengos ketika pemuda itu tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah Naina.

"Ya, Raditia! Apa ada yang mau ditanyakan?" tanya Bu Winda kepada pemuda itu karena tangannya yang melambai ke arah Naina.

"Eh anu Bu... vektor itu apa? dan gunanya untuk apa?" tanya pemuda yang bernama Raditya itu tergagap. ia asal bertanya saking kagetnya karena dikiranya Bu Winda sedang tidak memperhatikan.

Tetapi tidak disangka Bu Winda malah memujinya," Pertanyaan yang bagus, Raditya. Tolong ada yang bisa bantu Raditya untuk memperoleh jawabannya?" Bu Winda melemparkan pertanyaan Raditya ke seluruh siswa.

Semua siswa langsung terdiam tidak ada yang bisa menjawab. Pelajaran Vektor ini pelajaran baru yang mereka terima jadi tidak ada satunpun yang mengethauinya termasuk si anak pintar yang biasanya selalu bisa menjawab yiatu Salwa. Sedangkan Edward walaupun pintar tetapi dia hampir tidak pernah bicara kecuali kalau di tanya oleh orang lain. Itupun tidak semuanya Ia jawab. Kalau yang bertanyanya teman-teman sesekolahnya, Edward biasanya diam dan tidak mau menjawab. Ia hanya menjawab jika guru yang bertanya kepadanya.

Naina tiba-tiba mengangkat tangannya dengan santai.

"Ya.. Naina. Kamu bisa jawabkah?" tanya Bu Winda dan semua mata sontak menatap kembali ke arah Naina termasuk Salwa dan teman-temanya. Mata Salwa hampir meloncat keluar saking tidak percayanya kalau Naina si murid baru akan menjawab pertanyaan Bu Winda.

"Jangan ngasal, kamu!" bentak Salwa perlahan.

"Ssst... Salwa duduknya yang benar! dan jangan ganggu Naina." Ibu Winda memberikan perintah kepada Salwa dan Salwa memutar kembali duduknya yang tadi agak menghadap ke arah Naina.

"Izin menjawab Bu Guru, Vektor adalah besaran yang memiliki arah dan nilai. Penggunaannya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya adalah ketika saya berlatih memanah. Saya menembakkan anak panah saya dan anak panah saya akan meluncur sejauh tenaga yang saya keluarkan dan mengikuti arah tembakan yang saya tujukan. Nah vektor itu bisa digunakan untuk menghitung jarak antara saya dan papan sasaran tembakan anak panah," Naina menjawab dengan lugas membuat semua orang menatapnya dengan mulut ternganga. Termasuk Ibu Winda.

"Pintar sekali Naina! Jawaban yang sangat super..." Bu Winda menirukan gaya seorang motivator yang sekarang tidak terlalu sering tampil di televisi.

Semua siswa bertepuk tangan kecuali Salwa dan gengnya serta satu lagi yang tidak bertepuk tangan. Dia adalah Edward, orang yang duduk di samping Naina. Naina tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih atas semua pujian dan tepukan yang ditujukan kepadanya.



DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang