Perceraian

126 10 0
                                    

"Ayah dan Ibu akan bercerai, Naina." Angga berkata perlahan kepada Naina, anak satu-satunya. Naina yang sedang menonton tayangan Tanboy Kun di layar komputernya tampak tidak mendengar kata-kata ayahnya.

Gadis yang baru berusia 17 tahun itu tetap asyik menatap layar komputer yang ada di depannya tanpa memperdulikan ayahnya. Angga menghela nafas, Ia merasa bebannya semakin berat.

Angga tahu perceraian orang tua bukanlah berita yang baik bagi setiap anak-anak di belahan bumi manapun, tetapi ia tidak mungkin menutup-nutupinya dari Naina. Angga sudah tidak dapat hidup bersama istrinya lagi. Kelakuan istrinya sudah di luar nalar dan Naina harus tahu itu.

Naina adalah anak tunggalnya dengan Sarita. Tidak pernah sedikitpun Angga membayangkan kalau Sarita, istri yang sangat dicintai dicintainya telah berselingkuh bersama teman sekerjanya. Angga menyesal telah mengizinkan Sarita bekerja, seharusnya waktu itu, ia melarang Sarita untuk bekerja di luar. Hanya saja Sarita memaksanya hingga akhirnya terjadilah peristiwa yang tidak ia inginkan dan Naina harus tahu itu.

"Naina, Apakah kau mendengar apa yang dikatakan oleh ayah? " tanya Angga menegaskan kembali pada Naina.

" Loh, memangnya Ayah berkata apa? "Naina sekarang memusatkan perhatian kepada ayahnya. Ayahnya yang begitu penyabar sangat lemah lembut bahkan Naina sampai tidak tahu yang manakah ayahnya dan yang manakah ibunya? Sifat mereka berdua di mata Naina seperti tertukar.

Ibunya yang harus lemah lembut dan ayahnya yang harus tegas seakan-akan menjadi terbalik di dunia Naina. Ayahnya terlalu lembut untuk menjadi seorang ayah dan ibunya terlalu keras untuk menjadi seorang ibu. Sehingga ketika Naina mendengar kata-kata ayahnya yang begitu keras, maka Nainya langsung tahu kalau ayahnya sedang tidak main-main.

"Ayah dan ibu akan bercerai Naina. Apakah kau dengar itu? " tegas Angga kepada Naina.

Mata Naina terbelalak, Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya.

"Ah Ayah jangan main-main! Mana mungkin ayah dan ibu akan bercerai? Bukankah selama ini ayah dan ibu baik-baik saja bukan? " tanya Naina sambil tersenyum. Dikiranya ayahnya sedang main-main.

"Ayah tidak sedang main-main Naina ke rumah Ayah sedang serius. Besok adalah sidang pertama kami dan kau harus menguatkan dirimu," desah Angga dengan suara yang kembali melemah.

Naina terus menatap wajah ayahnya tidak sedikitpun matanya berkedip. Ia masih tidak percaya dengan kata-kata dari ayahnya. Sangat tidak mungkin Ayah dan Ibunya bercerai. Tidak pernah sekalipun ia mendengar ayah dan ibunya bertengkar. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa bercerai kalau mereka tidak pernah bertengkar.

"Sebenarnya Ayah kenapa? Mengapa ayah menggodaku seperti ini ? Tidak mungkin ayah dan ibu bercerai. Bukankah selama ini ayah dan ibu baik-baik saja? Aku tidak pernah melihat ayah dan ibu bertengkar. Ayah jangan berkata seperti itu." Mata Naina mulai berkabut. Ia menjadi ragu kalau ayahnya sedang main-main, ditambah Naina melihat wajah ayahnya tampak begitu lesu. Lagipula Naina tahu kalau ayahnya bukanlah orang yang senang bercanda. Ayahnya adalah orang yang sangat serius dan pendiam.

"Kami memang tidak bertengkar Naina, tetapi kami memiliki banyak persoalan. Oleh karena banyaknya persoalan itulah, kami harus berpisah. Kami sudah tidak mungkin bisa bersama lagi."

" Tetapi mengapa Ayah? Apa yang menyebabkan kalian harus bercerai? Bukankah kalau orang bercerai, maka mereka biasanya sering bertengkar. Seperti orang tua dari temanku, Evelyn. Orang tuanya setiap hari selalu bertengkar sehingga Evelyn tahu kalau suatu hari nanti mereka akan bercerai. Jadi, ketika orang tuanya bercerai Evelyn tidak kaget karena dia tahu kedua orang tuanya tidak pernah akur. Tapi ayah dan ibu, tidak sekalipun aku lihat pernah bertengkar. Lalu kenapa tiba-tiba harus bercerai? "Ucap Naina sambil mulai menangis.

"Maafkan ayah, Naina. Ini semua yang salah adalah ayah. Ayah terlalu mengalah pada ibumu. Ayah tidak pernah bersikap tegas. Seharusnya Ayah tahu kalau ibumu sudah tidak mencintai Ayah sejak lama. Seharusnya Ayah juga tahu kalau ibumu telah mencintai orang lain. Dan tentu kau tahu kalau ayah tidak bisa membiarkan mereka berbuat dosa. Mereka harus menikah Naina. Kau sudah besar tentu Kau sudah mengerti kalau dua orang dewasa selalu bersama tanpa ada ikatan pernikahan itu adalah suatu dosa. "

 Perkataan dari ayahnya membuat Naina membuka mulutnya lebar-lebar. Seandainya Bukan ayahnya yang berbicara tentu Naina tidak akan percaya. Tetapi ayahnya adalah orang yang paling serius di dunia ini belum pernah sekalipun Naina melihat ayahnya bercanda apalagi bercanda hal seperti ini.

"Jadi menurut ayah, ibu telah berselingkuh? " tegas Naina kepada ayahnya.

"Ayah tidak mengatakan seperti itu. Itu terlalu kasar untuk ibumu."

"Memangnya bahasa halusnya seperti apa Ayah?" desis Naina.

Angga terdiam, Ia sendiri tidak tahu apakah kata-kata halus dari berselingkuh. Tetapi kemudian Angga berkata,"Ibumu tidak berselingkuh Naina, dia hanya ingin bersama orang lain saja, " desah ayahnya sambil menerawang.

"Itu bukan kata-kata halus ayah. Itu adalah kata-kata keputus asaan dari seorang suami terhadap istrinya. Ayah memang tidak pernah tegas terhadap ibu. Ayah selalu membiarkan ibu melakukan apa saja yang ibu inginkan. Ibu pulang malam, Ayah diam. Ibu sering pergi ke luar kota, Ayah juga diam. Ibu sering menelepon dengan teman sekantornya ,ayah selalu diam.

Mengapa Ayah selalu diam? Mengapa ayah tidak pernah memarahi Ibu sekalipun? Ayah sangat tidak tegas. Sebagai seorang suami, Ayah kalah dari Ibu. Apa karena penghasilan Ibu lebih besar dibandingkan dengan ayah? Apa karena selama ini kemewahan kita berasal dari uang ibu dan bukan uang ayah. "

"Plak!" Suara tamparan Angga pada Naina terdengar begitu keras.

Naina sangat terperanjat. Seumur hidupnya, ayahnya hampir tidak pernah membentaknya apalagi menamparnya. Muka Naina sangat merah kemudian Naina berkata seraya mengusap pipinya yang terasa sakit. Tapi sakit di pipinya tidak sebanding dengan sakit di hatinya.

"Selama ini ayah tidak pernah tegas, sekalinya tegas ayah malah menamparku. Sungguh ayah, aku sangat kecewa. Aku tidak ingin bertemu dengan ayah lagi ataupun juga dengan ibu. Ayah dan ibu bukanlah orang tua yang baik," isak Naina sambil berurai air mata.

"Maafkan ayah Naina, Ayah sama sekali tidak bermaksud untuk menamparmu. Tolong Naina maafkan ayahku," ucap Angga sambil ikut menangis. Ia memegang tangan Naina tetapi anaknya itu malah mengibaskan tangan Angga.

"Aku tidak ingin bersama ayah lagi aku juga tidak ingin bersama ibu. Biarkan aku pergi," ucap Naina sambil berusaha melepaskan diri dari tangan ayahnya.

"Jangan seperti itu Naina. Kau tidak boleh meninggalkan ayah. Ayah minta maaf, tolong jangan tinggalkan ayah. Ayah tidak akan bisa hidup sendirian," rengek Angga.

" Tidak ayah. Semua ini adalah salah ayah. Jika ayah melarang ibu untuk tidak bekerja tentu semua ini tidak akan terjadi. Jika ayah melarang Ibu pergi ke luar kota tentu ini semua tidak akan terjadi. Jika ayah melarang ibu untuk selalu menelpon pria itu. Ini juga semua tidak akan terjadi. Aku pikir selama ini Ayah selalu diam karena ayah bisa menghadapi Ibu. Tetap ternyata tidak, Ayah kalah. Ayah adalah seorang pecundang," ejek Naina sambil mengambil sebuah tas besar dari kolong tempat tidurnya, kemudian dia memasukkan sebagian pakaiannya ke dalam tas besar itu.

"Naina, kau akan pergi ke mana? Tolong Naina, mari kita duduk berbicara dengan kepala dingin. " Angga lagi-lagi berkata dengan memelas. Ia berusaha memeluk Naina dari belakang tetapi Naina berbalik dan menghindar.

" Kalau Ayah mengajakku berbicara dengan kepala dingin tentu Ayah tidak akan pernah menamparku. Tapi Ayah sudah menamparku. Ayah menamparku," teriak Naina histeris.

DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang