Mencoba Menangkap Bayangan Hitam

21 2 0
                                    

Edward sangat jarang tersenyum, ia sendiri bahkan lupa kapan terakhir Ia tersenyum tetapi melihat Salwa jatuh ke bawah tebing dan pastinya tejatuh tepat ke semak tanaman jelatang berhasi membuat Edward tersenyum lebar walaupun Ia segera menutupnya kembali. Edward tidak mau ada orang yang melihat gigi taringnya muncul. Gigi taringnya selalu muncul jika emosi Edward berlebihan. Entah itu Ia sedang marah, cemas, bahagia. takut, merasa terancam dan hasrat yang timbul kepada lawan jenisnya.

Sedangkan Naina tampak kebingungan. Ia tidak mengerti ada apa sebenarnya? mengapa orang-orang berkumpul di tepi tebing dan memanggil namanya lalu kenapa Salwa malah terjatuh ke bawah tebing.

"Ada apa sebenarnya? Mengapa mereka berteriak mencari aku?" Naina bertanya kepada Edward dengan wajah kebingungan, tetapi kemudian Naina malah keheranan melihat wajah Edward yang begitu cerah. Belum pernah Ia melihat Edward begitu cerah.

"Kau kenapa Edward? Apa yang membuat wajahmu begitu aneh?" Naina semakin kebingungan oleh banyak hal. Ia tidak tahu mengapa Ia tiba-tiba berada di toilet dan ketika keluar Ia melihat Edward menunggunya.

Ketika Naina bertanya, mengapa Ia tiba-tiba ada di dalam toilet, Edward malah balik bertanya, mengapa Naina heran? bukankah tadi Naina meminta dia mengantarnya untuk pergi ke toilet bawah. Naina tidak merasa pergi ke toilet jadi mengapa Ia tiba-tiba berada di toilet.

"Aku tidak apa-apa Naina, Aku hanya merasa lucu karena orang-orang mengira kau jatuh ke bawah tebing dan yang terjatuh malah Salwa." Edward memalingkan mukanya dan merutuki Ia tidak dapat menahan perasaannya hingga hampir saja tertawa.

"Naina... Naina.. kau tidak apa-apa? Salwa tadi berkata kau terjatuh ke jurang?" kata Eka sambil berlari. Ia tidak perduli para guru laki-laki dan beberapa teman laki-laki mereka turun ke bawah untuk menolong Salwa.

Naina menggelengkan kepalanya, "Aku tidak apa-apa. Aku hanya pergi ke toilet tadi di antar Edward." Naina sebenarnya kebingungan juga tetapi Edward menjelaskannya seperti itu.

Eka sendiri juga bingung  mendengar penjelasan dari Naina, "Lah mengapa harus minta antar ke Edward kalau ingin pergi ke toilet? Mengapa tidak minta antar aku saja? Bukankah kita sekelompok?" Eka bertanya kepada Naina.

"Aku juga tadi mengatakan itu tetapi Naina bilang  Ia tidak mau mengganggu kalian yang sedang sibuk jadi Ia meminta tolong kepadaku." Edward menjelaskan.

"Tetapi jelas-jelas Aku mendengar Naina berteriak.." Eka berkata sambil memandang kebingungan.

"Kalian ini berdua sama saja, makanya kalian jangan suka melamun. Tadi Bu Winda sudah mengatakan kepada kita untuk tetap berhati-hati di alam terbuka seperti ini. Jadinya kalian banyak berhalusinasi. Sudahlah... Aku mau kembali lagi menuliskan laporan penelitian kelompokku," ucap Edward sambil membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Naina dengan Eka.

Sementara itu Naina dan Eka melupakan kebingungan mereka dan mereka lalu melihat Salwa yang sudah di angkat dari dalam jurang. Salwa menangis kesakitan karena tubuhnya penuh luka walaupun tidak ada yang patah tetapi tubuhnya penuh luka karena semak berduri dan daun dari pohon jelatang.

Eka dan Naina saling berpegangan tangan merasa kasihan juga kepada Salwa. Salwa terus menangis sambil menggaruk-garuk tangannya yang memerah. Salwa merasa panas dan terbakar. Selly dan Kaila memapah Salwa  dan atas perintah bu Winda mereka membawanya turun.

"Yang lain segera selesaikan penelitiannya dan jangan banyak bercanda lagi." Ibu Winda tampak marah karena Ia mengira kalau Salwa berani bermain-main dengan mengatakan kalau Naina terjatuh dan sekarang malah Ia yang terjatuh.

"Untuk kelompok yang diketuai oleh Salwa silakan dilanjutkan oleh Naina. Dan Naina kau segera tulis hasil penelitiannya dan juga sudah selesai segera turun ke bawah. kita akan akhiri pelajaran hari ini setelah kalian selesai menuliskan laporannya

Dan ingat tidak boleh ada yang bermain-main lagi. Tadi Salwa berteriak-teriak kalau Naina terjatuh padahal jelas-jelas Naina sedang pergi ke toilet. Karena itu mungkin salah sedikit lelah sehingga dia berhalusinasi. Ibu harap kalian banyak membaca doa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Semua siswa langsung bergerak sesuai dengan arahan dari wali kelasnya. Tetapi beberapa siswa masih berbisik-bisik tentang kejadian ini. banyak yang mengaitkan kalau Salwa diganggu oleh makhluk halus sementara Naina sendiri juga tidak ingin berpikiran macam-macam. 

Naina  mengira kalau ia sebenarnya berhalusinasi juga. Bukankah ia tidak merasa pergi ke toilet tetapi tiba-tiba dia berada di toilet dan di luar sudah ada Edward yang menunggunya. Naina mengusap bulu kuduk yang berdiri sekarang ia tidak berani lagi berdiri sendirian ia meminta Eka untuk menemaninya

"Kita pasti diganggu oleh penunggu dari bukit ini mungkin mereka tidak terima karena kita datang ke bukit ini beramai-ramai ya. Ini seperti mengganggu ketenangan para makhluk penunggu seperti ini." Naina berbisik kepada Eka tetapi Eka malah memukul bahu Naina dengan pelan.

"Kau jangan menakut-nakutiku. Jangan berbicara sembarangan. Siapa tahu mereka bisa mendengar. Ayo cepat kita turun ke bawah! Aku tidak mau berada di sini berlama-lama. Aku takut. Bukankah sudah banyak air yang terkumpul? Dan juga penelitian yang lainnya kita buat asal saja, yang penting semuanya selesai. Toh bu Winda tidak akan meneliti sedetail itu. "

" Iya asal kita bisa menyesuaikan saja apa yang kita tulis dengan apa yang ada di bukit ini. Aku setuju denganmu. Ayo kita turun! Aku juga menjadi sangat takut. "Kata Naina sambil terburu-buru membereskan penelitiannya. Tidak lupa Ia juga memberikan arahan kepada teman-temannya karena ialah sekarang ketua dari kelompok dan bukan Salwa.

Pukul 02.00 siang semua siswa dan para guru pergi meninggalkan bukit. Demikian juga dengan Edward dan Naina, mereka tidak banyak bicara karena Naina malah sibuk berbicara dengan Eka. Ketika Naina dan Edward berjalan pulang ke desanya. Lagi-lagi Edward melihat bayangan hitam berkelebat dan ia sekarang tidak ingin membiarkan bayangan hitam itu menghilang dari pandangannya. Sehingga ketika ia sudah mengantarkan Naina pulang Edward berjalan perlahan. Dia pura-pura berjalan seperti biasa dan menunggu bayangan itu berkelebat.

Mata Edward tampak mengawasi sekitarnya dengan awas. Hari sudah menunjukkan pukul 04.00 tetapi di desa tempat Edward tinggal memang seringkali berkabut. Apalagi tempat tinggal Edward yang memang berada di tepi hutan. Di sepanjang jalan tidak ada satupun orang yang lewat jangankan manusia, binatang saja tidak terlihat.

Suasana menjadi sangat gelap dan suara binatang malam mulai terdengar. Mungkin mereka mengira bahwa ini sudah larut malam ketika orang biasa mungkin akan sangat ketakutan berjalan di tepi hutan seperti ini tetapi tentu saja tidak dengan Edward semakin suasananya sepi dan gelap Edward merasa semakin aman. Ia sama sekali tidak kesulitan berjalan di dalam gelap. Tetapi kali ini Edward tidak berjalan dengan santai karena ia sedang menunggu sesuatu dia ingin menangkap bayangan yang selalu mengikutinya.

 Edward memang tidak salah ketika Ia melewati rimbunan pohon Akasia bayangan itu kembali berkelebat. Bayangan itu tepat ada di sebelah kiri Edward maka dengan sangat cepat Edward menjejakan kakinya ke tanah dan kemudian dia meloncat ke atas lalu dengan gerakan seperti seekor tupai. Edward melayang dari satu pohon ke pohon yang lain. Edward tidak bisa terbang seperti burung yang terbang tetapi dia hanya bisa meloncat dari pohon ke pohon seperti seekor tupai.

DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang