Kesiangan karena Hantu Bule

40 2 0
                                    

"Ternyata kau bisa bicara dan bisa berbahasa Indonesia pula. Kau siapa? Kenalan dulu dong," Naina mengulurkan tangannya dengan muka cengengesan. Si bule itu tampak terdiam sambil mengernyitkan keningnya. Ajaib sekali wanita yang dihadapannya ini, baru kenal tetapi sudah berani seperti ini.

Seumur hidupnya Ia belum pernah bertemu dengan wanita yang tidak tahu malu seperti Naina. Naina yang terkenal dengan kegokilannya tampak tidak perduli dengan kebingungan si bule. Baginya pria tampan itu tidak boleh lolos.

Ibarat lagu Dono, Kasino, Indro yang penggalan syairnya menyebutkan "Si baju merah jangan sampai lepas" maka Naina juga berprinsip, "si muka bule jangan sampai lepas." Naina pertaruhkan semua harga dirinya agar si bule jatuh ke dalam pelukannya dan jika tidak berhasil jatuh ke dalam pelukannya maka Ia akan menjatuhkan bule itu ke pelukan got yang ada dipinggir jalan.

"Tolong Nona, jangan halangi jalanku. Ini sudah hampir siang. Aku takut kesiangan masuk sekolah." Pria bule itu menggeser tubuhnya dan kemudian melangkah pergi meninggalkan Naina.

"Nama dulu dong, please..." Naina tetap masih penasaran.

Pria bule itu tidak percaya dengan kegigihan wanita yang ada dihadapannya ini. Ia lalu menutup mulutnya rapat-rapat dan berjalan cepat meninggalkan Naina. Naina mengomel sebal. Jarang-jarang Ia mengejar laki-laki seperti ini karena Ia yang biasanya dikejar. Tetapi Naina tidak mau dikejar, dia maunya mengejar. Sesuai dengan prinsipnya, "Kau ku kejar kau ku tangkap, Aku dikejar aku kan lari".

Tetapi Pria bule itu benar-benar tidak memperdulikan Naina dan langkahnya malah semakin cepat. Naina mengikutinya sampai terengah-engah. Sialan, pria itu sangat cepat jalannya. Naina tertinggal dan setelah di belokan Naina tidak dapat melihat pria itu lagi. 

Naina terpaku kehilangan pria itu ketika dia sudah mencapai belokan. Naina terbengong menatap jalan di depannya. Seharusnya pria itu terlihat di jalan ini walaupun sudah berjalan jauh. Bukankah setelah belokan hanya ada jalan lurus sebelum mereka masuk ke jalan raya. Tetapi jalan itu kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di jalan itu. Tidak ada satu orangpun yang ada dijalan itu. Jangankan orang, kucing saja tidak ada.

Bulu kuduk Naina seketika berdiri. Jangan-jangan pria yang tadi itu benar-benar siluman. Siluman penunggu pohon beringin yang tadi Ia lewati. Walaupun Naina sedikit heran mengapa siluman penunggu pohon beringin berwajah bule. Apa dia itu hantu Belanda yang katanya menghuni villa yang ada dibukit belakang desa tempat Kakek dan neneknya Naina tinggal.

"Ha...hantu..." Naina berteriak histeris seraya berlari sekuat tenaga. Ia sudah tidak perduli lagi dengan roknya yang ia angkat tinggi-tinggi. Rok yang dikenakan Naina adalah rok panjang sehingga agar lebih mudah berlari, Naina mengangkat roknya tinggi-tinggi.

Naina baru berhenti berlari setelah sampai di jalan raya yang lumayan sudah agak ramai. Ada motor yang lalu lalang dan beberapa mobil. Sedangkan orang yang berjalan kaki tidak ada satupun. Berarti pria itu benar-benar menghilang.

"Ha...hantu itu benar-benar ada. Tetapi kenapa hantu itu mengenakan seragam SMA. Yang jadi petanyaan adalah memangnya waktu zaman penjajahan Belanda, seragam putih abu sudah ada? kata Naina dalam hatinya. Ia terengah-engah di sisi jalan. Nafasnya hampir putus saking lelahnya. Mimpi apa dia semalam sampai bertemu hantu bule sepagi ini.

Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Ia melihat bangunan sekolahnya, Naina menarik nafas lega. Akhirnya sampai juga Ia di sekolahannya. Bangunan sekolahnya itu tampak sederhana walaupun menurut informasi dari sepupunya. Sekolahnya adalah sekolah swasta terbagus di Kota Banda.

Ketika Naina sampai di depan pintu gerbang, Ia melihat satpam sekolah berdiri di depan dengan gerbang ditutup. "Maaf, Pak. Saya mau masuk," Naina berkata dengan sopan.

Satpam itu melihat ke arah jam tangannya dan menggelengkan kepalanya. "Ini sudah jam tujuh lewat lima belas menit. Gerbang ditutup pukul enam lebih empat lima."

"Enam lebih empat lima menit? Bukannya sekolah masuk pukul tujuh?" Naina terkejut, bukannya sewaktu mendaftar Ia mendengar dari kesiswaan kalau sekolah masuknya pukul tujuh tepat. Apa Ia salah dengar?

"Di sekolah ada program literasi dulu lima belas menit sebelum pembelajaran di mulai. Jadi Kamu terlambat." kata Satpam itu dengan tegas.

Naina melongo dengan wajah memelas. Kalau Ia tidak diperbolehkan masuk lalu bagaimana? Ia harus pergi kemana? Tidak mungkin Ia kembali lagi, Ia takut si hantu bule itu akan ada lagi.Ia memang pemberani tetapi kalau itu ketemu orang kalau ketemu hantu tidak mungkin Ia berani. Banyak orang bilang kalau begal lebih menakutkan dibandingkan hantu tetapi bagi Naina Hantu jauh lebih menakutkan dibandingkan begal sepanjang begal itu tidak membawa senjata api.

"Jangan begitu Pak Satpam, tolong saya. Saya murid baru dan tidak tahu apa-apa. Tidak mungkin saya pulang lagi. Ini hari pertama saya masuk sekolah." kata Naina dengan wajah memelas dan mata berkaca-kaca. Bahkan Ia sudah mulai merinding lagi bulu kuduknya. Ia tidak mau hantu bule ada lagi. 

Satpam itu tampak iba melihat Naina yang tampak sangat menyedihkan.Mukanya merah padam dan keringat berleleran di pelipisnya, nafas terengah-engah dan rambut acak-acakan.

"Kalau begitu tunggu sebentar,s aya akan lapor dulu ke piket," kata si satpam seraya masuk ke dalam dan membiarkan Naina di luar, tetapi Naina tidak sudi ditinggalkan sendirian. Begitu Pak Satpam masuk ke dalam maka Naina  berlari mengejar si Pak Satpam.

"Jangan tinggalkan Aku, Pak Satpam," teriak Naina sambil memegang tangan si Pak Satpam dengan tubuh menggigil ketakutan.

Si satpam tentu saja merasa risih di pegang tangannya oleh Naina walaupun Naina sangat cantik tetapi tentu saja ini tidak diperbolehkan.

Naina sendiri langsung tersadar kalau Ia memegang tangan Pak Satpam dan dengan malu-malu Ia melepaskan tangannya dari lengan Pak satpam. "Maaf ya, Pak kalau saya tidak sopan. Tapi tadi saya ketemu hantu bule di jalan. Sangat menakutkan," kata Naina sambil menengok ke belakang. Ia takut kalau hantu bule itu tiba-tiba muncul lagi di hadapannya.

Si satpam benar-benar keheranan melihat tingkah laku Naina yang ganjil, "Hantu bule dari mana Neng? Seumur-umur Bapa di sini tidak ada hantu bule," kata si Satpam sambil menatap Naina keheranan.

Naina baru akan menjawab ketika seorang bapak-bapak berjalan menuju mereka, "Siapa itu yang kesiangan, Pak Dadang?" tanya bapak-bapak itu.

"Eh Pak Dedi, ini ada siswa baru yang kesiangan. Mau saya suruh pulang lagi tetapi katanya dia tidak tahu kalau di sekolah kita ada peraturan kalau gerbang akan ditutup pada pukul enam empat lima."

"Oh, iya Naina ya? Pindahan dari Kota Bandung?" tanya bapak-bapak yang disebut Pak Dedi oleh pak satpam.

"Benar Pak, saya minta maaf sudah kesiangan, tolong jangan suruh saya pulang lagi. Saya janji tidak akan kesiangan lagi," Naina menangkupkan kedua tangannya dengan wajah benar-benar minta dikasihani. Ia tidak sanggup kalau harus kembali lagi  dan bertemu dengan hantu bule itu.

DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang