Bau Tubuh Edward

14 1 0
                                    


Naina mengomeli Edward seraya memilih buah mangga yang hendak dibelinya. Edward hanya diam saja berdiri disampingnya seraya membawa buah naga, apel dan pisang. Walaupun Naina sedang mengomelinya tetapi Edward malah suka mendengarnya. Suara Naina bagaikan simponi yang indah di telinganya. Selama ini Edward hidup dalam kesunyian. Setiap pulang dari sekolah, Edward hanya akan terdiam di kamarnya atau duduk di depan rumah menikmati gelapnya kabut di sore hari menjelang malam.

Tetapi saat ini, Siang hari, Edward berdiri di samping Naina seraya membawa plastik berisi buah-buahan itu. Di bawah terik matahari yang sebenarnya kalau terkena di kulit Edward akan sedikit perih dan memerah tetapi tidak akan sampai menghanguskan tubuh Edward menjadi abu.

"Kau mau buah apa, Edward? Jeruk Medan ini sangat manis." Naina berkata seraya mencicipi sebuah jeruk lalu menyodorkannya kepada Edward. Edward menggelangkan kepalanya tetapi dalam hatinya Ia mengeluh. Jika memang Ia setengah manusia dan setengah vampir, mengapa lebih dominan sifat vampir pada tubuhnya? Ia berharap bisa memakan apa yang dimakan manusia dan bukannya meminum darah sebagai sumber energinya.

"Kau ini kenapa sih? Tidak makan ini, tidak makan itu, tidak minum ini, tidak minum itu. Bahkan kalaupun kau berpuasa kan tidak mungkin tiap hari," Naina mulai ngomel-ngomel lagi.

"Kelak kau akan tahu, mengapa aku tidak pernah mau ditawari makanan dan minuman olehmu?" sahut Edward seraya membayar semua buah-buahan yang dibeli Naina ke tukang buah. 

"Mengapa kau membayariku? Aku juga punya uang." Naina seperti tidak suka melihat Edward membayar semua buah-buahan yang Ia beli.

"Kitakan nengoknya barengan. Masa aku tidak boleh membayar." Edward memasukan uang kembaliannya ke saku celananya.

"Kan seharusnya kita bayar patungan," Naina masih belum terima. Ia tidak suka kalau ada orang yang membayar apa yang Ia makan atau Ia beli. Naina tidak suka berhutang budi kepada siapapun.

"Kitakan mau menikah, kenapa harus itung-itungan sih?" Edward malah menggoda Naina. Tentu saja Naina semakin kesal.

"Siapa lagi yang mau menikah denganmu sekarang. Aku bukan penganut paham pernikahan dini. Aku tidak mau merusak masa mudaku dengan mengurus suami dan anak-anak."

"Kau tidak perlu melakukan itu karena aku yang akan mengurus mereka," Edward malah mencoba merayu Naina. Naina mendelik hingga kedua matanya hampir meloncat keluar.

"Enggak ah, Aku bukan wanita bodoh yang mudah tertipu mulut manis laki-laki. Para pria memang selalu manis jika ada maunya lalu mereka akan sewenang-wenang jika kita sudah menjadi istri mereka."

"Kau terlalu banyak menonton drama Indosiar," ucap Edward seraya tertawa tetapi Ia tidak berani tertawa terlalu lebar karena takut taringnya terlihat keluar.

"Bodo amat. lagian ingat aku memang mencintaimu tapi jangan harap kau dapat membuatku menuruti apapun perkataanmu. Cinta boleh tetapi buta jangan. Bagiku cinta itu adalah sesuatu untuk mencapai kebahagian bukan untuk mendapatkan kesengsaraan. Aku tidak mau mengorbankan apapun atas nama cinta jika kelak akan membuatku sengsara. Karena aku mencintai diriku lebih dari apapun."

"Aah.. Kau sangat berprinsip sekali Naina," Edward jadi cemas mendengarnya. Rencananya hari ini Ia akan mengatakan semuanya kepada Naina. Ia ingin memberitahukan Naina kalau Ia vampir. Tadinya Ia berharap Naina yang mencintainya akan tetap mencintainya walaupun Ia berbeda dengan Naina. Muka Edward seketika menjadi murung dan itu terlihat oleh Naina.

"Kau ada apa? Apakah kau keberatan dengan kata-kataku? Kau tidak bermaksud untuk memanfaatkan aku bukan?" 

Edward menggelangkan kepalanya,"Tidak Niana, aku sangat mencintaimu dan berharap kalau kita akan tetap bersama hingga maut memisahkan kita. Jadi aku tidak akan pernah memanfaatkanmu sedikitpun."

"Bagaslah kalau begitu, Ayo kita pergi naik Delman. Itu Delmannya." Naina menunjuk ke arah Delman yang sedang melaju ke arah mereka. Di Kota Banda masih banyak Delman sebagai alat transfortasi pengganti becak. Naina mengacungkan tangannya meminta Delman itu untuk menepi. Kusir Delman menghentikan laju kudanya.

"Mang ke jalan Karakas, ya. Itu di sebelah sana." Naina menunjuk ke arah jalan dimana rumah Salwa berada. Kusir delman tampak senang karena ada penumpang.

"Dua puluh ribu ya," katanya sambil menyebutkan ongkosnya. Salwa tampak tidak keberatan dengan harganya karena terbukti langsung naik. Edward tampak ragu ketika akan naik. Ia melihat kuda itu bergerak-gerak seperti gelisah akan dinaiki oleh Edward. Firasat binatang sangat tajam jika ada makhluk yang mungkin akan mengancam keselamatannya. Bau tubuh Edward bagi sebagian binatang  seperti bau binatang buas. Jadi kuda itu kemudian meringkik dan menghentakkan kakinya seakan ingin berlari menjauhi Edward.

"Turun Naina!" Edward memberikan perintah karena Ia merasakan kalau kuda itu takut dengan keberadaannya. Edward takut kuda itu mengamuk dan mencelakai Naina. Naina tampak bingung karena delman bergerak-gerak tidak beraturan. Si kusir menggerakan cambuk kecil di tangannya dan memukulkan ke tubuh kudanya untuk menenangkan kudanya.

"Huss... Kunaon ari maneh siah Begu. Ngadon ngamuk kieu! ( Mengapa kau Begu, malah mengamuk seperti ini)" Si kusir memarahi kudanya sambil terus mencambuk tubuh kudanya berharap kudanya akan menjadi tenang. Tetapi daripada menurut kudanya malah semakin kuat bergerak-gerak hingga tali kekang yang dipegang sekuat tenaga kalah kuat dengan tarikan kuda. Kuda yang bernama Begu itu malah berlari dengan kencang. Untungnya Edward dengan cepat menarik tangan Naina yang mulai menjerit-jerit ketakutan. Tubuh Naina tertarik oleh tarikan tangan Edward dan Edward langsung merangkul Naina kemudian memangkunya agar Naina tidak terjatuh.

Naina memeluk leher Edward dengan kuat, tubuhnya gemetar. Naina memang pemberani tetapi kalau itu berhadapan dengan manusia tetapi kalau sudah berhadapan dengan binatang seperti kuda atau anjing atau apapun selain kucing dan burung maka Naina akan ketakutan juga.

Edward menenangkan Naina sambil melihat kuda yang melarikan diri menjauhinya. Edward menjadi kasihan dengan kusir delmannya. Ia tampak sibuk mengendalikan kudanya tetapi kuda itu tidak menghiraukan si kusirnya. Kuda itu lebih takut dengan Edward dibandingkan dengan cambukan kusir delman.

Edward menurunkan Naina ke bawah karena orang-orang mulai berkerumun dan bertanya ada apa. "Kudanya mengamuk," kata Edward pendek. Tetapi sesaat kemudian orang-orang tidak tertarik dengan kuda karena tampilan Edward dianggap lebih menarik dari kuda. Ada orang bule di kota Banda. Edward seperti boneka menekin yang ada di toko-toko versi manusianya. Beberapa tampak penasaran apakah Edward manusia biasa atau boneka.

Melihat orang-orang mengerubungi mereka, Naina segera tersadar dan menarik tangan Edward dan diseret menjauhi orang-orang yang masih ingin melihat pria bule berambut pirang itu. "Kaya belum pernah melihat orang bule saja. Dasar kampungan semua," kata Naina walaupun kemudian dia tersadar kalau mereka mungkin memang belum pernah melihat bule.

"Kau terlalu mencolok perhatian Edward," ucap Naina seraya berjalan lagi. Tetapi Ia kemudian berteriak, "Mana buah-buahannya?" tanya Naina.

"Ini..." Edward mengacungkan keresek-keresek yang berisi buah-buahan. Naina menghembuskan nafas lega. 

DICULIK PANGERAN VAMPIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang