hola gess!!
sebelumnya jangan lupa di vote n follow aku kalo mau (hehe) gapapa kan? iyaa, sankyuu<3
jangan pasif ya, bingung... but well its okey, not big deal kok
OKEY, HAPPY READING!!
.
.
.Aileen mengusap tangannya yang sempat ditepis oleh pria didepan. Aileen seketika sadar kalau dia pernah bertemu dengannya. Tapi dimana?
Aileen menghela nafas sebelum melihat ke arah pria itu sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya.
"Gue sudah bilang minta maaf, nih. Jadi, lo mau maafin gue, kan? Untungnya lo enggak apa-apa," Aileen masih menunggu tanggapan dari pria tersebut dengan sabar.
Walaupun kesabaran miliknya setipis tisu, Aileen masih akan terus membuat permintaan maafnya di terima.
"Oi. Lo bisu apa gimana? Eh, sorry, sorry. Tapi gue bingung harus gimana sekarang." Aileen menampar mulutnya pelan namun berkali-kali karena dia sudah tidak sopan.
"Enggak apa-apa."
Setelah menjawab dengan pelan, Erden melihat Aileen sekilas namun kembali menundukkan kepalanya.
"Sekali lagi, gue minta maaf, ya. Enggak sengaja benar. Serius."
Aileen buru-buru memberikan pose jari dua, peace. Tetapi tidak tanggapan dari pria di hadapan Aileen sekarang juga.
Aileen dibuat bingung dengan tingkah pria di depannya. "Lo kok liat jalan terus, sih? Pemandangannya juga aspal doang. Terus, kalau orang bicara itu lihat orangnya. Enggak sopan lo ini," ceramah singkat dari Aileen sebelum mengutak-atik handphone nya.
Erden masih terus menunduk. "Tapi, anda bukan mahram saya. Afwan, jika saya menganggu anda. Assalamualaikum," salam Erden singkat. Ia mati-matian untuk tidak melihat wajah Aileen dan hanya kembali ke dalam mobil.
Aileen bertambah bingung, menggaruk-garuk kepalanya dengan yang tidak gatal sebelum nancap kembali gas motor sport miliknya.
Erden menyadarkan kepalanya di stir mobil. Seluruh wajahnya sangat panas dan merah. Erden buru-buru berdzikir sebanyak-banyaknya sampai dia kembali tenang.
"Astaghfirullah... Ya Allah kenapa takdir Engkau..." Erden kehilangan kata-katanya dan hanya mengusap wajahnya kasar sebelum kembali mengendarai mobilnya dengan Arden, yang kini langsung pindah ke pangkuan Erden dan memainkan jari Erden yang tak memegang stir.
-AUGE-
At Althaf Residence
"Papa!"
Setelah selesai membeli jajanan dari luar apa saja yang ingin Arden inginkan, hanya langsung dibeli oleh Erden. Erden dengan buru-buru keluar dari mobilnya dan menghampiri Zein yang sedang di gazebo dekat taman pribadi milik keluarga Althaf.
Zein yang sedang bermesraan dengan Kanaya, merasa terganggu karena teriakan Erden.
"Erden, kecilkan suaramu. Kamu itu sudah seorang Gus, sudah pewaris pula, kecilkan suaramu saat berhadapan dengan orang tua, putraku," tegur Zein sedikit jengkel, namun tetap di tahan.
Erden menundukkan kepalanya dan menggandeng Arden untuk duduk di samping Kanaya.
Arden hanya duduk dipangkuan Kanaya sambil memakan telur gulung dan es tehnya. Kanaya sesekali mengulum senyuman manisnya pada Arden sembari mengelus-elus kepala mungil Arden.
Zein juga mencubit pelan pipi chubby milik Arden, sedikit memerah.
"Assalamualaikum," salam Erden karena lupa.
"Waalaikumsalam," ucap Zein, Kanaya, dan Arden pula.
"Langsung saja. Erden, beritahu kami," lerai Kanaya dengan seberusaha keras mungkin untuk membuat suaminya dan putranya tidak bertengkar.
Erden menghela nafas yang sedikit memburu. Kedua pipinya masih saja kemerah-merahan. Zein dan Kanaya saling bertukar pandang bingung karena sikap Erden.
"Tadi... Aku kebetulan bertemu dengan Alin dijalan...," ujar Erden pelan, namun pikirannya masih terus berdzikir untuk mengingat sang Pencipta.
Kedua mata Zein melebar, bahkan Kanaya pula.
"Kamu lamar?"
"Enggak mungkin lah, pa."
"Kok?"
"Enggak mungkin aku lamar dia di tengah jalan, papa Zein Althaf," balas Erden sedikit gemas dan ingin meremas wajah Zein.
Zein hanya tertawa kecil melihat putranya yang sedikit kehilangan kesabarannya saat menjelaskan.
"Terus kapan, Erden? Daripada nanti Aileen diambil sama orang--"
"Besok."
Kedua bola mata Kanaya dan Zein terbelalak saat Erden memotong percakapan mereka dengan jawaban tegas miliknya.
"Besok," ulang Erden yang masih menatap Zein dan Kanaya serius.
Zein sedikit memberikan senyuman tipisnya pada Erden. Sedikit lega karena Erden terlihat ingin ngebut nikah sama pujaan hatinya dari dulu. Sedangkan Kanaya, pikirannya masih blank.
"Malam? Apa perlu papa buatkan undangan buat makan malam bersama calon mertua mu?" tanya Zein yang kini berdiri dari bangku dan menepuk-nepuk pundak kekar putranya.
Erden menghela nafas lega sebelum mengangguk. Memberikan senyuman tipisnya namun bisa bikin kaum hawa mleyot. "Tolong, ya, pa. Syukron."
Kanaya akhirnya ikut menganggukkan kepala. Setuju dengan suami maupun putra pertamanya.
"Semoga lancar."
-To Be Continued-
FIND ME ON INSTAGRAM @aicanaalvins
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDREEN : VOW TILL END (END)
Teen Fiction"Waktu umur mu 5 tahun, kamu bilang saya ganteng dan menyentuh saya. Itu pertama kalinya saya bersentuhan selain mama saya. Saatnya, kamu menjadi milik saya, Aileen Zelene Azzura." "Choose me for our pray, my redbean." Itu adalah adalah kata-kata ya...