[AUGE] 19

17.5K 730 56
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***



Usai menunaikan sholat Dhuha, Erden bangkit dari shaf dan buru-buru keluar dari musholla rumah sakit. Dering handphone miliknya bergetar, membuat pemilik benda tersebut menatap layar handphone dengan hampa.

Dari Kenzie rupanya. Sedikit merasa kesal, Erden tetap memencet tombol hijau untuk menjawab panggilan tersebut. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Anyway, just let me say in straightforward to you."

"What's is it about? My business?" tanya Erden sedikit mengeras.

Kenzie mengangguk. "Yup. I already solve it. About the data there's such a trouble, but I already done to solve it." Erden mengangguk pelan, lega karena satu masalah telah selesai.

"But about your profit... it's a little bit..."

"I know. I already expected this matter," potong Erden cepat. 

"No need worry, Kenzie. I can handle it, Nashir also handle that matter too. I can relax a little bit."

"Are you okay?" Pertanyaan dari Kenzie dari ujung telepon sedikit membuat Erden terkejut.

"Good. Pretty fine. I'm fine. I can handle it everything."

Hening setelah Erden mengucapkan kalimat tersebut. Bahkan Kenzie tidak menanggapinya.

"Kenzie, there's nothing to talk about something again, right? I hang up. And-"

"Woah, wait!" Cegah Kenzie sebelum Erden ingin menutup sambungan telepon mereka.

"Don't forget my reward. As usual," kode dari suara Kenzie sudah diketahui Erden dari sejak jaman mereka kuliah bareng di Oxford.

Erden sedikit tersenyum miring, merasa terhibur sedikit. "Black card?" tanya Erden mancing.

"Right! You know it. I'll catch up you later. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Erden tersenyum sejenak sebelum melirik jam di layar handphone miliknya. "Sudah pukul 11.24," menjeda sebentar sebelum berpikir keras. "Selama itu saya berdoa, kah? Maaf, Aileen. Saya akan melamar kamu kembali setelah papa siuman. Maaf, sepertiga malam-ku."

Erden memasukkan handphone nya di saku celananya sebelum melangkah kembali ke ruang dimana Zein masih pulas yang dibantu dengan selang pernafasan.

-AUGE-

"Sejak saat pertama, melihat senyuman nya... Jantung berdebar kencang, inikah pertanda?"

Kenzie senyum sendiri saat mengingat kejadian tadi malam. Kenzo melihat dari jauh dengan raut bingung, melihat kembaran nya nyanyi dengan muka yang terus tersenyum tanpa alasan.

"Tuhan tolong aku ingin dirinya, pandangan pertama, memikirkannya," lanjut Kenzie sambil mengubah lirik lagu. Memukul meja di hadapannya dengan salah tingkah brutal. Kenzo tercengang melihat sifat kembarannya yang sudah tak waras.

Wajah garang tapi kelakukan seperti anak kecil.

"YA ALLAH!" teriak Kenzie tiba-tiba.

"Sumpah, kamu kenapa, woi?! Dari tadi kelakuan kayak orang gila, tau enggak?"

Kenzie menggeleng kepalanya untuk menjawab sentakan pertanyaan Kenzo. "Enggak." Masih tersenyum tanpa alasan yang dapat ketahui Kenzo.

Ekspresi Kenzo berubah datar, capek. Dari bayi, Kenzie tidak berubah. Bahkan sama bunda mereka, Kenzie masih minta di kelonin. Manja.

"I tired being with you," ucap Kenzo dengan raut muka datar.

Kenzie mengerut bingung. "Why? Am I act like crazy person again?" tanya Kenzie dengan muka polos miliknya.

"No need to ask."

Kenzie bertambah bingung. Kenzo bahkan sudah tidak peduli lagi.

"Aku dengar, Om Zein di rumah sakit," ucapan Kenzo membuat Kenzie kaget. 

"Kepeleset di kamar mandi katanya," lanjut Kenzo.

Kenzie berpikir keras, rahangnya mengeras. "Terus, si calon istrinya bagaimana? Harusnya hari ini, kan?" Kenzie cepat-cepat membuka layar handphone nya. "Sudah jam setengah 12, loh," lanjut Kenzie, wajahnya kebingungan sendiri.

Kenzo mengangguk. "Tapi, tadi sudah jadi keputusan dia. Kita cuma bisa berdoa saja hasilnya bagaimana. Tetap positive thinking saja," sahut Kenzo santai, sedikit khawatir juga.

"Arden bagaimana? Tante Kanaya?" tanya Kenzie yang masih penasaran.

Kenzo meneguk air putih di gelasnya sebelum menjawab. "Sudah di jemput sama Tante Kanaya tadi setelah Om Zein mendapatkan kamar. Arden bahkan kebingungan. Tante Kanaya masih tidak berani buat kasih tahu ke Arden," jelas Kenzo.

Adzan menandakan bahwa waktu Jum'at-an untuk para kaum lelaki sedang berkumandang. Kenzo dan Kenzie akhirnya terpaksa menghentikan perbincangan mereka, siap-siap untuk pergi ke masjid setelah mengganti pakaian dan mengambil air wudhu.

-AUGE-

Erden masih mementingkan agama. Sambil menggendong Arden, ia berjalan keluar dari rumah sakit untuk sholat Jum'at setelah meminta izin pada Kanaya. Zein masih belum siuman, itu membuat Erden semakin khawatir. Sedangkan Arden hanya berpikiran bahwa Zein tidur dengan model variasi baru.

Bagaimanapun juga masih anak kecil, baik Kanaya dan Erden tidak mampu memberitahu alasan sebenarnya pada anak kecil yang masih berumur 5 tahun.

Langkah Erden menuju ke parkiran rumah sakit. Deretan demi deretan mobil, Erden lewati. Akhirnya sampai tepat pada mobil Tesla miliknya, Erden membuka pintu dan meletakkan Arden di pangkuannya sebelum menutup pintu seraya memakai seat belt.

"Au colat Jum'at?" cadel Arden sedikit membuat Erden terhibur. Mengelus dan mengecup pipi chubby Arden sambil mengangguk.

Satu tangan Erden memegang stir mobil, sedangkan satunya menjaga tubuh mungil Arden untuk tetap nyaman di pangkuannya.

"Papa kok lum bangun tadi?"

"Hmm? Oh, papa kecapekan makanya papa tidur agak lama, dedek. Nanti bangun kok, sayang. Nanti waktu sholat Jum'at, doain, ya. Biar papa cepat bangun terus sehat lagi," ucap Erden manis, berusaha menahan rasa khawatirnya di depan adik angkatnya.

Arden mengangguk, memainkan dasi Erden.

Erden sedikit tersenyum tipis sebelum kembali fokus ke jalan raya yang padat penuh dengan berbagai kendaraan. 

Bahunya turun lagi setelah mengingat Aileen. Lelaki itu membuang nafasnya kasar, sedikit mengeratkan pegangannya pada stir mobil, membuat buku-buku jemarinya memutih.

"Bagaimanapun juga, dia sepertiga malam-ku. Maafkan saya, Aileen Zelene Azzura. Setelah ini, kamu saya pelet halal untuk menerima lamaran saya," ucap Erden pelan tapi penuh niat sungguh-sungguh. Tidak mungkin dia melepaskan gadis yang sudah ia buntutin dari remaja hingga sekarang.

"Makca..." komentar Arden yang masih memainkan dasi Erden.

"Biarin."


TBC

*ini cerita murni dari pemikiran sendiri, maaf kalau ada typo atau kurang nyambung

maap juga kalo ngerasa bacanya cepet, soalnya bingung juga~

happy reading all!

fyi sekalian nak promosi (hehe) : ig : ileen.boun

jangan lupa komentar yang random gapapa, soalnya random tu seru

ALDREEN : VOW TILL END (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang