"Maksudnya? Saya itu anak dari Abi! Kalian tau Abi Rabia? Ayah saya! Harusnya saya bisa masuk ke sini, Perusahaan Althaf! Perusahaan Rabia kerja sama dengan Althaf!" berontak Laila di depan pintu masuk perusahaan Althaf.
Nafas nya sudah tersengal-sengal karena satpam terus mencegahnya, Laila menatap tajam satpam yang ada di hadapannya.
Ia sedikit memalingkan mukanya sebelum mengatur nafasnya. "Saya Laila Qistina Rabia. Saya harusnya masih ada hak untuk masuk ke perusahaan Althaf," hardik Laila tanpa sadar karena emosi sudah menyelimuti seluruh otaknya.
Satpam itu masih kekeuh untuk menggeleng, "Maaf. Tapi, Tuan Aldric sendiri yang tidak memberi izin untuk keluarga Rabia agar bisa masuk. Bahkan Tuan Zein pula berucap seperti demikian rupa," jelas satpam tersebut. Laila menanggapi hal ini omong kosong belaka.
Bagaimana keluarga Althaf membatasi pertemuan dengan Rabia? Otak Laila cukup frustasi untuk memikirkannya.
"Saya yakin ada kesalahan! Saya akan menghubungi Om Zein kemudian! Kalian tak bisa dipercaya!"
Satpam itu mengangguk tanpa merasa keberatan atau takut dengan ancaman yang dilontarkan dari mulut Laila. "Silakan."
Saat hendak mengambil handphone, perhatian Laila kini berpusat pada sosok Erden yang tengah berjalan sedikit buru-buru karena harus menghadiri meeting.
Laila mendorong tubuh satpam begitu saja saat sedang lengah. Satpam itu tersungkur dan meringis kesakitan, namun Laila tak peduli. Lantas, ia langsung menghampiri Erden dan memegang lengan pria itu.
Spontan dan baru saja tersadar, Erden langsung menepis lengannya dan tak sengaja menampar kepala Laila. Sedikit terkejut, bahkan Nashir di belakang nya terkejut bukan main.
"Kok jahat..." protes Laila sambil memegangi kepalanya yang nyut-nyutan.
"Saya peduli? Tidak," ujar enteng Erden balik.
Laila memasang tampang kesal nya pada Erden. Tapi, Erden masih terus menoleh pada objek lain agar menghindari Laila langsung. "Fine. Kita langsung ke inti. Ada yang ingin aku tanyain. Kenapa kamu tidak membiarkan Abi dan Laila Rabia masuk ke perusahaan mu? Aku masih ada harus yang dibahas bersama mu, Aldric."
"Hanya alibi. Bukan itu merusak pernikahan saya, kan?"
Pertanyaan itu cukup tiba-tiba tentunya. Rahang Laila terjatuh. Ia tidak ingin Erden menanggapi nya sebagai wanita gila. Namun kenyataannya seperti itu.
"Aku masih suka sama kamu, Aldric," ungkap Laila pantang menyerah. "Aku sudah menunggu dari lama! Maaf buat sebelumnya! Aku benar-benar cinta kamu!" pekiknya hingga karyawan memelototinya tak percaya. Cukup memerlukan keberanian yang tinggi.
Erden akhirnya terpaksa untuk menoleh ke belakang dan tersenyum tipis pada Laila. Seketika Laila langsung salah tingkah, menghapus kasar wajahnya yang sudah berair.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDREEN : VOW TILL END (END)
أدب المراهقين"Waktu umur mu 5 tahun, kamu bilang saya ganteng dan menyentuh saya. Itu pertama kalinya saya bersentuhan selain mama saya. Saatnya, kamu menjadi milik saya, Aileen Zelene Azzura." "Choose me for our pray, my redbean." Itu adalah adalah kata-kata ya...