"Gila kamu, Nashir."
Tangan Aileen bergetar saat memegang telpon. Bukan miliknya, melainkan milik Erden.
Aileen sudah membaca chat Nashir. Otaknya seperti terus menghantam benda tajam yang memaksanya untuk terus berpikir bagaimana cara menyembuhkan suaminya.
Zein dan Kanaya tidak tahu penyakit yang sedang menggerogoti hidup putra kandung nya sendiri.
Aileen bahkan terus berkomat-kamit untuk memberitahu orang tua nya atau tidak.
Sungguh. Situasi wanita tersebut sedang di ujung tanduk.
"Maaf, Ning. Tapi, suami anda sendiri untuk merahasiakannya. Saya-"
"KALAU GINI SAYA YANG HARUS BAGAIMANA?!" ucap Aileen sengaja memotong.
Air mata sudah terbendung.
Berkali-kali menguatkan dirinya untuk tidak menangis. Hal yang sekarang ia lakukan bukanlah menangis.
"Siapa yang kasih arsenik itu? Siapa, Nashir?"
"Bersumpah, Ning. Saya juga tidak tahu. Maaf. Sungguh maaf."
Hanya jalan buntu. Aileen melirik suaminya yang masih terbaring di brankar rumah sakit dengan selang oksigen yang terpasang di mulutnya untuk membantu respirasi.
Masih belum sadar.
Tidak ada cara lain lagi. Aileen bertekad untuk memutuskan pulang ke Indonesia. "Nashir, tolong pesankan tiket untuk balik ke Indonesia. Saya dan suami saya memilih untuk pulang." Aileen memikirkan hal yang lebih gila. "Tidak. Gunakan jet pribadi suami saya."
Walaupun cukup beresiko, Aileen harus menyadari kalau orang tua mereka juga harus mengetahui keadaan Erden sekarang. Tidak bisa di lakukan diam-diam. Tapi, Aileen juga cukup khawatir dengan faktor umur mereka untuk mengetahui kondisi kekacauan ini sekarang.
Merasa dirinya terjebak.
"Baik, Ning. Maaf. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Waalaikumsalam."
Setelah memutuskan panggilan, wanita itu mendekati brankar dan mengamati wajah Erden yang masih pucat pasi.
"Apa... Apa tujuan kamu ingin punya anak cepat-cepat biar kamu enggak khawatir?"
"Kak, kenapa sembunyiin hal ini dari aku? Aku kan istri Kakak..."
"Ah... Apa aku kurang dewasa? Kakak sendiri yang bilang kalau Kakak gak mempermasalahkan."
Aileen merasa bodoh. Berbicara dengan dirinya sendiri lantaran manusia di hadapannya masih tidak sadar.
Tertawa gentir.
"Semudah itu kah kamu ninggalin aku?"
"Mana janji mu buat selalu sama aku? MANA?!"
Tangis pecah sudah. Aileen meraung-raung bahkan badannya gemetar hebat. Nafasnya cekatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDREEN : VOW TILL END (END)
Teen Fiction"Waktu umur mu 5 tahun, kamu bilang saya ganteng dan menyentuh saya. Itu pertama kalinya saya bersentuhan selain mama saya. Saatnya, kamu menjadi milik saya, Aileen Zelene Azzura." "Choose me for our pray, my redbean." Itu adalah adalah kata-kata ya...