Sial!
Sabrina baru tau kalau ternyata buku musiknya tertukar dengan buku fisika Fikri saat mereka bertabrakan hari sabtu lalu. Harusnya Sabrina menyadarinya dari kemarin, namun ahad kemarin memang ia habiskan dengan mengerjakan semua tugas pelajarannya, dengan kata lain ‘kemarin Sabrina bolos ekskul’ makanya dia tidak menyadari kalau buku musiknya tertukar dengan buku lain.
Gadis itu buru-buru memasukkan buku milik Fikri ke dalam ranselnya, kemudian memasang sepatu putih di kakinya meski belum dialasi kaos kaki, setelahnya dia bangkit mengambil dasinya lalu menggantungnya di leher, tanpa memasang dasinya terlebih dahulu dia langsung memakai jas almamaternya. Sabrina menarik ranselnya dan mencangkloknya di pundak kanan, lalu berjalan keluar dari kamar dengan kedua tangan yang terangkat menyatukan rambut panjangnya, tidak lupa karet hitam yang terselip di antara bibirnya.
Karet itu masih terselip di sana begitu satu tangannya membuka pintu rumah sedangkan satunya lagi tetap berada di kepala untuk menahan rambutnya yang sudah terkumpul menjadi satu. Harusnya, adegan berikutnya Sabrina mengikat rambutnya, namun gadis itu malah terdiam karena mendapati seorang pemuda berdiri tepat di depan rumahnya.
Fikri Khaizuran, pagi-pagi begini penampilannya sudah rapi berbeda 180 derajat dari penampilan Sabrina. Melihat buku hitam di tangannya membuat Sabrina langsung paham maksud kedatangan pemuda itu, tanpa basa-basi kedua tangan Sabrina dengan cekatan membuka ranselnya untuk mencari buku milik Fikri, yang mana akhirnya membuat rambut panjang gadis itu mau tidak mau jadi terurai kembali.
Tanpa ada percakapan, kedua buku hitam itu di-barter begitu saja. Sabrina merasa tidak ada yang perlu dibicarakan, sedangkan Fikri juga diam seperti tak punya niat untuk berbicara. Atau tidak, karena setelah membalik badannya, Fikri justru tidak langsung melangkah, melainkan kembali menoleh ke arah Sabrina. Apa pemuda itu ingin mengatakan sesuatu?
Sabrina mengangkat alisnya menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Fikri. Namun suara Fikri sepertinya hanya sampai di kerongkongan, mulutnya yang sebelumnya sedikit terbuka juga kembali terkatup. Pemuda itu tidak jadi menyampaikan kalimatnya dan memilh pergi begitu saja. Sabrina hanya mengendikkan bahunya acuh, sebenarnya sedikit penasaran, tapi ... ya sudahlah.
Karena tujuan mereka sama, otomatis jalurnya juga sama, makanya Sabrina mau tidak mau harus berjalan di belakang Fikri. Tidak ada niat mendahului, Sabrina terpaksa berusaha menyesuaikan langkahnya dengan langkah pemuda itu. Namun langkah Fikri tiba-tiba saja terhenti ketika mereka hampir sampai di koridor parva domus 1. Penasaran apa yang terjadi, Sabrina memiringkan kepalanya mencoba mengintip dari balik punggung tegap Fikri, ternyata di depan pintu parva domus 1 ada Razel bersama Papanya.
“Pagi, Om.” Fikri menyapa.
“Pagi, Fik.” Laki-laki yang lebih tua itu tersenyum memukul pelan pundak Fikri.
Fikri lalu memberi kode bahwa dia akan pergi duluan, setelah mendapat izin, pemuda itu benar-benar pergi meninggalkan Sabrina bersama dua orang lainnya. Sabrina jelas tidak punya niat menyapa seperti apa yang Fikri lakukan, gadis itu sudah siap melangkah begitu suara Papanya Razel malah terdengar memanggil namanya, membuat Sabrina mengurungkan niatnya hingga berakhir diam di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RABIDUS FAMILIA
Teen FictionBersaing dengan orang lain ❌ Bersaing dengan sepupu sendiri ✅ Dalam bahasa latin, RABIDUS FAMILIA berarti KELUARGA GILA. Maka sesuai dengan judulnya, cerita ini akan membuat kalian paham akan betapa gilanya keluarga ADHINATHA. // ADHINATHA family, a...