3.1 Besaran vektor

680 58 0
                                    

Aleo keluar dari kelas komputer tepat setelah bel istirahat berbunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aleo keluar dari kelas komputer tepat setelah bel istirahat berbunyi. Kakinya melangkah menuju kafetaria. Di sepanjang koridor yang ia lalui, semua mata pasti tertuju padanya. Tidak heran, itu bahkan terjadi setiap hari, Aleo sudah sangat terbiasa.

Tapi kali ini tatapan yang mereka berikan berbeda, lebih seperti tatapan penasaran. Mungkin karena Aleo juga tidak bertingkah seperti biasanya, hari ini dia memang jadi pendiam, tidak berulah, dan tidak pecicilan. Pemuda itu bahkan mengikuti kelas dengan baik, tidak membolos seperti yang kemarin-kemarin.

Sebenarnya itu terjadi karena mood Aleo sedang dalam kondisi buruk. Bayangkan saja, sejak umur 9 tahun Aleo tidak pernah lagi merasakan yang namanya dimarahi karena Ibu sudah tidak ada. Tapi pagi ini, Aleo diomeli habis-habisan oleh Aleen, itu pun gara-gara masalah yang terjadi di perpustakaan semalam.

Aleen mempermasalahkan tindakan Aleo yang mendorong Fikri sampai terbentur di rak buku. Padahal itu jelas-jelas salahnya Fikri, siapa suruh si paling suci itu tidak mau melepaskan tangan Aleen padahal Aleo sudah menggertaknya lewat tatapan mata.

Sampai di kafetaria, Aleo langsung berjalan menuju meja teman-temannya, duduk di kursi yang posisinya berada di tengah-tengah Laskar dan Ibra, lalu menyambar minuman botol rasa green tea yang ada di depan Ibra.

“Muka lo kenapa, Yo? Sumpek amat.”

“Iya, habis ketemu Mr. Sup, ya?”

Aleo tidak menanggapi, dia lebih memilih memainkan botol minuman Ibra yang sudah kosong.

“Lo ada masalah, Yo?” Berbeda dari Vero dan Tian yang sebelumnya bertanya secara santai, Laskar justru bertanya dengan wajah serius. Aleo akui kapten Aritcers itu memang paling peka di antara mereka.

“Atau ada yang gangguin lo?” Bryan ikut bertanya.

Namun kepala pemuda itu malah mendapat pukulan pelan dari Ibra. “Goblok! Emang lo pikir ada yang berani gangguin Leo?”

“Hehe ... iya juga.” Bryan mengusap kepalanya. “Terus lo kenapa dong, Yo?”

Sadar semua tatapan teman-temannya tertuju padanya, Aleo berhenti memainkan botol yang ada di tangannya. Tatapan matanya yang sebelumnya menunduk memperhatikan botol itu, secara perlahan terangkat dan menatap lurus ke depan.

Tidak disangka, matanya malah menangkap sosok Aleen yang sedang berbicara dengan teman-temannya. Ternyata gadis itu juga ada di sini, tempat duduknya hanya berjarak 2 meja dari tempat Aleo. Saat gadis itu juga menatap ke arahnya, Aleo langsung memalingkan muka.

Sialan! Kenapa Aleen bisa seberpengaruh ini padanya?

Padahal Aleo tidak pernah merasakan perasaan kesal sebesar ini. Bahkan ketika orang lain menghinanya, Aleo masih mampu mengendalikan diri. Lantas kenapa dia justru merasa ingin meledak hanya karena fakta bahwa Aleen memarahinya demi Fikri.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang