Pukul 8 malam sebagian besar anggota keluarga ADHINATHA masih berada di tempat kejadian perkara atas musibah yang menimpa Razel. Tim penyelidik serta tim SAR pun turut hadir. Sampai detik ini Razel masih belum ditemukan. Tim penyelidik juga masih dalam upaya menganalisis bukti-bukti yang ada.
Sang kepala keluarga yang sudah cukup berumur seharusnya tidak perlu ikut hadir. Namun siapapun tau kalau nenek tua itu selalu lupa umur bila kejadian itu berkaitan dengan keluarganya. Bukan karena dia peduli, melainkan karena dia selalu ingin menjadi orang yang paling mendominasi.
Semua keputusan yang diambil harus berdasarkan persetujuannya, dan semua tindakan yang dilakukan harus berdasarkan perintahnya. Aleo tanpa sadar mendengus, muak melihat gestur tubuh Avia yang selalu berlagak seolah dirinya adalah seorang bos besar. Ya walau nenek tua itu memang bos besar, sih.
Tapi kan tetap aja manusia kering keriput seperti Avia harusnya diam saja di rumah, duduk manis baca koran sambil minum teh, merawat tanaman hias, merajut, atau kegiatan lain yang selalu dilakukan oleh para nenek-nenek seusianya. Bukan malah sibuk sekali ikut campur dalam urusan anak-anak beserta cucu-cucunya.
“Leo.” Suara Aleen terdengar.
Aleo menoleh. “Hm?”
“Kasihan deh sama Mamanya Razel, nangisnya dari tadi sore.”
Mendengar itu, Aleo spontan mengalihkan pandangannya pada seorang perempuan dewasa yang sedang menangis di pelukan suaminya. “Lo kasihan ke Tante Siska? Nggak perlu. Lo pikir itu asli? Nggak, itu cuma pura-pura. Kalau lo belum tau, bakat acting-nya Razel itu turunan dari nyokapnya.”
“Leo!” Aleen mendesis geram. “Jangan bilang gitu. Tante Siska beneran sedih, lo nggak bisa lihat matanya udah sembab gitu?”
“Lo nggak percaya sama gue?” Aleo membalas. “Fine, tunggu beberapa menit dan lo bakal liat sendiri buktinya.”
Meski Aleen tak lagi melawan tapi Aleo bisa melihat dengan jelas keraguan di mata gadis itu, sepertinya Aleen benar-benar tidak percaya pada ucapannya. Selang beberapa menit, bukti yang Aleo maksud akhirnya tiba.
“Ini semua pasti ulah Sabrina.” Teriak Tante Siska tiba-tiba.
Aleo yang sudah menduganya jelas tidak kaget lagi, berbeda dengan Aleen yang sampai tersentak mendengar pernyataan itu.
“Saya yakin yang melakukan ini pasti Sabrina, anak itu selalu iri pada putriku.”
“Siska!” Om Yudanta membentak.
“Mas! Jangan coba-coba belain anak haram-mu itu.”
“Siska jaga bicaramu.” Avia angkat suara. “Jangan sembarangan memfitnah. Pulang sekolah Sabrina langsung berangkat ke kota, Albert sendiri yang mengantar dan mengawasinya.”
“Tapi—”
“Siska jangan memperunyam masalah. Saya tau kau terpukul atas kejadian yang menimpa putrimu, tapi sampai hasil penyelidikan keluar, tolong control emosimu.” Kata Om Madaharsa ikut menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
RABIDUS FAMILIA
Teen FictionBersaing dengan orang lain ❌ Bersaing dengan sepupu sendiri ✅ Dalam bahasa latin, RABIDUS FAMILIA berarti KELUARGA GILA. Maka sesuai dengan judulnya, cerita ini akan membuat kalian paham akan betapa gilanya keluarga ADHINATHA. // ADHINATHA family, a...