7.5 Ekstrusi magma

611 60 16
                                    

Pukul 4 sore tadi, kepala keluarga ADHINATHA mendadak mengumumkan peraturan baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 4 sore tadi, kepala keluarga ADHINATHA mendadak mengumumkan peraturan baru. Bila dulu anggota keluarga tidak dipermasalahkan jika tidak ingin ikut makan malam bersama, maka mulai saat ini wajib bagi para anggota keluarga untuk ikut acara yang satu itu.

Selama ini hanya ada satu anggota keluarga yang rajin tidak mengikuti makan malam, siapa lagi kalau bukan Aleo. Sabrina mungkin juga jarang hadir di sana, tapi setidaknya gadis tomboi itu akan hadir 3 atau 2 kali dalam sebulan. Berbeda dengan Aleo yang memang tidak pernah.

Ah, pernah se-kali saat Aleen yang mengajaknya waktu itu.

Aleo paham sekali kalau target peraturan baru itu adalah dirinya. Entah apa lagi yang si nenek tua rencanakan sampai sebegitunya ingin Aleo hadir di meja makan super megah itu. Aleo yang dasarnya pembangkang jelas tidak punya niat untuk hadir, tapi gara-gara 9 pelayan berbeda yang bolak-balik memanggilnya, maka di sinilah Aleo berada.

Duduk di kursi yang posisinya paling jauh dari jangkauan kepala keluarga, namun masih berdekatan dengan Aleen.

Cenam vestram fruimini.” Kata Avia dengan lantang, semua orang serempak mengulang kalimat yang sama sebelum akhirnya mulai menyantap hidangan makan malam.

Kecuali Aleo, tentu saja. Tanpa menyahut, dan tanpa menyentuh hidangan yang sudah tersaji di depannya. Aleen yang mungkin menyadarinya, tiba-tiba menoleh. “Kenapa? Butuh bantuan?”

Aleo diam saja.

Aleen menarik piring yang ada di depan pemuda itu. “Sini, biar gue suapin.”

Yang patah memang tangan kanannya, tapi sejujurnya tangan kiri Aleo juga bisa bekerja sebaik tangan kanannya. Malahan, untuk aktivitas sehari-hari pemuda itu lebih suka menggunakan tangan kirinya, jadi Aleo sebenarnya bisa makan sendiri tanpa disuapi. Namun begitu Aleen menyodorkan sesendok nasi, dia tidak menolaknya sama sekali.

“Lo juga makan.” Kata Aleo.

Aleen mengangguk, gadis itu pun ikut makan, tentunya sambil menyuapi Aleo. Mereka berdua menggunakan satu sendok yang sama. Awalnya tidak berpikir kalau kelakuan meraka akan menarik perhatian orang-orang, pasalnya suara mereka sudah dipelankan nyaris berbisik-bisik.

“Sebelah tangan Aleo masih berfungsi, kan? Kenapa harus disuap?”

Namun ketika Avia menegur hingga membuat mereka berdua menoleh, barulah mereka sadar kalau semua anggota keluarga ternyata sedang memperhatikan mereka. Termasuk Papanya Aleen yang jadi satu-satunya orang yang menatap mereka dengan senyum terukir lebar, kentara menggoda.

“Tapi yang patah tangan kanannya Leo, kan susah makan pakai tangan kiri.” Aleen menjawab.

“Makan pakai tangan kiri tidak akan susah bagi Aleo, karena dia kidal. Bukan begitu, Aleo?”

“Bukan,” Aleo menggeleng. “Saya nggak kidal.” Yang satu ini Aleo tidak berbohong. Meski dia memang lebih suka menggunakan tangan kirinya, tapi tangan kanannya juga bisa melakukan berbagai aktivitas motorik. Jadi Aleo tidak kidal dan juga tidak kinan, melainkan ambidextrous.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang