2.2 Organel plastida

692 52 1
                                    

Sore ini skipLanjut besok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore ini skip
Lanjut besok

Karena Aleo mengirim pesan seperti itu, sore ini Aleen jadi punya waktu senggang dan memutuskan menggunakan waktunya itu untuk membuat makanan. Syukur-syukur Aleo berbaik hati mau mengabarinya, kalau tidak, mungkin sekarang Aleen sudah siap dengan pakaian sport-nya dan menunggu pemuda itu seperti orang bodoh. Jangan tanya kenapa mereka bisa bertukar pesan, kronologisnya panjang dan Aleen tidak akan menceritakannya.

“Non Aleen, Bibi keluar sebentar ya. Non bisa siapkan bahan-bahannya dulu, nanti biar Bibi yang ngajarin cara masaknya.” Sekarang Aleen memang sedang berada di dapur magna domus, entah kenapa dia tiba-tiba merasa ingin makan rendang, tapi karena tidak tau cara membuatnya, maka Aleen tidak punya pilihan lain selain meminta tolong pada Bi Mary.

“Oke, siap Bi.” Gadis itu bersenandung sambil menggeledah lemari dapur, mengeluarkan semua rempah-rempah yang sempat Bi Mary sebutkan, menyimpannya di granit dapur, sebelum akhirnya dia beranjak menuju lemari pendingin untuk mengambil bahan terakhir sekaligus bahan utama yaitu daging. Aleen baru saja menutup pintu lemari pendingin begitu Fikri muncul dari arah pintu.

“Hai.” Aleen langsung menyapa, wajahnya berseri-seri seakan menemukan sesuatu yang sudah lama ia cari.

Namun sayang respons yang Fikri berikan justru sebaliknya. Dengan wajah datarnya pemuda itu tetap melangkah menuju lemari dapur tanpa menoleh menatap Aleen sedikit pun, jangankan menoleh, melirik saja sepertinya tidak. Aleen sampai melongo dibuatnya, apa Fikri benar-benar menghindarinya gara-gara kejadian di mana Aleen menyaksikan pemuda itu dimarahi oleh Papanya? Tidak boleh. Bagaimana pun juga Aleen sudah bertekad ingin menjadikan pemuda itu sebagai temannya.

Buru-buru menyimpan daging di atas granit, Aleen langsung mendekati Fikri. “Lo sengaja ngehindarin gue, ya?”

Fikri tak menjawab, pemuda itu bahkan tetap sibuk dengan kegiatannya. Dia membuka lemari dapur bagian atas, mengeluarkan kotak berwarna biru lalu mengambil satu botol madu kemasan dari sana. Sepertinya Fikri benar-benar tidak peduli dengan kehadiran Aleen, buktinya pemuda itu langsung menyimpan kembali kotak itu ke tempatnya, menutup lemari dapur seperti semula, lalu hendak beranjak dari sana.

“Fikri.”

Sebuah keajaiban, pergerakan Fikri tiba-tiba berhenti. Yang lebih luar biasanya lagi, secara mengejutkan pemuda itu akhirnya menoleh ke arah Aleen. “Apa?”

“Lo ngehindarin gue?”

Fikri menghela napas. “Pertama, gue nggak punya alasan buat menghindar dari lo. Ke dua, kita emang nggak pernah sedekat itu.”

Jleb!

Aleen langsung kena mental. Dia bahkan bingung harus memberi respons seperti apa, maka hal terakhir yang bisa gadis itu lakukan hanyalah senyum lebar seperti orang konyol sembari mencicit, “Maaf.”

“Lo mau bikin rendang?” Lalu Fikri tiba-tiba berkata begitu.

Aleen melotot tidak percaya, kali ini responsnya alami tidak dibuat-buat. “Loh? Kok, lo bisa tau?”

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang