3.3 Ekstra 0,2564

630 58 0
                                    

Riuh tepuk tangan terdengar di seluruh penjuru ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riuh tepuk tangan terdengar di seluruh penjuru ruangan. Razel menyeka air matanya, gadis anggun itu tersenyum puas setelah berhasil menyelesaikan latihan pentas teater bersama teman-temannya.

Good job! Kalian melakukannya dengan baik.” Madam Herlita—pembimbing sekaligus penanggung jawab club teater—langsung memberi pujian. Dan itu mampu membuat Razel merasakan euphoria tersendiri.

“Ingat! Aha-day sudah ada di depan mata. Satu minggu itu waktu yang singkat, jadi jangan bersantai-santai. Kalian harus memanfaatkan waktu yang tersisa itu untuk latihan lebih giat lagi. Karena kita punya target, kita punya tujuan ... yaitu membuktikan bahwa club teater juga mampu bersaing dengan ekskul populer yang lain. Paham?”

“Paham, Madam.”

“Baiklah, kalian bisa istirahat.”

Tanpa membantu anggota lain membereskan peralatan dan perlengkapan, Razel bersama 2 temannya langsung keluar dari ruang teater. Properti memang bukan tugasnya, dia ini artis, seleb, dan bintang teater, jadi yang seperti itu tidak perlu dilakukan.

“Jadi kita mau ke mana nih? Kafetaria?”

Razel mengangguk.

“Gila, Zel. Tadi acting lo keren banget.” Meliska, gadis rambut pendek yang berdiri di samping kiri Razel tiba-tiba memuji.

Lalu Viola, gadis yang berdiri di sisi kanan Razel ikut mengangguk. “Iya, tadi Madam Lita kayaknya puas banget liatnya.”

Dipuji begitu, Razel jadi merasa tersanjung. “Siapa dulu? Razel.” Kata gadis itu dengan angkuh sambil mengibaskan rambut panjangnya.

Sampai di kafetaria, Razel dan teman-temannya langsung berjalan menuju meja paling depan yang posisinya persis di tengah. “Pindah!” Meski hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, namun itu mampu membuat segerombolan siswi yang lebih dulu menempati meja itu, langsung pergi setelah membereskan makanan mereka.

“Parah, mereka kakak kelas, Zel.” Viola melotot tidak percaya.

“Terus?” Memangnya kenapa kalau kakak kelas? Razel tidak peduli. Yang dia pedulikan, di manapun itu dan bagaimana pun keadaannya, Razel harus selalu berada di posisi terdepan. Say no for posisi belakang, Razel tidak menyukai itu.

“Udah lah Vio, duduk aja.” Meliska menarik tangan Viola, memaksa gadis itu duduk bersama mereka. “Lo kayak nggak tau Razel aja, dia kan emang nggak takut sama kakak kelas.”

Benar, Razel memang tidak takut dengan kakak kelas. Bagi gadis itu, adek kelas maupun kakak kelas, semua sama rata. Tidak ada yang namanya tingkatan. Karena dasarnya, Razel bisa melawan siapa pun yang berani mengusiknya.

Lagipula semua siswi AHS sebenarnya takut padanya. Mungkin karena melihat barang-barang bermerek yang setiap hari menempel di tubuh Razel, makanya semua orang jadi sadar kalau gadis itu sebenarnya berasal dari keluarga yang tidak sembarangan.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang