7.1 Cincin api pasifik

641 61 11
                                    

Sambil memutar-mutar stik kayu di tangannya, Sabrina duduk melamun di atas speaker

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambil memutar-mutar stik kayu di tangannya, Sabrina duduk melamun di atas speaker. Dari kemarin suara Aleo terus terngiang-ngiang di kepalanya—Stop mandang Fikri, lebih baik lo mandang ke arah Albert. Menyukai dan disukai itu dua hal yang berbeda, gue cuma ngasih tau, nggak bermaksud menggurui. Tapi serius, nggak usah bodoh buat berjuang karena lo sendiri udah diperjuangin.”

Jujur, selama ini Sabrina selalu menganggap semua perlakuan Albert padanya, hanya semata-mata sebagai bentuk perhatian dari seorang kakak pada adiknya. Tidak pernah sekali pun Sabrina curiga kalau Albert memiliki perasaan untuknya, pasalnya itu benar-benar mustahil. Oke, Sabrina akui Albert memang kadang-kadang memperlakukannya dengan manis, tapi tetap saja mereka berdua lebih banyak drama berantemnya, asal kalian tau.

Albert itu ngeselin, cerewet, tukang atur, pokoknya karakter yang pemuda itu tunjukkan pada dunia, sangat-sangat berbeda dengan karakter yang selalu ia tunjukkan di hadapan Sabrina. Makanya mereka berdua sering cekcok dan adu bacot. Jadi, dengan hubungan mereka yang tidak jelas seperti itu, mana mungkin pikiran Sabrina bisa sampai pada persepsi kalau Albert menyukainya.

Bahkan, saat Albert secara blak-blakan memberitahu kalau alasan kenapa dia berhenti dari Harvard adalah karena ingin tinggal di sangkar yang sama dengan Sabrina, Sabrina masih tidak memiliki pikiran bahwa Albert melakukan itu lantaran suka padanya. Serius, selama ini Sabrina tidak pernah menduga hal itu.

Tapi setelah Aleo yang kemarin tiba-tiba sok bijak memberinya pencerahan, Sabrina jadi mirip orang bodoh yang terus-terusan memikirkan satu kalimat secara berulang-ulang—nggak usah bodoh buat berjuang karena lo sendiri udah diperjuangin. Dasar! Berandal sialan! Di waktu-waktu tertentu, Sabrina kadang merutuki kejeniusan sepupunya yang satu itu.

Contohnya pada kasus kali ini, gara-gara memiliki otak yang bisa bekerja di atas rata-rata, Aleo jadi bisa memperkirakan satu hal hanya dengan melihat keadaan di sekitarnya. Mungkin banyak orang yang juga bisa melakukan hal itu, tapi Aleo berbeda, dia spesial, karena perkiraannya bisa akurat sampai 98%. Meskipun di sekolah Sabrina dijuluki sebagai dewi matematika, tapi dia akui kalau perhitungan Aleo adalah yang terbaik.

Saking luar biasa-nya dalam perhitungan, si berandal itu bahkan sampai bisa memperhitungkan kehidupan dan masa depan. Lihat saja, di saat Razel, Sabrina, Fikri, dan Aleen yakin betul kalau rencana mereka akan gagal lantaran Avia punya kuasa besar untuk membebaskan mereka dari setiap jeratan hukum, Aleo justru menyuarakan dengan lantang kalau kekuasaan Avia tidak akan berguna bila dihadapkan dengan harga diri dan martabat keluarga.

Dan itu terbukti melalui keputusan yang Avia ambil terhadap kasus Fikri. Fikri tidak akan dilepaskan tanpa adanya bukti yang bisa membersihkan reputasi keluarga. See! Benar-benar sesuai prediksi dan perhitungan si berandal.

“Woy!”

Sabrina terperanjat. Stik kayu yang awalnya masih berputar-putar di tangannya, seketika jatuh ke lantai. Jangankan stik drum-nya, Sabrina sendiri hampir terjungkal dari atas speaker kalau saja dirinya tidak sigap menyeimbangkan posisi tubuhnya.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang