Berbeda dari Fikri yang tergila-gila pada astronomi, Sabrina justru sama sekali tidak punya minat di bidang itu. Oh, atau tidak sepenuhnya benar, sebab pertanyaan—entah kita yang sendirian di alam semesta atau mereka yang sudah lama menghilang—kadang-kadang tercetus di benak Sabrina bila sedang menatap langit malam seperti saat ini.
Yeah, here we go again. Duduk bersila di tepi danau belakang rumah ditemani angin sepoi-sepoi serta cahaya bulan purnama yang membuat malam Sabrina kali ini tidak terlalu gelap. Satu yang Sabrina yakini, hoodie hitam yang membungkus tubuhnya tidak akan membuat Albert lantas menegur bila pemuda itu muncul tiba-tiba.
Dengan kepala menengadah, Sabrina mendengus begitu mendengar derap langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Baru juga terlintas sekilas di pikiran namun pemuda itu benar-benar langsung muncul di sini. Sabrina menunduk, baru sadar kalau ternyata masalah kali ini ada pada celana putih selutut yang membalut tungkainya.
Kalau bukan baju, berarti Albert akan menegur celananya. Ck, harusnya tadi Sabrina pakai training saja. Merasa langkah itu berhenti di sampingnya, Sabrina memejamkan matanya. “Jangan ganggu, Bert!” Peringatnya cepat sebelum diomelin duluan. “Kali ini gue benar-benar pengen sendiri.”
“Bert? Itu panggilan baru buat gue?”
Mata Sabrina lantas terbuka, bukan suara Albert melainkan suara perempuan. Meskipun Sabrina sudah tau siapa pemilik suara itu, namun kepalanya tetap menoleh seolah ingin memastikan. Dan benar saja, sesuai dugaan orang itu adalah Aleen Alnaira. Haruskah Sabrina jelaskan keadaan yang terjadi saat ini?
Sudah 6 bulan berlalu sejak identitas mereka diumumkan secara official ke publik. Sejak saat itu pula Aleen dengan segala keanehannya gencar mendekati Sabrina. Awalnya modus dengan alasan merasa bersalah perihal lampu biru, namun dari hari ke hari gadis itu semakin melunjak hingga akhirnya dia bisa mengetahui sebagian besar kisah hidup dan privacy Sabrina.
Termasuk mengetahui tempat healing Sabrina yang seharusnya hanya si pemilik dan Albert yang tau. Makanya gadis yang saat ini memakai setelan piyama abu-abu bermotif entah apa—karena Sabrina tidak bisa melihatnya dengan jelas—bisa sampai ke sini.
“Ngapain lo ke sini? Terakhir kali kan udah gue bilangin jangan pernah datang ke tempat ini lagi.”
Aleen duduk di samping Sabrina. “Abis gue cariin di kamar, lo-nya nggak ada.”
“Ya buat apa juga lo nyariin gue?”
“Buat nanyain jenis musik binaural beats.”
“Binaural beats?”
“He em, tadi sore gue baca di buku yang gue pinjam dari lo waktu itu, loh. Katanya kalo musik binaural beats diputar sebelum tidur, kita bisa ngalamin lucid dream. Emang iya?”
Ah iya, Sabrina lupa menjelaskan bagian ini. Selama beberapa bulan mencoba akrab dengan Sabrina, Aleen menggunakan metode modus berkedok ingin belajar perihal musik. Sabrina jadi curiga jangan-jangan selama ini Aleen mendekati Fikri dengan alasan belajar astronomi, lalu mendekati Aleo dengan alasan belajar olahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RABIDUS FAMILIA
Teen FictionBersaing dengan orang lain ❌ Bersaing dengan sepupu sendiri ✅ Dalam bahasa latin, RABIDUS FAMILIA berarti KELUARGA GILA. Maka sesuai dengan judulnya, cerita ini akan membuat kalian paham akan betapa gilanya keluarga ADHINATHA. // ADHINATHA family, a...