7.4 Zaman praaksara

693 61 15
                                    

Setelah tiga malam ditahan oleh pihak berwajib, Fikri tidak pernah menduga bahwa akan ada seseorang dari keluarga ADHINATHA yang datang mengunjunginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah tiga malam ditahan oleh pihak berwajib, Fikri tidak pernah menduga bahwa akan ada seseorang dari keluarga ADHINATHA yang datang mengunjunginya. Awalnya semangat Fikri memuncak berharap besar bahwa orang itu adalah Mama, namun begitu bertatapan mata dengan orang yang pagi ini datang menemuinya, semangat Fikri langsung merosot sampai ke dasar.

“Bagaimana kabarmu Fikri?”

Duduk berhadapan dengan orang itu membuat Fikri lantas merasa was-was siaga 1. “Baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

“Begitu ya?” Kepala orang yang duduk di hadapan Fikri mengangguk-ngangguk kecil seolah paham sesuatu. “Berarti kau tidak punya masalah bila tinggal lebih lama di tempat seperti ini?”

Fikri terdiam, keningnya berkerut samar bertanya-tanya dalam hati sebenarnya apa tujuan kepala keluarga ADHINATHA datang menemuinya. Tidak mungkin semata-mata hanya untuk memeriksa kabar dan kondisi Fikri, kan? Sangat mustahil. Pasti ada tujuan lainnya.

“Mau saya bantu keluar dari sini, Fikri?”

Kerutan samar di kening Fikri berubah jadi semakin kentara. “Memangnya Avia punya bukti yang bisa mengukuhkan kalau saya tidak bersalah?”

“Dengan kedudukan keluarga ADHINATHA, saya tidak perlu bukti untuk bisa mengeluarkanmu dari tempat ini.”

“Lalu bagaimana dengan reputasi keluarga? Keluar tanpa bukti tidak akan bisa membersihkan nama baik keluarga yang sudah tercemar.”

“Reputasi keluarga tidak menjadi masalah besar, itu bisa diperbaiki seiring berjalannya waktu.”

Mendengarnya Fikri tercengang. Serius? Orang nomor satu yang paling menjunjung tinggi nama baik dan martabat keluarga, bisa berbicara seperti barusan? Sebenarnya Avia datang ke sini dengan keadaan sakit atau bagaimana?

“Jadi bagaimana, Fikri? Ingin saya keluarkan dari sini?” Fikri tidak tau ini hanya perasaannya atau memang ada nada rayuan saat Avia mengucapkan kalimat itu, seolah-olah bila wanita tua itu menargetkan agar Fikri mau menerima tawarannya.

“Setelah lepas dari sini saya janji hidupmu tidak akan semonoton dulu. Kau suka astronomi, kan? Saya bersedia memberikan fasilitas lengkap untukmu agar kau bisa lebih muda mengkaji ilmu favorit-mu itu. Saya juga bisa menjamin setelah ini kau bisa dengan leluasa melakukan eksperimen-eksperimen memasak tanpa gangguan dari Papa mu.” Memicing curiga, Fikri semakin yakin kalau ada yang tidak beres pada Avia. Mustahil dia tiba-tiba jadi baik begini, kecuali kalau—

“Tapi untuk semua itu tentu saja ada syaratnya.”

Sudah Fikri duga. Ada syaratnya.

“Ceritakan pada saya secara detail rencana pemberontakan yang telah kalian susun.”

Tanpa sadar pupil mata Fikri sedikit bergetar. “Re-rencana pemberontakan? Apa yang Avia bicarakan? Saya tidak mengerti.” Menghindari kontak mata, Fikri sengaja mengalihkan pandangannya.

RABIDUS FAMILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang