06

403 44 1
                                    

"Kau bisa bekerja atau tidak hah?" Ucap indo dengan dingin.

"M-maaf tuan. Akan saya bereskan" ucap pelayan itu seraya mengambil sapu dan pengki lalu membersihkan pecahan vas dikamar indo.

Dirga keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dia kemudian menggantung handuknya dan berdiri didekat indo.

"Pagi bang" sapa nya pada indo.

"Pagi" sahut indo.

"Ini kenapa bang?" Tanya dirga yang melihat pelayan itu seperti takut.

"Ngga papa. Sekarang turun aja sana. Sarapan. Kalian belum kenalan juga yakan" suruh indo.

"Oke deh. Yok bang" ajak dirga seraya pergi kedepan pintu.

"Abang ngga ikut" jawab indo yang langsung mengambil laptopnya dan duduk dimeja belajar/kerjanya.

"Kenapa?" Tak ada jawaban dari mulut indo. Dirga kemudian datang lagi dan menarik lengan indo untuk turun ke bawah. Indo sempat memberontak, tapi dirga langsung menampilkan wajah berharapnya yang membuat indo tak bisa menolak kemauan dirga.

Mereka akhirnya sampai dimeja makan. Para keluarga ASEAN terkejut karena baru kali ini indo mau diajak sarapan.

"Hah... Ingat, ini yang terakhir kalinya" ucap indo dengan malas dan pasrah seraya duduk disamping ASEAN dan dirga duduk disamping indo.

"Why?" Tanya dirga.

"Shut up"

Para ASEAN kembali mengobrol bersama dengan dirga sementara indo hanya diam, dia menopang dagunya dengan malas dan memainkan hpnya tanpa memperdulikan pandangan dirga yang sesekali jatuh padanya.

Beberapa menit kemudian, thai dam brunei datang membawa makanan untuk sarapan dan menyajikannya. Sarapan pagi ini menjadi lebih ramai karena datangnya dirga. Bahkan indo menjadi sangat tenang karena dirinya tidak dianggap ada disana.

ASEAN yang melihat indo tersenyum kecil pun merasa bingung. Bagaimana seseorang merasa senang ketika dirinya tidak dianggap ada? Indo yang merasa terus ditatap pun langsung menatap ASEAN dengan wajah bingung yang menanyakan 'kenapa?'

Sementara itu ASEAN hanya menjawab dengan gelengan. Setelah makanan disajikan, semua makan dengan berisik. Tapi tidak dengan indo, singa, brunei dan ASEAN yang masih saja makan dengan sangat tenang dan anggun.

"Abang ngga berubah ya. Hahaha" ucap dirga pada indo. Indo mengunyah makanannya dan menelannya lalu menoleh kearah dirga.

"Buat dirimu nyaman maka kau akan mendapat kebahagiaan. Tapi jangan selalu berada dalam zona nyamanmu karena itu akan memberikan kesengsaraan" ucap indo. Indo yang sudah selesai makan pun menata piringnya dimeja dan pergi kembali kekamarnya.

"Haha, dasar si sok bijak" ucap dirga sambil terkekeh karena sifat kembarannya yang bahkan jauh lebih dewasa darinya.

"Hei dirga. Boleh nanya ngga?" Tanya viet.

"Hm? Nanya apa tuh?" Ucap dirga.

"Kalian kan kembar ya, tapi kok sifat kalian beda jauh?" Tanya viet bingung.

Dirga sedikit terkekeh dengan pertanyaan itu. Dia kemudian mengembangkan senyumnya dan menopang dagunya.

"Ya, mungkin itu efek bang indo sebagai tulang punggung keluarga kami" jawab dirga dengan senyum namun matanya menampilkan kesedihan.

"Tulang punggung?" Tanya mereka.

"Iya. Keluarga kami terdiri dari beberapa orang. Anak pertama itu indo, aku kedua, ketiga ada adikku namanya Timor Leste, dan ada lagi Papua Nugini. Semua kebutuhan kami dipenuhi sama bang indo. Dia yang bayar sekolah kami, dia juga yang beri kami makan, urus kebutuhan kami. Ya bisa dibilang dia cosplay jadi orang tua.

Sebenernya ada beberapa rahasia lagi, tapi ngga bisa kukasih tau. Soalnya itu menyangkut kehidupan pribadi abang" jelas dirga.

ASEAN family yang mendengarnya kemudian terdiam. Antara terkejut, bangga, sedih dan kasihan. Dominan rasa sedih ada pada ASEAN. Dia merasa menjadi orang tua yang gagal memahami masalah anaknya. Apa dia orang tua yang seburuk itu?

Tak berselang lama, indo kembali kemeja makan namun dia tidak duduk. Dia langsung mendekat kearah dirga dan berdiri didekatnya.

"Dirga, mau tinggal sebelah mana?" Tanya indo tiba-tiba.

"Hmm... Disebrang aja, kalo ngga yang disamping kanan" ucap dirga.

"Dirga emang mau kemana?" Tanya ASEAN.

"Oh, Dirga lagi cari rumah baru deket sini. Soalnya kerjaan dirga ada disekitar sini" jawab dirga ramah.

"Kenapa ngga tinggal disini aja? Kan ada kamar lain" ujar singa.

"Hum, bener tuh. Sini aja yuk dir" ucap malay.

Dirga yang bingung kemudian menatap kearah indo. Indo yang ditatap pun hanya menghela nafas pasrah.

"Terserah" jawab indo.

Indo kemudian langsung pergi dari sana dan membuka pintu depan karena terdengar suara bel ditekan. Disana sudah ada dua orang yang langsung dipersilahkan masuk oleh indo dan duduk diruang tamu.

"Bagaimana dengan rumahnya. Apa jadi dibeli?" Tanya salah satu dari mereka.

"Tentu. Saya beli rumah dan mansion itu. Saya juga butuh mansion yang lebih besar, mungkin mansion yang tempatnya sekitar 67 meter dari sini. Apa itu dijual juga?" Tanya indo.

"Ya, jika anda menginginkannya kami bisa jual pada anda sekarang juga. Namun anda harus menandatangani beberapa berkas kami. Berkas untuk satu rumah dan dua mansion itu akan kami bawa nanti malam atau besok. Apa anda tidak keberatan?"

"Tentu tidak. Bawa saja kapanpun kalian mau. Saya akan menunggu"

Kedua orang itu kemudian berdiri dan bersalaman dengan indo. Mereka kemudian pergi dari sana dengan perasaan gembira. Bagaimana tidak? Ada orang yang ingin membeli satu rumah dan dua mansion sekaligus. Pasti mereka senang.

Indo yang menatap mereka sudah pergi kemudian menutup pintu dan berjalan masuk. Sebelumnya, dia berniat untuk naik tangga menuju kamarnya namun dia langsung dipanggil oleh dirga.

Tanpa ba bi bu indo langsung berjalan mendekati keluarganya lagi dan dipaksa duduk oleh dirga disana.

"Abang, tadi mereka siapa? Dan apa urusan mereka?" Tanya dirga penasaran.

"Bukan siapa-siapa. Abang cuma mau beli rumah dari mereka. Sekalian mansion dikanan sama yang ngga jauh dari sini juga abang beli. Ya, mungkin rumah yang disebrang bisa dijadiin gudang" jelas indo pada dirga.

"Gudang? Rumah segede itu jadi gudang? Bahkan itu bisa ditempatin beberapa orang loh bang" ucap dirga tak percaya.

"Hah... Dirga.. Dirga.. Barang-barang, senjata, sama beberapa barang abang yang lain juga perlu diperhatiin. Ya, mungkin itu bisa jadi tempat kerja abang kalo bukan buat gudang. Bisa juga tempat nyimpen buku abang " ucap indo.

"Oh iya lupa. Buku abang kan udah banyak banget ya. Tapi jangan lupa kasih pelindung bang. Ntar kalo kebakar atau kena masalah lain kan rumahnya jadi aman" ingat dirga.

"Iya bawel. Dah. Abang mau kekamar" ucap indo seraya pergi darisana. Melihat sang kakak sudah pergi dirga pun menjadi senang tak karuan.

"Yes! Perlahan tapi pasti. Abang pasti berubah lagi hohoho" ucapnya dengan bangga karena berhasil mengalihkan perhatian indo agar menjadi hangat seperti dulu.

JATORRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang