9. Airport

98 11 1
                                    

Sabrina menatap sendu pemandangan di bawah melalui jendela pesawat. Setelah empat hari bekerja di negara kelahirannya, kini ia harus kembali ke Korea. Entah kapan Sabrina akan pulang ke Indonesia lagi. Selain karena masalah biaya, sebagian dari dirinyalah yang menolak untuk kembali. Bahkan kalau bisa, Sabrina ingin melanjutkan bekerja di Korea saja setelah lulus. Tinggal menetap di sana dan memulai hidup baru tanpa bayang-bayang kehidupannya di Indonesia dulu.

Tapi sebagian lain dari dirinya tidak bisa berbohong kalau ia merindukan kampung halamannya. Ia rindu hiruk pikuk jalan raya dan kemacetan di Indonesia. Ia rindu berbagai makanan dan jajanan yang kaya cita rasa. Ia rindu bisa berbicara lepas tanpa otaknya bekerja double untuk untuk menerjemahkan dalam Bahasa Inggris atau Korea. Lebih dari itu, walau sekuat mungkin ia mengelak, ia harus mengakui kalau ia merindukan keluarganya di sini. Ibunya yang entah bagaimana kabarnya saat ini, Sabrina baru menyadari kalau ia merindukan orang yang dibencinya itu.

"Kau harusnya tinggal beberapa hari lagi dan menyempatkan pulang ke rumah jika masih merindukan negaramu." Sabrina menoleh, ada Soohye yang duduk disampingnya dengan tatapan teduh.

Sabrina menggeleng, "Tidak eonnie, aku hanya, entahlah."

"Aku saja yang dari Daegu, selalu berat kalau mau balik ke Seoul lagi. Padahal aku bisa pulang kapanmu kalau mau. Apalagi kau yang dari tempat jauh ini. Pasti masih rindu kan?"

"Aku harus masuk kuliah dan bekerja besok Senin." Jawab Sabrina dengan senyuman.

"Kau tahu Yoongi bisa mengurusnya jika kau ingin disini dulu. Ck, dia bahkan yang berulang kali ingin datang ke rumahmu."

"Kurasa, Yoongi hanya ingin mengulur waktu sebelum kembali bekerja, eonnie." Wanita di samping Sabrina mengangguk sambil tertawa, "Kau benar, dia pasti ingin memanfaatkanmu sebagai alasan."

"Bicarakan saja terus, seolah-olah aku tidak ada disini." Sabrina bisa melihat raut cemberut Yoongi meski laki-laki itu memejamkan mata. Mungkin ingin tertidur tapi terganggu dengan percakapan Sabrina dan Soohye.

Setibanya di bandara, setelah mengambil kopernya, Sabrina dengan santai berjalan menuju pintu keluar. Dirinya fokus ke ponsel, melihat di sebelah mana taksi yang ia pesan menjemputnya.

Karena terlalu fokus memegang ponsel dengan satu tangan sementara tangan lain menarik koper tanpa Sadar ia menubruk orang.

"Maaf, maafkan saya. Saya salah karena terlalu fokus pada ponsel." Ucap Sabrina membungkukkan badan berulang kali.

"Tak apa nona, tapi bergeserlah sebentar lagi Jungkook BTS akan lewat. Kau menghalangi kamera." Sabrina mengamati sekitar, ada banyak sekali wartawan ataupun fans yang menunggu di jalan menuju pintu keluar.

Sabrina lupa kalau hari ini bertepatan dengan kembalinya Jungkook dari jadwal pribadi di New York. Pantas saja Yoongi tadi memilih untuk menunggu sampai malam di bandara. Pasti laki-laki itu menghindari kamera.

"Noona!"

Sabrina mengumpat dalam hati, ia menarik kopernya untuk segera menjauh. Menahan diri agar tidak menoleh meski ada suara yang sangat ia kenal memanggilnya berulang kali.

"Ya! Kau menjatuhkan barangmu, noona." Mau tidak mau kali ini Sabrina berbalik badan, pasalnya Jungkook menarik tali backpack yang ia kenakan.

"Oh, Jungkook kau disini?" Bodoh, bodoh, bodoh, pertanyaan macam apa itu. Rutuk Sabrina dalam hati. Ia hanya berharap wartawan di sana tidak meliput kejadian ini, walaupun itu sangat mustahil.

Sabrina menerima pouch yang diulurkan Jungkook. Pouch berisi charger ponsel dan charger laptop yang tadinya ia rekatkan di atas koper, sepertinya jatuh saat Sabrina menabrak orang tadi.

AMBIVALENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang