He is Jimin (1)

317 38 6
                                    

.

.

.

"Kak!" sapaku pada kak Jin yang sudah duduk lebih dulu di meja makan. Aku menarik satu kursi di sebelah kirinya kemudian duduk seraya menangkup dua lembar roti yang sudah kak Jin oleskan selai coklat di atasnya.

"Bagaimana rasanya kembali ke Seoul?" kak Jin mengusap pucuk kepalaku setelah mendekatkan satu gelas susu hangat tepat di depanku.

Aku tersenyum setelah menelan rotiku, "Hanya sedikit berbeda dengan Amerika." Kak Jin tergelak kuat ketika mendengar jawabanku.

"Yaa! Mana ada berbeda sedikit? Udaranya saja sudah jauh berbeda, kebiasaannya juga berbeda, orang-orangnya berbeda, kebisaannya berbeda!"

Aku tertawa gemas mendengar kak Jin mulai mengomel panjang. Benar-benar mengomel tanpa jeda dan hanya dengan satu tarikan napas. Aku nyaris tersedak jika kak Jin tidak segera menyodorkan gelas berisi air putih padaku.

"Bagaimana?" aku menoleh pada kak Jin dengan kedua alisku yang hampir menyatu.

"Bagaimana apanya?"

Kak Jin memberikan satu lembar tisu padaku, "Kau jadi melanjutkan kemana? Kembali ke Amerika atau-"

"Kak aku baru semalam disini sudah kau tanya mau kemana. Jangan-jangan kau tidak suka aku disini." Aku merengut kesal dan menatap sinis pada kak Jin yang bibir tebalnya sudah mengerucut panjang.

"Yaa! Aku ini hanya bertanya, bisa-bisanya kau menuduhku seperti itu, aku hanya bertanya kelanjutan sekolahmu bukannya ingin mengusirmu!" Aku tertawa hingga kepalaku terbentur sandaran kursi. Kak Jin mengomel sampai kepalanya bergerak-gerak lucu. Bukannya takut aku jadi gemas melihatnya.

Aku benar-benar merindukan suasana rumah. Dibandingkan ibu dan ayah, aku lebih merindukan kak Jin. Meskipun setiap tahun kak Jin selalu mengunjungiku tapi tetap saja rasanya berbeda jika kami bertemu di rumah seperti ini.

"Mau kemana?" tanyaku pada kak Jin yang sudah bangun dari kursinya. Pria itu mencuci piring bekas makannya sendiri.

"Teman-temanku sudah datang. Tenang saja, kami tidak akan mengganggumu. Aku sudah menyiapkan tempat di taman belakang," kata kak Jin tanpa menoleh padaku. Dan aku hanya mengangguk mengerti.

"Ayah ibu sudah berangkat pagi-pagi sekali jadi mereka tidak sempat menyapamu," kata kak Jin lagi.

Kak Jin sudah pergi ke arah taman belakang meninggalkan aku sendirian di meja makan yang besar ini.

Sesekali aku ikut terkekeh pelan ketika mendengar candaan kak Jin bersama temannya. Meskipun aku tidak melihat wajah mereka tapi aku bisa memastikan mereka tak kalah lucu seperti kak Jin.

Aku benar-benar menikmati suasana rumah. Hangat dan ceria. Setidaknya aku akan merasakan ini semua selama enam bulan ke depan. Karena di bulan berikutnya aku berencana untuk kembali ke Amerika melanjutkan sekolahku lagi.

Ayah dan ibu sebenarnya sudah memintaku untuk tetap disini. Bersekolah disini. Dan aku masih mempertimbangkan permintaan mereka. Itulah kenapa aku tidak bisa menjawab pertanyaan kak Jin beberapa saat lalu.

"Hai ..." aku menjauhkan gelas susu dari wajahku dan mendapati seorang pria dengan banyak anting sedang berdiri di depan meja makan.

Aku yang diam saja membuatnya tersenyum, "Adiknya Seokjin?" tanya pria itu padaku. Dan akhirnya aku mengangguk.

"Aku Jungkook," pria itu mengulurkan tangannya. Mau tidak mau aku harus membalas jabatan tangannya. "Yeri."

"Kapan kau datang?" tanya Jungkook lagi. Tapi belum sempat aku menjawab, terdengar suara teriakan dari arah taman.

LIMERENCE [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang