28 - End

65 31 49
                                    

"Kau sudah membawa semua barang-barangmu?"

"Sudah," jawab Michael. Ia menyampirkan tas ranselnya ke bahu. Pemuda itu menghampiri Dexter yang tengah berdiri di ambang pintu kamar, menunggunya.

Ia berhenti di hadapan papanya, dan pria itu bergerak untuk memeluknya.

"Senang bisa menghabiskan sedikit waktu denganmu, Nak," ujar Dexter rendah.

Michael menarik napas dalam, lalu membalas pelukan papanya. "Begitu juga denganku, Papa. Kau memang mempunyai masa lalu yang buruk dengan Mama, juga sempat membuatku ketakutan setengah mati, tapi... aku telah memaafkanmu."

Dexter menarik diri. Ia meremas pundak Michael dan tersenyum kecil. "Maaf sudah merusakkan ponselmu."

"Tidak apa. Aku bisa membeli yang baru," gurau Michael.

Senyum di wajah Dexter meluntur, digantikan dengan raut seriusnya. "Apa kau sudah mengucapkan selamat tinggal pada Tavi?"

Raut Michael berubah murung begitu nama gadis itu disebut. "Kurasa... begini lebih baik. Akan terasa jauh lebih berat jika aku menemuinya. Aku tidak punya pilihan lain."

"Kau akan menyakiti hatinya dengan pergi tanpa pamit, Nak. Kau yakin?"

"Aku ingin segera kembali ke rumah, Papa," sela Michael. "Waktu bersenang-senangku dengan Tavi sudah selesai. Sudah tidak ada lagi urusan di antara kami."

Kening Dexter berkerut, bibirnya terbuka, seakan pria itu hendak melontarkan sebuah protes atas kalimat Michael. Alih-alih berdebat, Dexter hanya menghela napas dan berucap, "Baiklah, jika itu keputusanmu."

Dexter merangkul pundak Michael. Keheningan menyelimuti keduanya ketika mereka berjalan menuju ke lantai bawah, di mana orang tua Michael tengah menunggu pemuda tersebut.

Michael memeluk paman dan bibinya, mengucapkan perpisahan pada mereka. Ia lalu berjalan mendekati orang tuanya. Langkahnya terasa berat. Kenapa ia merasa berat hati untuk pergi? Bukankah ini yang ia inginkan? Untuk pulang ke Brooklyn dan berjumpa kembali dengan keluarganya?

Pemuda berambut ikal itu memasuki mobil, kemudian memandang keluar jendela. Ia melihat Dexter, Emira, dan Matthew berdiri di luar, mengiringi kepergiannya. Jadi, Michael mengulas senyum tipis dan melambaikan tangan ke arah mereka. Hanya Emira yang membalas lambaian tangannya. Ia melihat Dexter mengalihkan wajah, diam-diam tengah mengusap ujung matanya. Matthew memandangnya dengan raut wajah tak terbaca, sebelum akhirnya membalikkan badan memasuki rumah.

Michael menurunkan tangan, lalu menghela napas.

Seseorang menarik perhatiannya ketika mobil yang ia tumpangi melewati seorang gadis yang tengah bersepeda. Michael melonjak dari duduknya. Ia sontak menurunkan jendela mobil dan menjulurkan tubuh ke luar jendela.

"Tavi!" ia berseru.

Gadis itu tampak memutar balik sepedanya, kemudian mengayuh dengan tergesa-gesa. "Michael! Tunggu!"

Pemuda itu merasakan bajunya ditarik dari belakang. "Sayang, jangan menjulurkan dirimu keluar jendela seperti itu! Itu berbahaya!" peringat sang ibu.

"Michael!" Tavi berseru. "A-aku tahu siapa dirimu! Kau Michael Davis! Aku benar, 'kan!?"

Michael mengerjap tak percaya. Ia terdiam, lalu sedetik kemudian, sebuah tawa tersembur dari bibir pemuda itu.

"Michael!" Seruan gadis itu seakan mengingatkan Michael bahwa Tavi masih mengejarnya dengan sepeda kayuh. "Kau mau ke mana!?"

Gadis itu mengayuh sepedanya secepat mungkin, mengejar mobil tumpangan Michael. Matanya terasa panas. Kenapa mobil itu tidak kunjung berhenti juga?

Air mata mengaburkan pandangan Tavi. "Michael!" ia tersengal. "Jangan tinggalkan aku! Mike-"

Ghost Of The Past [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang