"Redhyer!"
"Steve?!" Joen membelak saat melihat Stevens berdiri di ambang pintu dengan pistol ditangan nya.
"Sudah ku katakan jangan percaya pada siapapun sweetie Blue." Setelah membisikkan kalimat mengejek itu Azor turun dari atas kasur, ia berdiri menatap Joen yang kini berusaha mendudukkan dirinya.
"Bagaimana kau bisa berada disini Joen?" Stevens tampak mengarahkan pistolnya dan berjalan mendekat.
"Steve.." suara Joen pelan saat melihat Stevens berjalan mendekat kearah Azor dengan pistol yang ia arahkan seolah siap menembaknya kapan saja.
Azor mengambil langkah mundur saat Stevens mendekat kearah nya, ia tersenyum kecil lalu membalikan tubuhnya, pria itu berjalan kearah kursi besar yang ada di dekatnya.
Joen mengerutkan dahi saat melihat Stevens menurunkan pistol nya.
"Steve! Apa yang kau lakukan?!"
"Bagaimana kau bisa berada disini Joe?" Stevens berbalik, kini pistol itu ia arahkan kearah Joen membuat dokter muda itu membelak.
"A-apa?" Joen melirik sekilas kearah Azor, pria itu tampak memperhatikan nya dengan seringai kecil di bibirnya.
"Turunkan Steve." Ucap Azor, bisa ia lihat dengan jelas tatapan terkejut dan tatapan kecewa yang terpancar dari mata indahnya.
Stevens menurunkan pistolnya, ia kembali berbalik dan berjalan mendekat kearah Azor.
"Kenapa kau membawanya sekarang?" Stevens bertanya dengan geraman tertahan kearah pria yang kini menaikan satu alis nya.
"Apa yang kau bicarakan? Kau yang membiarkan nya keluar, itu sebabnya aku membawanya kesini." Bola mata merah itu menatap tajam, aura mengintimidasi yang terpancar mampu membuat Stevens kini mengembuskan nafas dan mengambil satu langkah mundur.
"Terlalu cepat Redhyer."
"Tampaknya kau memiliki banyak ketakutan Steve." Azor berdiri, ia berjalan mendekat kearah Stevens.
Joen yang melihat interaksi dua pria di hadapan nya itu hanya diam, ia sedang mencerna situasi yang terjadi. Stevens? Azor? Dan ruangan besar yang sedang ia tempati kini berhasil membuatnya berpikir keras.
Azor membalikan tubuh Stevens dan mendorong nya agar Stevens berjalan mendekat kearah Joen.
"Apa polisi ini yang tadi membuat kepercayaan dirimu muncul Joe?" Azor bertanya, seringai di bibir nya berhasil membuat Joen menegang.
"Setelah dia datang, apa aku mendapatkan masalah seperti yang kau katakan sweetie Blue?" Azor berjalan mengelilingi Stevens.
"Kenapa kau tidak menjawab ku Joen Emerson?" Azor mendekat, menarik Joen agar berdiri.
"Apa dia Stevens yang kau Maksud?"
"Steve..." Ucapnya pelan, air mata tampak menggenang di pelupuk matanya. Sedangkan Stevens kini menatap dengan wajah dingin, ia tahu ini akan terjadi, dan ia juga tahu jika bola mata indah itu suatu saat akan menatapnya dengan kecewa.
"Kau tidak perlu mengeluarkan air matamu hanya untuk kepercayaan kecil yang telah di hancurkan Joen." Azor mengusap pelan bulir air mata yang hampir menetes dari mata indah joen.
"Jika kau sampai menangis maka ini akan menjadi hari terakhir mu bisa melihat Stevens yang sangat kau percayai." Setelah mendengar kalimat itu dengan cepat Joen menatap Azor tepat kearah matanya.
"Jangan lakukan apapun Azor!"
Stevens tampak terkejut saat Joen menaikkan nada suaranya dan memanggil Redhyer dengan nama yang terdengar asing ditelinganya. Mata biru Joen menatap nyalang kearah pria yang kini menyeringai kearahnya.
"Jangan pernah menaikan nada suaramu Joen." Azor menarik tangan Joen dan mendorong tubuh kecil itu dengan keras keatas kasur.
"Pergi dan tutup pintunya!" Stevens yang mendengar kalimat penuh perintah itu segera keluar dengan perasaan khwatir.
"Apa yang akan kau lakukan! Menjauh dariku!" Joen berteriak saat Azor mencengkram kedua lengan nya.
"Kenapa kau terus menaikan nada suara mu joen" nada suara Azor terdengar dingin, tatapan nya terlihat berbeda saat Joen terus berbicara dengan nada tinggi kearah nya.
"Lepaskan aku." Bulir bening mulai menetes dari mata indahnya saat Azor semakin kuat mencengkram lengan nya.
"Don't ever raise your voice at me again!" Suara berat penuh penekanan itu berhasil membuat Joen mengangguk patuh.
Azor melonggarkan cengkraman nya, tangan nya kini turun mengusap pelan air mata yang membasahi wajah joen.
"Kau pasti masih ingat dengan kesepakatan kita Joen. Dan kau tidak akan pernah bisa keluar lagi. Aku akan melindungi mu, kau tidak akan terluka selama kau berada disisi ku."
Joen hanya bisa diam saat Azor mengatakan hal hal seperti itu. Ia masih merasa bingung dengan apa yang terjadi kepadanya, semuanya terasa begitu cepat dan tanpa ada kejelasan yang pasti dengan bagaimana ia bisa bertemu dengan seorang tahanan yang Stevens pun tak berani menentang keinginannya.
"Stevens.. siapa dia?" Suara Joen, ia masih merasa bingung dengan kehadiran Stevens, bagaimana Stevens bisa berada disini dan mengenali pria yang kini berada diatasnya.
Azor mendengus kecil, tangan nya merapihkan rambut joen.
"Kau akan mengetahui nya nanti." Setelah mengatakannya Azor beranjak dari kasur. Pria itu tampak berjalan kearah perapian. Joen yang melihat itu kembali mendudukkan dirinya untuk melihat apa yang akan Azor lakukan dengan perapian yang ada di depan nya.
"Apa udaranya dingin?" Azor menoleh, tangan nya mengambil satu botol alkohol yang ada di dekat nya.
Joen mengangguk pelan, udara di ruangan nya memang terasa dingin. Entah apa yang menyebabkan ruangan yang seharusnya terasa panas dan pengap ini justru terasa dingin dan tidak terasa pengap sama sekali, hanya lorong gelap tadi yang terasa pengap baginya, selebihnya semuanya terasa normal bagi joen.
Atensi joen kembali teralihkan saat Azor menuangkan alkohol itu kearah tumpukan kayu di perapian, setelah itu Azor menyalakan apinya dan perapian pun menyala dengan api yang besar.
Joen terkejut saat api itu menyala dengan api besar, sedangkan Azor yang berada tepat di depan perapian itu tidak terkejut sama sekali.
"Menjauh lah Azor." Joen menyuruh Azor untuk menjauh dari perapian tapi Azor seolah tak mendengar apa yang Joen katakan, pria itu tetap berdiam diri di sana. Di sela sela Joen yang sedang memperhatikan Azor ia bisa melihat tubuh atas pria itu penuh dengan bekas luka. Hampir seluruh tubuh nya memiliki bekas luka yang terlihat dalam, bahkan di punggung nya ada bekas luka yang terlihat sangat panjang seolah terkena benda tajam semacam pedang.
"Apa ini sakit?"
Azor berbalik saat dirasa ada yang menyentuh punggungnya.
"Tidak" Azor membawa tangan kecil itu untuk ia genggam.
"Bagaimana bisa kau mendapatkan luka ini?" Joen menatap Azor lembut.
"Ketika aku membunuh seseorang."
"A-apa?"
~'Gregor'~
Alreaders bilike : Akhirnya bsa baca tanpa nunggu seminggu:)
Kmrin siapa yg mnta update lg? Ngetiknya serasa setengah mati loh ini wkwk jdi prah klo ga di vote :v
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑮𝒓𝒆𝒈𝒐𝒓-𝐄𝐍𝐃
RomancePenjara Gregor adalah penjara dengan tingkat kejahatan tertinggi di Itali. Bagaimana seorang dokter muda yang bekerja di Tahanan Gregor menghadapi situasi berbahaya setiap harinya apalagi saat di pertemukan dengan seorang pidana yang memiliki kekuas...