38

21.3K 1.8K 73
                                    

"Bagaimana?"

"Aku sudah menyelidiki semuanya, dan kau tahu?" Stevens memelankan suaranya "aku menemukan sebuah karung berisi pasir, ketika aku menginjaknya aku merasakan sesuatu dan kau tahu apa itu?.."

"Hm?"

"Sebuah emas! Emas batangan!.. oh sial aku harus memelankan suaraku." Stevens tampak kesal disana, ia terlalu bersemangat karena menemukan sebuah emas.

"Aku tahu."

"Apa?! Kau tahu?"

"Cari sisanya Steve, jangan sampai orang lain mengetahuinya."

"Ya ya baiklah. Oh dan.."

Azor menghentikan gerakannya saat akan mematikan sambungan telpon.

"Aku melihat sesuatu saat tidak sengaja menggali tanah. Aku rasa ada sesuatu yang di kubur di bawah tanah pabrik ini."

"Lalu apa kau menutup nya lagi?"

"Tentu, kita tidak tahu apa yang ada di bawah sana. Jika polisi lain yang menemukannya mungkin itu akan menjadi masalah besar dan kita tidak akan mendapatkan apapun."

"Kau jaga tempat itu, jangan sampai di temukan orang lain. Aku akan memastikannya nanti."

"Selain masalah ini, ternyata pabrik ini pernah di pakai untuk pengeksekusian. Bisa jadi tempat itu untuk mengubur mayat bukan?"

"Tinggalkan masalah itu untuk sementara, selesaikan saja pekerjaanmu."

Azor mematikan sambungan telponnya dan melempar ponsel itu keatas meja.

"Hares, sebenarnya apa yang ingin kau tunjukan." Mata merahnya tampak menatap lurus, Azor sudah muak melakukan aksi kejar kejaran dengan Hares. Yang ia inginkan hanya pria tua itu datang menemuinya dan ia akan langsung menghabisi nyawanya.

Setelah menghabiskan waktu cukup lama untuk berdiam diri, Azor akhirnya memutuskan untuk kembali kekamarnya dimana ada seorang pria manis yang tak sadarkan diri.

Sementara itu, pria manis yang tengah dituju Azor itu tampak menggeliat dalam tidurnya. Mata biru indahnya berusaha terbuka, sedangkan tubuhnya tidak bisa di gerakan.

"Sstt.." Joen mendesis pelan saat ia berusaha menggerakkan tubuhnya.

"Ini perih." Ucap Joen sembari mengigit bibir bawahnya.

"Kau sudah bangun Joe?"

Joen menolehkan kepalanya kearah pintu dimana pria yang sangat ia kenali berjalan kearahnya.

"Apa aku pingsan?" Tanya Joen masih dengan posisinya yang terbaring lemah diatas kasur.

"Ya, sudah 2 hari."

"Apa?!"

"Bagaimana keadaanmu?" Azor mendekat kearah Joen dan ikut berbaring di samping dokter muda itu.

"Tubuhku terasa hancur."

"Kau berlebihan." Azor mengecup rambut Joen.

"Diluar masih gelap, apa kau yakin aku pingsan selama itu?" Joen menolehkan kepalanya kearah Azor.

"Ya, aku bahkan memanggil dokter untuk memeriksamu."

"Benarkah?"

"Hm." Azor menyusupkan kepalanya di perpotongan leher Joen dan mengecup pelan leher putih yang kini tampak penuh dengan bekas gigitan dan ruam merah.

"Apa yang dokter katakan?"

"Dia bilang aku tidak boleh berlebihan."

"Kenapa dokter mengatakan itu? Bukankah kita hanya melakukannya saat di lorong saja?"

"Entahlah, saat kau pingsan aku membawamu kesini tanpa melepaskannya. Saat dokter memeriksamu aku juga tidak melepaskannya."

Bola mata Joen membelak Sempurna. "A-apa? Apa kau melakukannya selama 2 hari itu?"

Azor mengangguk dan tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun. Joen yang melihat itu semakin membulatkan matanya dengan rahangnya yang jatuh.

"K-kau.. bagaimana b-bisa?"

"Apa maksudnya dengan bagaimana? Tentu saja aku bisa karena aku tidak mungkin berhenti saat penisku terus ereksi."

"Aku rasa.. aku akan mati perlahan jika terus seperti ini."

"Tidak mungkin, karena aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Suara Azor terdengar berbeda, Joen yang mendengar perubahan suara itu memilih diam dan mengusap lembut kepala Azor yang ada di dadanya.

"Tubuhku jadi seperti ini, kau harus bertanggung jawab Azor."

"Tentu, aku akan menikahi mu."

"Hah?! A-apa...bukan itu maksudku!" Joen memalingkan wajahnya, panas. Pipinya mulai memerah mendengar ucapan Azor.

"Lalu?" Azor mengecup pipi joen.

"K-karena seluruh tubuhku sakit kau harus merawatku."

"Jadi kau tidak mau menikah denganku?"

Joen terdiam, ia menatap Azor yang kini menatapnya tajam. Pikirnya, bagaimana Azor bisa mengatakan hal seperti itu dengan sangat santai.

"Aku lapar." Joen memutuskan tatapannya dan memilih menatap ke sekeliling.

"Aku akan membawakan makanan." Ucap Azor dan keluar dari kamar.

"Huft...wajahnya selalu terlihat tenang. Aku tidak bisa membedakan ucapannya saat ia serius atau tidak." Ucap Joen saat ia melihat Azor yang semakin menjauh.

"Azor benar benar mengigit semuanya." Joen memperhatikan tubuhnya yang kini penuh dengan bekas gigitan, kedua putingnya juga terasa bengkak dan perih. Bagian lain yang benar benar terasa perih adalah bagian bawahnya sampai sampai ia tidak bisa menutup kakinya.

"Azor benar benar melakukan apa yang ia katakan." Joen kembali menghembuskan nafas pelan. Yang ia pikirkan saat ini adalah nafsu Azor yang seperti binatang, pria itu bahkan tidak berhenti saat dirinya sudah kehilangan kesadarannya.

"Aku harap kau tidak memikirkan pria lain saat terdiam seperti itu."

Joen menolehkan kepalanya kearah Azor yang datang membawa makanan ditangannya. Setelah Azor berada di samping tempat tidur ia membantu Joen untuk duduk.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Ucap Joen saat Azor menyuapinya.

"I know you can, but let me in baby." Azor mengusap bibir Joen dengan ibu jarinya.

Joen menahan nafasnya, pipinya kembali memerah. Tidak! Joen tidak bisa melakukannya lagi!

"Can you stop it Azor?"

"No."

Azor mendekat dan mencium lembut bibir Joen, lidahnya bergerak memberikan ciuman penuh cinta yang terasa nyaman. Joen yang merasakan itu hanya bisa menutup matanya, membiarkan Azor menciumnya lebih dalam.

"Eugh.."

"Apa kita harus melakukannya lagi sweetie?"

Joen menggelengkan kepalanya dan mendorong pelan dada Azor.

"Tapi ini basah."

Joen membelakan matanya saat Azor mengusap kepala penisnya.

"Tubuh mu tidak bisa berbohong sweetie blue." Azor mengecup kelopak mata Joen dan tangannya mulai turun ke bagian bawah.

"Nghh...aku akan benar benar mati jika seperti ini...AHHH!"

~'Gregor'~

Yeay up, with love Alstory♡

𝑮𝒓𝒆𝒈𝒐𝒓-𝐄𝐍𝐃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang