Tubuh kecil itu kini tampak basah, guyuran air shower membasahi tubuh telanjangnya. Dengan tatapan kosong ia membiarkan air itu jatuh menyusuri tubuhnya, setiap tetes air yang terasa di kepalanya kembali mengingatkannya akan kejadian kejadian yang ia alami setelah bekerja di tahanan Gregor.
Apa yang harus ia lakukan? Siapa yang harus ia percaya? Kenapa semua ini terjadi padanya? Pertanyaan pertanyaan itu selalu mengganggu pikirannya. Yang membuat dokter muda itu semakin merasa bodoh adalah fakta bahwa tidak ada seorangpun yang bisa memberikan jawaban.
"Huft..."
Hembusan nafas berat keluar dari bibirnya, dadanya naik turun guna menormalkan pernafasannya. Dokter muda itu kini merasa takut, ia takut tidak bisa mengendalikan keadaan disekitarnya.
Joen memejamkan matanya sejenak, setelah beberapa menit dia akhirnya mematikan shower karena tubuhnya mulai terasa dingin.
Joen mengambil bathrobe hitam milik Azor yang tergantung di dekatnya, dengan cepat ia mulai memakainya dan mulai melangkahkan kaki kecilnya dengan gontai keluar dari kamar mandi.
"Terlihat lebih segar sweetie."
Deg
Suara berat yang sangat ia kenali terdengar di telinganya, mata birunya membelak dengan bibir yang bergetar saat melihat Azor kini tersenyum kecil ke arahnya.
"K-kau..." Joen berjalan cepat mendekat ke arah Azor. Tanpa menunggu waktu yang lama tubuh kecil terbalut bathrobe itu naik keatas kasur dan langsung memeluk pria besar di depannya.
Kedua tangan mungil itu memeluk erat, membiarkan rambutnya yang masih basah mengenai dada Azor yang masih di perban.
Berbeda dengan Joen, Azor kini mengelus pelan punggung kecil yang ada di pangkuannya, membiarkan punggung itu bergetar hingga suara lirih mulai terdengar.
"K-kenapa...hiks..kenapa kau tidak memberitahuku jika kau merasa sakit?!"
Kepalan tangan kecil itu mulai memukul punggung Azor melampiaskan kekesalannya, air mata mulai terasa membasahi dada pria tegas yang kini tersenyum kecil.
"Aku baik baik saja." Suara Azor berusaha menenangkan Joen.
Mendengar jawaban Azor yang terdengar singkat bukannya membuat Joen berhenti menangis justru ia semakin terisak dan menjauhkan wajahnya dari dada bidang Azor.
Joen mendongak menatap Azor yang juga tengah menatapnya. "APA?!" Suara Joen kencang membuat Azor mengerjapkan matanya.
Dengan alis yang menukik dan wajah yang mulai memerah menahan amarah Joen kembali bersuara.
"Kau bilang apa?! Baik baik saja? Apa kau tidak tahu betapa khwatirnya aku?! Kau benar benar!" Kini Joen memukul dada Azor, setelah memukulnya dokter muda itu kembali menunduk. "A-aku sangat takut...hiks."
Azor dengan cepat kembali membawa tubuh kecil itu kedalam pelukannya, tangis nya kini terdengar semakin kencang.
"A-aku takut kau mati... Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan jika kau mati Azor...hiks..k-kau kau seharusnya memberitahuku jika kau merasa sakit." Joen kembali memeluk Azor dengan erat, suaranya teredam di dada Azor.
"Aku takut berakhir sendirian Azor." Air mata semakin membasahi perban di dada Azor, tangan besarnya kini mengelus rambut Joen dengan lembut.
"Itu tidak akan terjadi." Azor mengecup puncak kepala Joen berkali kali, didekapnya tubuh yang masih bergetar itu dengan tangan yang tak henti hentinya mengusap lembut.
Azor membiarkan Joen melampiaskan semuanya sampai ia merasa puas, hingga beberapa puluh menit akhirnya suara tangis itu mulai reda.
Azor mengurai pelukannya lalu mengusap sisa air mata di pipi joen. "Merasa lebih baik sweetie?" Joen mengangguk mendengar pertanyaan Azor.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑮𝒓𝒆𝒈𝒐𝒓-𝐄𝐍𝐃
RomancePenjara Gregor adalah penjara dengan tingkat kejahatan tertinggi di Itali. Bagaimana seorang dokter muda yang bekerja di Tahanan Gregor menghadapi situasi berbahaya setiap harinya apalagi saat di pertemukan dengan seorang pidana yang memiliki kekuas...