Setelah sampai di kantin, Alvaro langsung saja memesan ice cream yang disukai oleh Alana.
Beberapa menit kemudian, Alvaro sudah kembali dengan dua ice cream yang berada di kedua tangannya.
"Nih, kesukaan lo, ice cream Vanila," ujar Alvaro.
"Varo, kok tau?" tanya Alana heran.
"Ya iyalah, apa coba yang gak gue tau dari lo. Bahkan, isi hati Lo aja gue tau," ujar Alvaro.
"Isi hati Alana? Apa coba?" tanya Alana.
"Di hati lo, selalu ada gue. Dan dipikiran lo, selalu memikirkan masa depan, bersama gue," ujar Alvaro dengan senyumannya.
"Gak ya, Alana itu lagi gak mikirin apa-apa," ujar Alana.
"Varo, sok tau. Dasar buaya."
Alvaro hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Udah-udah, makan ice cream nya. Nanti gue ambil lagi, nangis lo," ujar Alvaro.
"Alana gak cengeng, Alana juga bisa beli ice cream sendiri," ujarnya.
"Ya udah, berarti lo yang bayar."
"Loh? Gak bisa gitu, Varo! Kan, Varo sendiri yang bilang, mau traktir Alana," ujar Alana kesal.
"Buruk siku tau," ujar Alana lagi.
"Iya iya, gue yang bayar. Cepat makannya, nanti ketahuan lagi, kalau kita bolos," ujar Alvaro.
Dan mereka berdua pun menikmati ice cream tersebut. Ice cream milik Alvaro sudah habis, sedang Alana belum.
Alvaro hanya menatap Alana yang sedang menikmati ice cream miliknya.
"Cantik banget sih, jadi pacar gue, mau?" tanya Alvaro.
Alana menatap Alvaro dengan kesal, "Kumat buayanya," ujar Alana.
Setelah menghabiskan ice cream miliknya, Alana langsung saja kembali ke kelas, dan meninggalkan Alvaro yang sedang membayar.
Ketika Alvaro kembali, ia tidak menemukan Alana lagi. Ia pun menyusuri koridor sekolah, untuk mencari Alana.
"Mana lagi tuh bocil," ujar Alvaro.
"Apa, udah balik ke kelas ya."
"Mungkin udah, mending gue ke kelas juga." Alvaro memutuskan untuk kembali ke kelas, karena menurutnya, Alana pasti sudah kembali ke kelas juga.
Jam sudah menunjukkan pukul 14.00, dan sudah waktunya bel pulang sekolah berbunyi. Edgar dan yang lainnya sudah sampai di parkiran, dan bersiap untuk pulang.
Tetapi ketika ingin menyalakan motor miliknya, datanglah kedua sahabat Aurora dan bertanya kepadanya.
"Edgar, Rora mana?" tanya Clara.
Edgar yang mendengar pertanyaan itu terdiam kaku, ia baru mengingat bahwa ia telah mengunci Aurora di gudang. Dengan segera Edgar berlari menuju gudang, sebelum itu ia sudah menyuruh yang lainnya untuk pulang duluan.
Ketika pintu gudang sudah terbuka, Edgar dengan segera mencari keberadaan Aurora. Setelah mengelilingi setiap sudut gudang, Edgar menemukan Aurora yang terduduk pingsan, dan dengan segera Edgar menghampirinya.
Seketika Edgar panik ketika merasakan suhu tubuh Aurora yang sangat panas, dan wajahnya sudah pucat. Dengan segera Edgar menggendong Aurora dan memesan taksi untuk membawanya ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit, para suster langsung membawa Aurora ke ruang IGD.
Saat ini, Edgar sedang dalam keadaan cemas, ia merasa bersalah karena sudah mengurung Aurora selama itu.
Ia pun memutuskan untuk menghubungi kedua orang tua Aurora. Tidak lama kemudian datanglah kedua orang tua Aurora, dengan kedua orang tuanya juga, mereka semua panik dan memberikan banyak pertanyaan kepada Edgar.
Edar menjelaskan semua apa yang telah terjadi. Karena merasa marah dengan kelakuan putranya sang papa pun menampar Edgar dengan begitu kuatnya.
"Papa nggak pernah ngajarin kamu untuk seperti ini. Papa kecewa sama kamu," ujar Papa Edgar.
Edgar kembali merasa sangat bersalah, ia pun meminta maaf kepada kedua orang tua Aurora, dan mereka memaafkan Edgar, karena mereka juga tahu ini adalah kesalahan Aurora juga.
Tidak lama kemudian, keluarlah seorang dokter dari ruang IGD. Bunda Aurora langsung saja menghampiri dokter tersebut dan bertanya.
"Putri saya, gimana keadaannya dok?" tanya Bunda Aurora.
"Putri ibu tidak apa-apa. Hanya saja, ia mengalami trauma, mungkin semasa hidupnya, ia pernah mengalami hal yang buruk sehingga membuatnya trauma, untuk saat ini putri ibu belum sadar. Dan saya harap kalian semua bisa mengerti situasi saat ini, jangan membuatnya untuk mengingat hal-hal buruk yang pernah terjadi," ujar dokter tersebut.
"Baiklah dok, terima kasih."
"Kalau begitu, saya permisi," ujar dokter tersebut.
Mama Edgar menghampiri Bunda Aurora, dan menenangkannya.
"Sebenarnya apa yang dimaksud dokter tersebut? Bagaimana bisa, Aurora mengalami trauma? tanya Mama Edgar.
"Dulu Aurora adalah gadis yang periang dan baik hati. Tetapi ketika masuk sekolah menengah pertama, ia menjadi korban bullyan teman-temannya, kami saat itu tidak mengetahui hal tersebut, sampai pada akhirnya. Aurora mengatakan semuanya, ia mengalami depresi berat dan sempat ingin mencoba bunuh diri, Aurora juga pernah hampir diperkosa oleh gurunya sendiri, karena itu Aurora memiliki trauma, dan sekarang ia mencoba untuk mengubah sifat dan sikapnya."
"Karena itu juga, ia sekarang menjadi pribadi yang keras kepala dan susah diatur, ia takut menjadi korban bullyan teman-temannya di sekolah."
Edgar yang mendengar hal tersebut, hanya bisa terdiam dengan perasaan bersalahnya.
Beberapa jam kemudian, Aurora sudah sadar. Dan yang melihatnya pertama kali adalah Edgar.
Edgar yang mengetahui Aurora telah sadar, dengan segera menghubungi kedua orang tua Aurora.
Aurora menatap Edgar dengan ekspresi yang sulit untuk ditebak, Edgar pun menghampiri Aurora dan mengucapkan maaf terus-menerus.
"Maafin gue. Karena gue, lo jadi gini," ujar Edgar dengan tulus.
"Untuk apa minta maaf? Ketos sialan seperti lo, emang gak punya hati!"
"Ini juga salah lo, jadi cewek itu jangan bandel, gue udah baik-baik minta maaf karena gue merasa bersalah!" ujar Edgar yang sudah kesal.
"Gak usah banyak bacot deh, mending lo keluar!"
Edgar keluar dari ruangan tersebut, dan tidak lama kemudian kedua orang tua Aurora masuk.
"Sayang, gimana keadaan kamu?" tanya Bunda Aurora.
"Aurora udah nggak papa kok, Bun", ujarnya.
"Kamu laper? Mau makan?" tanya Bunda Aurora.
Aurora pun mengangguk sebagai jawaban.
Bunda Aurora dengan segera meraih kantong plastik yang ada di atas meja
"Itu, dari siapa Bun? Tanya Aurora.
Tadi, Edgar yang beli, dia tau, kalau kamu pasti gak suka makanan rumah sakit, jadi dia beli makan di luar," ujar Bunda Aurora, sambil menaruh bubur tersebut di mangkok. Lalu menyuap Aurora
Aurora hanya diam saja, lalu menerima suapan dari Bundanya.
Hai Guys,ini Cerita untuk Event PENSI VOL 3
Support aku ya
Jangan lupa Vote,Komen, dan Follow ❤️✨
Tunggu kelanjutannya besok ya
Pantengin terus akunnya Renn
Khamsahamnida ✨❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ketos My Husband |END| (TERBIT)
Teen FictionEdgar Emiliano Adison, seorang laki-laki dengan sifat dinginnya dan ketegasannya dalam menjalankan tugasnya menjadi seorang ketua Osis. Datar adalah ekspresi wajah yang selalu ditunjukkannya kepada semua orang. Bagaimana jika seorang Edgar menjalin...