Bab 7

872 30 0
                                    

BUGH
BUGH
BUGH
BRAK
BRAK

Edgar terus saja menghajar segerombolan laki-laki tersebut seorang diri, sampai pada akhirnya mereka semua pergi dan meninggalkan Edgar dan Aurora.

Edgar dengan segera menghampiri Aurora yang sudah terduduk lemah di pinggir jalan. Edgar menggendong Aurora dan membawanya ke dalam mobil miliknya.

"Maaf," lirih Edgar, ia sangat merasa bersalah dengan apa yang terjadi kepada Aurora.

Setelah sampai di mobil, Edgar mendudukkan Aurora dan memasang seet belt untuknya. Aurora menatap Edgar dengan tatapan sayunya, lalu menangis.

"Hiks...hiks..."
"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Edgar dengan raut wajah khawatirnya.
"Maaf, hiks...hiks."
"Ssttttt, gue yang seharusnya minta maaf, karena udah tinggalin Lo tadi," ujar Edgar.

"Lo, diapain aja sama mereka?" tanya Edgar.
"Hiks...mereka, hiks...cium aku di sini hiks...hiks...," ujar Aurora sambil menangis.
Edgar menggepalkan tangannya, dan urat-urat lehernya terlihat. Menandakan bahwa ia sekarang sedang marah.

"Gak ada seorang pun, yang boleh sentuh milik gue," batik Edgar.
Edgar pun menahan tengkuk Aurora, dan mengecup bibirnya sekilas.
"Bekas mereka, udah aku hilangkan."

Aurora mengangguk, lalu memeluk Edgar, "Mau pulang," ujarnya.
"Ya udah, kita pulang sekarang."
Edgar melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, lalu membawa Aurora pulang.
"Jangan ke rumah, nanti Bunda marah," ujar Aurora sambil menunduk.

"Jadi, mau kemana?" tanya Edgar.
"Kemana aja, asalkan jangan ke rumah," ujarnya.
Edgar pun membawa Aurora ke apartemen miliknya, karena jika dibawa ke rumahnya juga, pasti akan banyak pertanyaan dari kedua orang tuanya.

"Tempat tidurnya cuma ada satu, gue tidur di sofa aja. Karena, gak mungkin gue tinggalin lo di sini sendirian," ujar Edgar, lalu membantu Aurora untuk tidur dan mengambil posisi yang nyaman.

Ketika ingin pergi, tangan Edgar dicekal oleh Aurora, Edgar pun menatap Aurora, "Tidur di sini aja, nanti badan lo sakit," ujar Aurora.
"Beneran, gak papa?" tanya Edgar, dan mendapat anggukan dari Aurora.

Edgar pun merebahkan tubuhnya di samping Aurora. Tanpa ia duga, Aurora memeluk tubuhnya dari samping, ia pun melihat ke arah Aurora yang sudah terlelap dalam tidurnya.

Dengan perlahan tapi pasti, Edgar membalas pelukan Aurora, dan menjadikan tangannya sebagai bantal Aurora. Biarlah malam ini mereka berdua berbagi kehangatan dalam tidurnya.

Pagi ini, Aurora yang sudah memakai seragam sekolah, sekarang disibukkan dengan berkutat di dapur, untuk memasak sarapan mereka berdua. Jangan bertanya dari mana seragam sekolah tersebut, karena Edgar tadi pagi menyuruh Alvaro untuk membeli seragam sekolah di toko.

Edgar yang sudah siap dengan baju sekolahnya, dengan segera duduk dan menunggu Aurora menghidangkan sarapan untuknya, wisata masa depan ya guys wkwk.

Mereka pun makan dengan tenang, sampai pada akhirnya suara deringan ponsel memecahkan keheningan di lagi hari tersebut.

Ponsel yang berbunyi adalah milik Edgar, dan yang menelponnya adalah Bunda Aurora. Dengan segera ia mengangkat panggilan tersebut.

"Edgar, kenapa semalam langsung dimatikan teleponnya?"
"Maaf, Tan, Edgar gak sengaja."
"Kalian baik-baik aja kan? Kenapa Rora gak pulang semalam? Tante khawatir sama kalian."
"Kami baik-baik aja kok, Tan. Bahkan Rora jug ada di sini, sebelumnya maaf ya Tan, kalau Rora nginap di apartemen nya Edgar semalam."
"Gak papa, kalau itu sama kamu, Tante gak keberatan. Coba kasih ponselnya ke Rora, Bunda mau ngomong."
Edgar pun memberikan ponselnya kepada Aurora yang sedari tadi menyimak pembicaraannya.
"Halo, Bun."
"Rora sayang, mamak pikir kalian kenapa-kenapa."
Aurora menatap ke arah Edgar.
"Gak papa kok, Bun."
"Rora, udah sarapan?"
"Udah, Bun. Ini lagi sarapan sama Edgar."
"Ya udah, kalau gitu Bunda tutup, ya."
"Jangan sampai terlambat ke sekolah, jangan karena kamu, nanti Edgar juga ikut terlambat."
"Iya iya, Bun."
Bunda Aurora pun mengakhiri sambungan teleponnya.

"Udah? Kita berangkat sekarang, gue gak mau telat, cuma karena, lo," ujar Edgar.
"Kayaknya sifat ketos dia udah balik, semalam aja sok manis, sekarang beda lagi," batin Aurora.
"He! Jangan bengong, lo mau? Gue tinggal," ujar Edgar.

"Ck." Dengan segera Aurora mengambil tasnya, lalu keluar dari apartemen Edgar. Edgar hanya  menatapnya lalu mengambil kunci mobil miliknya.
"SEKARANG, LO YANG LAMA," teriak Aurora.
"Diam, masih pagi," ujar Edgar yang baru saja keluar.

Mereka pun berangkat ke sekolah bersama-sama, dan itu menjadi pusat perhatian di sekolah mereka. Aurora sudah mengatakan kepada Edgar, agar menurunkannya di depan halte, tetapi Edgar menolak.

"Ini semua karena,lo!" ujar Aurora kesal.
"Kok jadi salah, gue?" tanya Edgar tidak terima.
"Ya iyalah. Lihat sekarang, gue jadi pusat perhatian," ujar Aurora.
"Ya gak papa, sih. Lo seharusnya bangga karena bakal punya suami seganteng gue," ujar Edgar.
"Jijik gue," ujar Aurora dengan pedasnya, lalu pergi berlalu menuju ruang kelasnya.

Setelah sampai di kelasnya, ia sudah disambut dengan kedua sahabatnya.

"Rora, semalam lo hilang, ya?" tanya Clara.
"Enggak," ujar Aurora.
"Tapi, Edgar telepon kami berdua. Ya kan, Alana?" ujar Clara.
"Iya."
"Edgar nya aja yang lebay," ujar Aurora.

"Tapi tapi, kok bisa, sih. Edgar nyariin, lo?" tanya Clara curiga.
"Biasanya kan, kalian berantem terus," sambung Alana.
Sekarang Aurora sudah gelagapan, ia bingung harus menjawab apa.
"Ah, Bunda gue, temanan sama mamanya Edgar," ujar Aurora dengan senyum palsunya.

Clara memicingkan matanya, "Curiga gue," ujarnya.
"Udah udah, gue baru datang, tapi kalian udah banyak tanya. Biarin gue duduk dulu kali," ujar Aurora sambil melangkahkan kakinya menuju tempat duduknya.
"Nah pas banget, lo kok, datangnya cepat?"tanya Clara.

"Gue lihat juga, lo tadi sama Edgar," ujar Clara.
"Ya kan gue udah bilang, Bunda gue sama Mama Edgar itu temenan," ujar Aurora.
"Tapi kan..." Belum menyelesaikan ucapannya, guru langsung masuk, dan Clara segera kembali ke tempat duduknya.

Jam istirahat pun tiba, saat ini Aurora dan kedua sahabatnya sedang duduk di kantin, sambil menunggu pesanan mereka.

Tidak lama kemudian, Edgar dan juga kedua sahabatnya datang menghampiri menghampiri mereka.

"Ketos sialan, ngapain lo, di sini?" tanya Aurora.
"Ya, gue mau makan lah," ujar Edgar.
"Cari tempat lain," balas Aurora.
"Buta mata lo? Lo lihat, ada tempat kosong?" tanya Edgar.

"Gue gak peduli, intinya jangan di sini," balas Aurora.
"Terserah." Edgar dan kedua sahabatnya langsung saja duduk, dan menghiraukan tatapan tajam dari Aurora.

"Gak selera gue." Aurora berdiri dan beranjak dari tempat duduknya, dengan diikuti kedua sahabatnya.
"Mereka pergi," ujar Cakra.
"Biarin," balas Edgar.

Aurora berjalan menuju rooftop, Terdapat sebuah sofa, yang biasanya menjadi tempat berkumpul murid-murid yang bolos.

Aurora merebahkan tubuhnya, sementara kedua sahabatnya hanya memandang ke arahnya.

"Kalau mau balik ke kelas, duluan aja," ujar Aurora.
Clara dan Alana pun kembali ke kelas, dan meninggalkan Aurora di rooftop.

Hai Guys,ini Cerita untuk Event PENSI VOL 3
Support aku ya😊
Jangan lupa Vote,Komen, dan Follow ❤️✨
Tunggu kelanjutannya besok ya
Pantengin terus akunnya Renn
Khamsahamnida ✨❤️❤️



My Ketos My Husband |END| (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang