Bab 24

710 16 0
                                    

Sesampainya di rumah, Aurora langsung saja masuk ke kamar yang sering ia tempati. Tujuannya hanya untuk mencuci muka dan berganti baju, tetapi ketika memandang wajahnya sendiri di cermin, membuat Aurora menangis.

"Hiks...hiks..."
"ARGHHHH!" Aurora berteriak dan memukul kaca yang ada di depannya sampai kaca tersebut pecah.
"Hiks...GUE SEHARUSNYA SADAR DIRI, GUE CUMA ISTRI YANG GAK BERGUNA!"
"Hiks...hiks..."
Aurora terus saja berteriak dan menangis, hatinya teramat sangat sakit.

"Hah... Hah... Hah..." Dadanya terasa sangat sesak, ini yang paling Aurora benci dari dirinya yang lemah, traumanya kembali menghantui dirinya, ia terduduk di lantai sambil menarik rambutnya sendiri sambil berteriak.

"ARGHHHH!"
Aurora berlari ke arah meja lalu mengambil inhaler nya. Aurora segera memakainya, mulailah napasnya kembali normal. Karena sudah sangat lelah, Aurora mengambil beberapa obat dari lacinya lalu meminumnya. Ia ingin tidur dengan keadaan tenang.

Tidak ada yang mengetahui bahwa Aurora sering mengkonsumsi obat tidur dalam dosis tinggi, ia sering meminumnya ketika ia sudah tidur dan terlalu banyak pikiran. Semua orang beranggapan dia orang yang baik-baik saja dan hanya memiliki trauma kecil, tetapi tidak ada yang mengetahui tentang hatinya, bukan fisiknya yang terluka tetapi mentalnya. Aurora akhirnya tertidur.

Sementara Edgar, ia baru saja kembali. Edgar memandang kesana kemari mencari keberadaan Aurora, tetapi ia tidak menemukan siapapun. Dari semalam ia memang tidak pulang, karena ia menginap di rumah Cakra.

Karena merasa sangat lelah, Edgar memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan membersihkan dir.

Hari mulai malam, Edgar yang sangat lapar pun pergi ke dapur untuk makan malam. Tetapi ketika melihat ke meja, tidak ada apapun di meja.

"Ck, apa perempuan itu tidak masak," ujar Edgar.
Edgar melangkahkan kakinya menuju kamar tamu, lalu mengetuknya.

Tok tok tok
"Rora, lo belum masak, gue lapar."
Karena tidak mendapatkan jawaban apapun, Edgar kembali mengetuk pintu tersebut beberapa kali, barulah terbuka dan menampilkan Aurora yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Ada apa?" tanya Aurora dengan wajah datarnya.
"Gue mau makan, lo belum masak," balas Edgar.
Ia memandang Aurora, ada yang berbeda dari istrinya tersebut.
"Lo, kenapa?" tanya Edgar.
"Bukan urusan lo," balas Aurora lalu pergi melewati Edgar menuju ke dapur.

"Gue suami lo, jadi gue berhak nanya!" ujar Edgar yang mulai kesal.
"Suami? He, suami mana yang berani peluk perempuan lain di luar sana, dan gak pulang semalaman?" tanya Aurora dengan nada yang bergetar, ia mencoba untuk tidak menangis dan terlihat lemah di hadapan Edgar.

"Apa maksud lo?" tanya Edgar bingung.
"Gak usah pura-pura gak tau, gue lihat semuanya. Lo pelukan sama perempuan lain di halte! Gue lihat Edgar!" Aurora memandang Edgar dengan tatapan kecewa dan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Dia bukan siapa-siapa gue," balas Edgar.
"Heh, bukan siapa-siapa? Lo pikir gue percaya?"
"Ya udah kalau lo gak percaya, intinya perempuan itu bukan siapa-siapa gue."

Aurora menarik napasnya dalam, mencoba untuk menenangkan hari dan pikirannya. Lalu ia melanjutkan berjalan ke arah dapur dan mulai memasak.

Setelah memasak, Aurora langsung meletakkan makanan tersebut di meja, lalu pergi kembali ke kamarnya.

"Makan."
Aurora menghentikan langkahnya tanpa berniat menatap Edgar.
"Gak napsu," balasnya.
"Gue bilang, makan!"
Mau tidak mau, Aurora harus patuh kepada Edgar, karena Edgar adalah suaminya.

Ketika makan, Edgar terus saja menatap ke arah Aurora, wajah istrinya tersebut terlihat sangat pucat dengan mata yang sembab.

"Lo sakit?" tanya Edgar.
"Enggak."
"Kalau sakit bilang, jangan nanti jadi nyusahin," ujar Edgar.
"Gue udah bilang, gue gak sakit."
Selesai makan, Aurora langsung kembali lagu ke kamarnya dan melanjutkan tidurnya, ia ingin keadaannya kembali membaik besok, karena ia harus sekolah.

Pagi ini, Aurora sudah siap dengan seragam sekolahnya, ia juga sudah mempersiapkan sarapan untuk Edgar. Ia memilih untuk pergi duluan karena malas bertemu dengan Edgar.

Di perjalanan, Aurora tidak sengaja bertemu dengan perempuan yang bersama Edgar semalam, Aurora menatap lekat perempuan tersebut. Ia bertanya-tanya, siapakah perempuan ini bahkan ia tidak pernah melihatnya sekalipun.

Ketika mereka berpapasan, dapat terlihat jelas oleh Aurora perempuan tersebut menatapnya sinis, Aurora berhenti melangkah lalu berbalik dan menatap perempuan tersebut.

"Punya masalah sama gue?" tanya Aurora.
"Loh, emang kenapa?" tanya perempuan tersebut.
"Biasa aja lihatnya," balas Aurora.
"Kenapa? Terserah gue dong, yang punya mata kan gue. Ohh iya, apa lo takut ya sama gue, karena semalam suami lo sama gue," ujar perempuan tersebut.

Benar dugaan Aurora, perempuan tersebut adalah yang bersama Edgar semalam. Belum ditanya sudah mengaku duluan.

"Jadi lo, yang sama Edgar semalam," balas Aurora.
"Kenapa? Lo takut Edgar balik lagi ke gue? Wajar sih sebenernya, karena lo itu istri yang gak berguna dan selalu buat masalah. Asal lo tau aja, Edgar selalu cerita sama gue tentang permalasahan lo sama dia," ujar perempuan tersebut panjang lebar.

"Karena apa? Karena gue adalah cinta pertamanya Edgar. Kenalin, gue Angelia."
"Gue sama Edgar udah lama kenal, bahkan bisa dibilang gue cinta pertamanya. Jadi, gue bisa kapan aja ngambil Edgar dari lo."

"Jadi perempuan ini Angelia, tapi Edgar gak pernah cerita, gue pikir mantan pacarnya cuma Clarisa."
"Kenapa diam? Takut? Gak papa sih, karena dari awal lo udah ngambil milik gue."
Karena malas mendengar perkataan perempuan yang ada didepannya, Aurora memutuskan untuk pergi melanjutkan langkahnya menuju gerbang sekolah.

Untuk pertama kalinya dan hidupnya, Aurora tidak terlambat ke sekolah. Ia pergi ke sekolah cepat karena malas berurusan dengan Edgar yang merupakan seorang ketua osis yang selalu menghukumnya jika terlambat, apalagi hubungan mereka berdua sekarang ini sedang tidak baik-baik saja.

"Loh? Tumben cepat datang," ujar Clara yang melihat Aurora memasuki ruang kelas.
"Lagi malas terlambat," balas Aurora.
"Kenapa? Lo malas berurusan sama Edgar?" tanya Clara.
"Iya, karena hubungan kami sampai sekarang belum baik," ujar Aurora.
"Gue mau banget bantu lo selesaikan masalah yang lagu menimpa lo, tapi lo selalu menolak bantuan gue."
"Ini bukan soal itu, sebenarnya kalau Edgar bersikap dewasa dan maafin gue, masalah ini gak akan berlarut-larut. Ok, gue tau gue salah, tapi gue udah mengakui nya, gue udah minta maaf berulang kali, tapi dia sama sekali gak perduli."

"Apalagi sekarang Edgar udah dapat yang lebih baik dari gue," lirih Aurora.
"Maksud lo?" tanya Clara.
"Masa lalunya udah kembali, dan pasti Edgar bakalan balik lagi sama cinta pertamanya," ujar Aurora dengan wajah sedihnya.
"Masa lalu? Bukannya Clarisa udah pergi?" tanya Clara.

"Bukan Clarisa, tapi Angelia. Dia adalah cinta pertamanya Edgar, dan semalam gue lihat mereka berdua lagi membicarakan sesuatu di halte bis dekat sekolah kita, bahkan perempuan itu sampai meluk Edgar," ujar Aurora menjelaskan inti dari kejadian semalam.

"Gak bisa gini, mana janji dia untuk selalu ada buat lo? Dia pernah bilang cuma mau menikah sekali seumur hidup, tapi apa ini? Dia mau ninggalin lo. Ok, gue tau kalian bersatu karena perjodohan, dan gue juga tau kalian sudah berjuang dan berusaha untuk menerima satu sama lain, apa sampai disini usaha kalian?"
"Gue udah berusaha, tapi ini terlalu sakit Clara, gue gak sekuat itu!"
"Gue tau, tapi gue yakin ada rasa yang sudah muncul dalam hati kalian berdua."
"Apa benar yang dikatakan Clara?"

Aurora terus saja bertanya-tanya dalam hatinya, tentang perasaan dirinya kepada Edgar.

Hai Guys,ini Cerita untuk Event PENSI VOL 3
Support aku ya😊
Jangan lupa Vote,Komen, dan Follow ❤️✨
Tunggu kelanjutannya besok ya
Pantengin terus akunnya Renn
Khamsahamnida ✨❤️❤️

My Ketos My Husband |END| (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang