Bab 22

615 15 0
                                    

"Menjauh, hiks...hiks...," ujar Aurora sambil menangis.
"Stttt, jangan nangis sayang," ujar Angga dengan suara lembutnya tetapi dengan tatapan tajamnya.
"Pergi! Gue bilang pergi! Hiks..."
Traumanya kembali, semua masa-masa suram berputar secara acak di otaknya, membuat Aurora merasakan sesak.

Aurora mencoba untuk bisa mengendalikan dirinya, ia pun melihat ada sebuah vas bunga di atas meja, dengan segera Aurora mengambil vas tersebut dan langsung melemparkannya ke kepala Angga.

"ARGHHHH." Angga berteriak kesakitan, ia memegang kepalanya yang sudah mengeluarkan darah, karena memiliki kesempatan, Aurora pun langsung mengambil kunci pintu kamar itu lalu pergi.

Aurora terus saja berlari melewati lorong kamar yang ada di Club tersebut. Hingga sampailah ia di tempat ia minum tadi, Aurora langsung mencari keberadaan kedua sahabatnya.

Mata Aurora melihat ke atas kedua  sahabatnya yang masih asik bercanda, dengan keadaan yang sudah sangat kacau, Aurora langsung menghampiri Clara dan Alana, lalu menarik mereka berdua keluar dari Club tersebut.

"Ehhh, Rora lo apaan sih!" ujar Clara kesal.
"Kenapa ditarik, Rora," sambung Alana.
Kedua sahabatnya memandang Aurora dari atas sampai bawah, mereka merasa terkejut dengan keadaan Aurora yang sudah sangat kacau dengan mata sembabnya dan nafas yang tersengal-sengal.

"Rora, lo kenapa!?" tanya Clara panik.
"Clara, inhaler nya!" ujar Alana juga ikut panik.
Clara merogoh tas Aurora yang sempat ia bawa tadi, ia mencari inhaler milik Aurora, karena Aurora terus membawa inhaler nya kemana-mana.

Setelah menemukannya, Clara langsung saja memberikan inhaler tersebut kepada Aurora. Aurora langsung mengambilnya dan memakainya, setelah itu Aurora mulai mengatur kembali napasnya.

"Hah hah hah..."
"Rora, kenapa lo bisa gini?" tanya Clara.
"Kita pergi sekarang, gak aman disini," ujar Aurora panik.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Alana.
"Nanti gue jelasin," balas Aurora.

Mereka bertiga pun langsung saja pergi dari Club tersebut, Aurora kembali lagu menangis mengingat kejadian yang baru saja terjadi pada dirinya, efek obat perangsang itupun sudah mulai berkurang.

"Rora, sekarang cerita sebenarnya ada apa, gak sopan kita pergi dari pesta Angga gitu aja,"ujar Clara.
"Angga, hampir memperkosa gue," ujarnya dengan suara yang bergetar. Clara yang mendengarnya langsung saja menginjak rem mobilnya secara tiba-tiba.

"Apa!?"
"Iya, hiks...dia mau perkosa gue, ini semua rencana dia, makanya dia ngundang kita, gue takut, g-gue takut, An-Angga mau perkosa gue, hiks...hiks..." Aurora terus saja menangis.
Alana langsung saja memeluk sahabatnya tersebut.
"Rora...kalau memang Angga sejahat itu, kita harus bawa masalah ini ke jalur hukum," ujar Alana.
"Iya, Rora. Gue gak nyangka Angga bisa segitunya," sambung Clara.

"Hiks...gue takut, gimana kalau Edgar benci sama gue?"
"Jelasin, biar Edgar gak salah paham," ujar Alana.
"Ini semua karena gue pernah tolak perasaan cinta Angga," ujar Aurora.
"Segitunya? Cinta gak bisa di paksa," balas Clara.
"Kita balik sekarang, gue benar-benar mau bunuh si Angga!"

"Jangan! Kalau kita balik lagi, Angga bisa melakukan hal yang lebih buruk dari ini," ujar Alana.
"Alana benar, kita pulang aja Clara, antar gue," ujar Aurora.
Mau tidak mau, Clara akhirnya melajukan mobilnya lagi menuju rumah Aurora.

"Gue bantu bicara sama Edgar, gue takut dia salah paham sama lo," ujar Clara.
"Gak usah, gue akan bicara sendiri," balas Aurora.
"Dengan keadaan lo seperti ini? Edgar gak akan percaya kalau lo sendirian, Rora!"
"Lo hampir di perkosa, dan gue yakin trauma lo pasti balik lagi. Gue cuma mau lo gak tertekan Rora, gue kasihan sama lo, gimana kalau Edgar gak percaya, dan dia melakukan hal buruk sama lo?"

"Gue bilang gak usah, Clara! Gue gak mau kalian juga kena imbasnya!"
"Rora, dengarin gue..."
Aurora langsung saja keluar dari mobil milik Clara tanpa mendengarkan perkataan dari Clara.

"Pulang," ujar Aurora dari luar mobil Clara.
Dengan terpaksa Clara dan Alana pun pulang dan meninggalkan Aurora.
"Udah jam berapa ini?" tanya seorang laki-laki dengan nada suara yang terdengar sangat menakutkan.

"Maaf," ujar Aurora.
"Rora, lo itu perempuan!" bentak Edgar.
"Dan, kenapa keadaan lo begini? Habis dari mana lo? Gak mungkin kalau acara ulang tahun, lo sampai sekacau ini!"
"Edgar...gue hampir di perkosa," lirih Aurora. Edgar yang mendengar perkataan Aurora, terdiam kaku, jantungnya berdetak dengan cepat, emosinya ingin meledak saat ini juga.

"Maksud lo?" tanya Edgar dengan ekspresi dinginnya.
"Hiks...Angga, dia hampir perkosa gue."
Edgar mengusap wajahnya kasar, ia menarik tangan Aurora untuk masuk ke dalam rumah mereka.
"Hiks...hiks...maaf."
Edgar mendudukkan Aurora di sofa ruang tamu.
"Jelaskan!"

"Acaranya di Club, dari awal perasaan gue udah gak enak, waktu gue masuk, Angga nawarin gue minum wine, gue nolak. Akhirnya, Angga bawain gue sirup, bukan untuk gue aja, tapi juga untuk Alana, waktu gue udah minum beberapa kali, minuman itu berefek. Tiba-tiba gue jadi gelisah dan badan gue mulai panas, disitu gue sadar karena Angga yang tiba-tiba datang, gue yakin dia udah masukin sesuatu ke minuman gue." Edgar mendengar penjelasan dari Aurora dengan tangan yang sudah terkepal kuat.

"Kenapa dari awal lo gak pergi?"
"Gue kira, cuma perasaan gue aja Edgar, gue gak tau begini jadinya," ujar Aurora sambil menunduk takut.
"Gue tau, Angga lakuin hal itu karena lo pernah tolak dia."
"Tapi jujur, gue kecewa sama lo, kalau dari awal lo udah curiga, seharusnya lo langsung pergi, Rora!"
"Gimana kalau lo gak berhasil kabur? Gue udah gak tau lagi apa yang bakalan terjadi. Seharusnya lo itu sadar, lo udah punya suami!"

Setelah mengatakan hal itu, Edgar langsung pergi menuju kamarnya begitu saja dan meninggalkan Aurora.

"Edgar...gue tau gue salah, maaf." Aurora berjalan menyusul Edgar ke kamarnya.
"Keluar Rora," ujar Edgar tanpa menatap ke arah Aurora.
"Edgar..."
"Gue bilang keluar!?"
"Maaf, maaf kalau selama ini gue selalu buat masalah dalam rumah tangga kita, maaf kalau gue selalu bersifat kekanak-kanakan, maaf gue belum bisa jadi istri yang baik."
"Tapi hati gue sakit Edgar, trauma gue gak bisa hilang, setiap kejadian yang serupa selalu buat gue trauma, gue capek kayak gini terus, gue capek selalu bergantung dengan inhaler, gue gak mau kayak gini terus." Aurora mengungkapkan semua yang ada dihatinya.

Edgar hanya diam mendengar perkataan Aurora, sampai pada akhirnya Aurora memilih untuk pergi dari kamar tersebut dan meninggalkan Edgar yang masih saja diam.

Hai Guys,ini Cerita untuk Event PENSI VOL 3
Support aku ya😊
Jangan lupa Vote,Komen, dan Follow ❤️✨
Tunggu kelanjutannya besok ya
Pantengin terus akunnya Renn
Khamsahamnida ✨❤️❤️

My Ketos My Husband |END| (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang