Bab 10

849 24 0
                                    

Setelah sampai di sekolah, Aurora dan Edgar berjalan bersama-sama menuju kelasnya masing-masing, banyak mata yang melihat kebersamaan mereka.

"Mata lo," ujar Aurora kepada salah satu siswi yang memandangnya sinis.
"Gue colok, baru tau, lo," ujar Aurora.
"Sabar, gitu aja lo emosi," ujar Edgar.

Setelah sampai di depan kelas, Edgar sudah melihat ada guru yang sudah masuk ke dalam kelas Aurora.
"Ada guru," ujar Edgar.
"Gimana nih? Gue malas dihukum," ujar Aurora.
"Derita lo, tanggung jawab sendiri, siapa suruh lamban," ujar Edgar lalu pergi meninggalkan Aurora yang kesal.

"Dasar ketos sialan!" gumam Aurora.
Dengan berani, Aurora masuk ke dalam kelasnya, dan sudah mendapatkan tatapan tajam dari gurunya.
"Aurora! Kenapa kamu terlambat?" tanya guru tersebut.
"Biasalah, Bu," balas Aurora.

"Sebagai hukumannya, kamu berdiri di lapangan!" ujar Ibu guru.
"Panas Bu..." Aurora mengeluh.
"Saya gak mau tau, kamu harus ke lapangan, SEKARANG!"
Mendengar suara gurunya yang mulai meninggi, dengan cepat Aurora berlari menuju ketengah lapangan, dan berdiri tegap.

"Sial banget gue hari ini."
Aurora pun menatap sekeliling, dan matanya tertuju kepada seseorang yang sedang memperhatikan, siapa lagi jika bukan, Edgar. Karena kesal, Aurora memang wajah sinisnya kepada Edgar.

Satu jam kemudian, Aurora sudah merasa sangat lelah, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon kecil.

Karena merasa haus, ia pun pergi ke kantin untuk membeli es. Pada saat itu juga, Edgar yang baru saja kembali dan ingin melihat Aurora yang sedang dihukum, merasa terkejut karena tidak menemukan keberadaan Aurora.

Edgar pun berlari menuju ke tengah lapangan, tempat dimana Aurora berdiri tadi, karena merasa sangat khawatir, dengan segera Edgar lari ke arah UKS. Sekarang pikirannya adalah, Aurora mungkin saja pingsan dan di bawa ke UKS.

Tetapi setelah sampai di UKS, Edgar sama sekali tidak menemukan siapa-siapa, ia pun memilih untuk mencari keberadaan Aurora. Sekarang matanya tertuju kepada seorang gadis yang dengan santainya makan di kantin, siapa lagi jika bukan, Aurora.

Dengan perasaan kesalnya, Edgar menghampiri Aurora, "Di sini lo ternyata!" ujarnya.
"Lo kenapa? Datang-datang langsung marah gitu," ujar Aurora dengan wajah kebingungannya.
"Gue nyariin lo kemana-mana, gue kira lo pingsan, makanya gak ada di lapangan"
"Lagian, lebay banget sih, lo," balas Aurora.

"Udah udah, pergi sana, gue mau lanjut makan," ujar Aurora.
"Hukuman Lo udah siap?" tanya Edgar.
"Lo mau, gue mati di lapangan itu?" tanya Aurora.
"Jangan lah, gue males sumbangan due ribu, cuma untuk lo," balas Edgar.

Aurora terbelak kaget mendengar perkataan Edgar.
"Anjir lo," ujar Aurora sambil memukul kepala Edgar.
"Sakit bego," ujar Edgar.
Mereka berdua pun menghabiskan waktu di kantin sampai jam istirahat tiba.

"Wah wah wah, ada apaan nih, kok berdua aja," ujar Alvaro yang baru saja datang dengan Cakra.
Tiba-tiba kedua sahabat Aurora juga datang dan menghampiri mereka.
"Rora, bukannya kamu dihukum, ya? Kok bisa sama Edgar di sini?" tanya Clara.

"Gue makin curiga, deh," ujarnya lagi.
"Apaan sih Clara, gitu aja curiga," balas Aurora yang mencoba untuk tetap biasa-biasa saja.
"Jangan bohong," ujar Clara.
"Iya, pasti Rora lagi main rahasia-rahasiaan," sambung Alana.

"Udah, jelasin aja," ujar Edgar.
Aurora menatap kesal ke arah Edgar, "Nih, orang gak bisa dijaga mulutnya," batin Aurora
"Cepat jelasin, biar kamu semua tau," ujar Clara.
"Ya, Lo pada duduk dulu, nanti pendarahan," ujar Aurora.

Clara dan yang lainnya pun duduk, dan siap untuk mendengarkan cerita dari Aurora.
"Cepat, gue udah penasaran banget!" ujar Clara kesal.
"Sabar njir!"
"Jadi, gue sama Edgar di jodohin, ka..." ucapan Aurora terhenti karena dipotong oleh Cakra.
"What! Serius ege? Anjir! Gak nyangka gue," ujar Cakra sedikit berteriak, dan langsung mendapatkan pukulan dari Clara.

"Diem setan!" ujar Clara kesal.
"Ck, iya iya."
"Lanjut," ujar Edgar.
"Huft, kami berdua dijodohin karena orang tua kamu sahabatan, terus kami juga udah tunangan beberapa hari yang lalu," ujar Aurora.
Semua yang mendengarkan cerita dari Aurora merasa sangat syok.

"Gak nyangka gue, musuh bebuyutan dari SD, menikah?" ujar Clara.
"Kocak anjir," ujar Alvaro sambil tertawa.
"Jadi nikahnya kapan?" tanya Alana.
"Nah, pas banget si Alana nanya, kapan nikahnya?" ujar Alvaro.

"5 hari lagi," balas Edgar.
"Kok, lo kasih tau sih!" ujar Aurora kesal.
"Gak papa sih, biar kamu nanti datang," ujar Clara.
"Ya, tapi kan gue malu njir, masih SMA udah nikah aja," ujar Aurora.
"Gak papa sih," ujar Cakra.

"Di mana tempatnya? Biar gue bisa datang, nih," ujar Alvaro.
"Di gedung Candradinanta," ujar Edgar.
"Wih, gedung yang besar itu?" tanya Clara, dan Aurora pun mengangguk.

"Lo, gak takut gitu? Nanti siapa tau ada orang yang nyebarin foto pernikahan lo, ujar Clara.
"Ayah udah urus semuanya, jadi yang datang cuma keluarga sama rekan bisnis aja," ujar Aurora.

"Eh, kalau gitu, gue sama Alana jadi Bridesmaid nya, ya," ujar Clara penuh harap.
"Ya udah," balas Aurora.
"Yes, akhirnya impian gue terwujud," ujar Clara.

"Tapi, tunggu dulu, kalian berdua udah saling suka?" tanya Clara, dan mendapatkan gelengan dari keduanya.
"Lah, jadi?" tanya Clara.
"Ya, gitu aja sih, perlahan-lahan pasti ada nantinya," ujar Edgar.

"Jadi, kalian berdua udah gak musuh lagi, kan?" tanya Alvaro.
"Siapa bilang, sekali musuh tetap musuh" ujar Aurora.
"Gilak lo, masa nanti jadi suamiku musuhku, kan gak lucu," sambung Clara.

"Iya tuh, kan cocoknya jadi My Ketos My Husband," ujar Alana mengundang gelak tawa dari mereka semua.
"Iya iya, benar tuh," sambung Alvaro sambil tertawa.
"Tapi, kalian harus bisa jaga rahasia, ya. Kalian tau kan, kalau disekolah kita ketahuan ada yang udah nikah, itu langsung dikeluarkan dari sekolah, dan gue gak mau itu terjadi, masa depan gue masih panjang," ujar Aurora.

"Udah, lo tenang aja, gue sama Alana bisa jaga rahasia, kok. Tapi kalau untuk dua cowok ini, gue gak tau," ujar Clara.
"Kita berdua juga bisa,ya," ujar Cakra sedikit ngegas.
"Ya, selow lah, gak usah ngegas!" ujar Clara.

Mereka pun berbincang-bincang sampai bel masuk berbunyi, barulah mereka kembali ke kelas masing-masing.

Setelah pulang sekolah, Aurora dan kedua sahabatnya pergi ke butik, begitu juga dengan Edgar dan kedua sahabatnya.

Kalau kata Clara, biar bajunya bisa samaan, dan laki-lakinya setuju untuk warna baju yang samaan, kalau kata Cakra, biar gak terlalu kelihatan kalau jomblo.

Hai Guys,ini Cerita untuk Event PENSI VOL 3
Support aku ya😊
Jangan lupa Vote,Komen, dan Follow ❤️✨
Tunggu kelanjutannya besok ya
Pantengin terus akunnya Renn
Khamsahamnida ✨❤️❤️

My Ketos My Husband |END| (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang