Kesibukan William dan Zee masih seputar bersih-bersih rumah. Setelah bagian dalam rumah bersih dan menambal atap yang bocor, menata barang-barang perabot. Membuang barang-barang yang tidak layak pakai. Sebagian lagi di simpan dalam gudang.
Musim dingin sebentar lagi. William belajar cara memotong kayu yang di ambil langsung dari hutan.
Pekerjaan berat yang tidak pernah William lakukan. Sebentar saja memotong kayu dengan kampak, dia langsung ngos-ngosan dan bermandikan keringat.
Zee mengumpulkan kayu-kayu yang telah terpotong. Dia semakin kagum pada William. Pria itu mahir mengerjakan apapun.
Rumah mereka rapi dan tertata. Kayu bakar hampir memenuhi lumbung. Tidak perlu khawatir saat musim dingin nanti.
Selanjutnya, mereka membersihkan pekarangan rumah. Memotong rumput-rumput liar yang tingginya melebihi tinggi William. Banyak binatang-binatang kecil bersarang di sana.
Zee menjerit ketika menemukan ular, kalajengking dan tikus-tikus. Mereka berlari ke sana kemari untuk menyelamatkan diri.
Alat-alat di gudang berkarat tidak pernah digunakan lagi. William menajamkan cangkul sebelum menggunakannya.
Dia mengatakan pada Zee akan membuatkan kebun bunga. Zee sangat bersemangat. Dia mengangkat cangkul dan menancapkan pada tanah.
Wajah Zee merah padam. Dia tidak kuat membalikkan tanah. Akhirnya terjengkang berbaring di tanah setengah basah.
William tergelak. Sepatu bot berukuran besar di kaki William menyulitkannya bergerak bebas.
"Wills, kau kelelahan?" tanya Zee.
"Ya,"
"Akan kuambilkan air untukmu."
"Aku sangat menantikannya."
Zee berlari masuk ke rumah. Membawa teko dan gelas. Menyerahkan pada pria itu. Dia menghabiskan satu teko. Zee mengaga, William seperti sapi.
"Kau menghabiskan satu teko?" Zee menjerit sambil menuang teko. Hanya tersisa tetesan saja.
"Kau belum minum?"
"Belum,"
"Ambil lagi di dalam." suruh William santai.
"Kau mau lagi?"
"Ya,"
"Baiklah."
William memandang Zee berlari ke rumah. Pakaian gadis itu kotor. Peluh membanjiri tubuhnya, namun semangatnya tidak surut.
William tersenyum kecil. Hidup konyol yang dia jalani ini masih permulaan. William tidak memiliki harapan apapun lagi. Bertahan hidup dengan usahanya sendiri.
Berbaring dengan mata terpejam. Matahari ditutupi awan. Angin berhembus lembut. Menyapu kulit William, merayu ke alam mimpi.
"Will, apakah menyenangkan berbaring di sini?"
Zee tiba-tiba ikut merebahkan badannya. Di atas rumput baru dipotong yang masing kasar.
Zee tersenyum lebar. Sangat menyenangkan. Sudah lama sekali tidak pernah menikmati udara sejuk dan asri.
"Wills, Zee langsung mengantuk." Zee bergeser dan menempel pada William. Memeluk tubuh pria itu dan menyandarkan kepala pada lengannya.
"Nanti malam kita di undang makan malam ke rumah tetangga." ucap William.
"Apa yang akan kita bawa ke sana?"
"Kurasa telur cukup."
"Kita tidak memiliki telur."