Apartemen (Name)
"Kamu memang susah dibilangin ya (Name)? Mommy sudah bilang kan jauhin kriminal itu! Mommy gak suka kamu sama dia!" ucap Bellova menatap anak tunggalnya.
"Mom! (Name) mohon satu kali ini Mommy tolong ngertiin perasaan (Name)," jawab (Name) menatap Mommy nya
"Mommy gak masalah kamu sama siapa aja (Name)! Seharusnya kamu paham kriminal itu tidak memiliki masa depan!" Bellova menatap tak percaya anaknya
"Mommy gak bisa ngomong kayak gitu sama Kosta! Takdir seseorang kita gak ada yang tahu, Mom!" bentak (Name)
"Kamu lihat? Anak saya berani membentak saya, emang ya kamu tuh pembawa pengaruh buruk!" ucap Bellova pada Kosta yang menundukkan kepalanya.
"Mommy udah! (Name) capek Mom setiap saat harus nurut kata-kata Mommy! (Name) juga pengen Mom kayak teman-teman (Name) yang lain. Mereka punya pilihan masing-masing, mereka bisa milih apa yang mereka suka, apa yang mereka mau. Sedangkan (Name)? Dari dulu (Name) gak punya pilihan Mom," lirih (Name) menatap Bellova
"Mommy cuma mau yang terbaik buat kamu sayang. Mommy seperti ini juga supaya kamu punya masa depan yang cerah, Mommy ---,"
"Cukup Mom! (Name) udah capek! Tolong Mommy jangan ganggu hubungan aku sama Kosta," ucap (Name)
"Suatu saat nanti pasti kamu bakal inget ucapan Mommy. Kriminal itu gak baik buat kamu, dia gak cocok sama kamu!" Bellova mengambil tas nya dan pergi dari apartemen anaknya.
(Name) menghela nafas dengan air mata yang mengalir. Ia tidak bermaksud untuk membentak Mommy nya, tapi disisi lain ia ingin sedikit bebas seperti teman-temannya. Kosta mendekati (Name) dan memeluknya.
"Maaf (Name) gara-gara aku kamu harus ---,"
"Enggak Kosta, ini bukan salah kamu aku cuma mau bisa ngerasain hidup sedikit bebas tanpa tekanan dari Mommy aku. Aku lega sudah bilang ini sama Mommy, kamu jangan merasa bersalah ya," ucap (Name)
"Tapi sepertinya yang dibilang sama Mommy kamu itu benar, aku gak pantas buat kamu. Hidup kamu dari dulu sudah di tata dengan rapi agar suatu saat nanti kamu bisa hidup dengan baik. Sedangkan aku, aku gak punya masa depan," ucap Kosta menundukkan kepalanya
"Kosta jangan ngomong gitu!" ucap (Name) memegang tangan Kosta
"Aku gak mau kamu jadi anak yang bantah omongan Mommy kamu! Jadi, lebih baik kita udahan aja ya," ucap Kosta melepaskan tangan (Name) dari tangannya.
"Kosta, kamu bohong kan?" tanya (Name) dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku enggak bohong. Aku selama ini cuma manfaatin kamu aja, aku juga sudah suka sama orang lain," Kosta berdiri menuju pintu apartemen tapi (Name) mengikuti nya dan menarik tangannya.
"Kosta, yang kamu bilang barusan gak bener kan? Kamu gak mungkin suka sama orang lain, kamu mau manfaatin aku apa? Aku gak pernah merasa dimanfaatin sama kamu," ucap (Name) menangis.
"Aku emang gak suka sama kamu!" bentak Kosta menghentakkan tangan (Name) dengan kasar dan pergi dari apartemen (Name).
"Kosta....?" (Name) menatap pintu yang baru ditutup kasar oleh Kosta, ia terduduk dibawah dengan kedua lulut ditekuk dan tangan yang memeluk kedua lulutnya. (Name) menangis dengan suara yang memilukan hati.
"Kosta.... kamu jahattt," Isak tangis (Name)
Kosta yang masih berada didepan pintu apartemen (Name) segera pergi dari sana saat suara tangisan (Name) menyayat hatinya.
🌼
"Ini bayaran kamu! Biaya rumah sakit nya sudah saya bayar. Terimakasih untuk kerjasama nya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion (Kosta Kecmanovic)
Teen FictionDandelion, tidak secantik mawar, tidak seabadi edelweiss dan tidak sewangi melati. "Могу ли поново да осетим твоје присуство?(Bisakah aku merasakan kehadiranmu lagi?) "Can i feel your presence again?" -Kosta Kecmanovic