21

1.1K 131 19
                                    

Gimana ya ngejelasinnya. 

Junkyu. Kak Junkyu emang terus mengiyakan apapun yang Haruto minta. Berangkat sekolah bareng, oke. Main bareng, oke. Ngabisin weekend bareng, oke.

Cuma ya itu. Iya-iya aja. Junkyu ngga ada inisiatif apapun ngebuat Haruto kadang haus akan respon timbal balik. Junkyu membangun pembatas diantara keduanya tapi Haruto ngga yakin. Antara ada dan tiada.

Junkyu sedikit kaget pas baru keluar kelas. Ada Haruto yang udah nunggu dia di depan kelas.

"Gue kira dispen" kata Junkyu. Iya tadi pas jam istirahat pertama Haruto ijin dispen ngejenguk temennya yang sakit udah mau 4 harian.

Jadi sekelas ijin dispen sekalian bolos. Akal-akalan anak ESEMA.

"Baru balik" kata Haruto dan sekarang di jam istirahat kedua.

"Ngantin?"

Dan Junkyu mengangguk. Mungkin sejak masalah itu, keduanya kembali sering ngabisin waktu bareng. Setidaknya lebih baik.

"Udah mau akhir semester 1. Ngga kerasa ya" kata Haruto membuka obrolan.

Junkyu mendecih, "Palamu ngga kerasa. Inget tuh ujian" balas Junkyu.

Haruto menatap Junkyu sinis, "Kenapa diingetin? Sebel" keluhnya. 

Ngebuat Junkyu senyum, "Realita kehidupan"

"Mau pesen apa?" tanya Haruto.

"Duluan. Gue ntar, masih rame" balas Junkyu. Kebanyakan kaya gitu.

Satu bulan. Sejak kejadian itu, udah satu bulan lebih. Haruto dan Junkyu ngga putus.

Haruto natap Junkyu dan senyum tipis. Kemudian cowok itu pesan batagor dan dua minuman.

10 menit kemudian.

"Gue beliin es jeruk. Diminum ya" kata Haruto dengan meletakan makannya dan diatas meja.

Junkyu mengangguk dan nyimpan ponselnya ke saku celana.

Mata Haruto sesekali melirik Junkyu yang duduk didepannya. Wajah Junkyu itu manis dan enak diliat. Haruto betah ngeliatinnya sampai,

"Jangan ngeliatin terus, ntar naksir" kata Junkyu masih dengan mainin sedotannya yang digigitin. Haruto ketawa pelan.

"Ya kan emang udah?"

Sekarang berganti Junkyu yang tersenyum tipis kemudian balas menatap Haruto. Mata kecoklatan itu menarik atensi penuh dari mata legam milik Haruto.

Jemari Junkyu yang diatas meja perlahan bergerak maju. Mendekati tangan Haruto yang ada diseberang depannya.

Tatapan Haruto turun kerarah tangan Junkyu yang mendekat. Dan saat jemari keduanya persis saling berhadapan, pergerakan Junkyu terhenti.

"Udah? Sejak kapan?" tanya Junkyu.

Hah?

Sejak kapan?

Ya sejak-

Haruto tertegun dengan tatapan yang Junkyu tujukan ke dia. Haruto terdiam, ngga bisa ngebales.

"Sejak kapan lo suka gue?" tanya Junkyu.

Haruto kemudian mengikutin pandangan Junkyu yang turun ke arah tangan keduanya. Junkyu menarik kembali tangannya.

Tanpa bersentuhan.

"Jun-"

Perkataan Haruto terhenti karena ponselnya tiba-tiba bergetar. Telfon masuk.

Dari Kak Hana.

Junkyu liat. Kan ponselnya diatas meja kantin. Beda sama punya Junkyu yang disimpen di saku celana. Haruto ngelirik Junkyu sebelum jemarinya bergerak untuk menolak panggilan itu.

"Angkat aja" kata Junkyu. Tapi Haruto menggeleng.

"Engga. Nanti aja"

Junkyu kemudian senyum tipis, "Kenapa harus nanti? Takut gue nguping?" tanya Junkyu.

Haruto sontak menggeleng dengan agresif, "Engga gitu. Gue cuma ngga mau urusan kantor ganggu waktu kita berdua"

"Lagian kan bisa dibahas nanti pulang sekolah"

"Emang itu urusan kantor? Kali aja urusan pribadi, telfon balik gih" kata Junkyu kemudian dengan cepat menghabiskan es jeruknya.

Kalau es jeruk masih suka kok Junkyu.

Junkyu yang udah mau bangkit ditahan sama Haruto, "Junkyu, serius gue udah ngga ada hubungan apapun sama Kak Hana"

"Dan sekarang kita ngga lebih dari urusan pekerjaan"

Junkyu natap Haruto beberapa saat. Kemudian mengangguk.

Ngga lupa dengan senyum tipisnya, 

"Iya, gue percaya" 

Junkyu kemudian berdiri, "Ngga risih pegang tangan gue? Diliatin banyak anak"

Haruto membeku. Tangannya masih menahan pergelangan tangan Junkyu. Dan Haruto ngga risih sama sekali.

Sampai Junkyu sendiri yang ngelepasin diri dari genggaman Haruto. Dan pergi.

Ninggalin Haruto yang masih dengan meremat ponselnya dengan raut sedih.

.

.

.

Malam-malam selanjutnya. Selalu Haruto habiskan dengan lembur di kantor. 

Untuk kabar Kak Hana. Keduanya mencoba menjaga jarak, atau lebih tepatnya Haruto yang selalu berusaha buat menjauh dari Kak Hana. Ngga ada lagi waktu buat berdua, adanya kalau ada Bang Hiko. 

Sebenarnya, setelah kejadian itu Kak Hana ngga marah yang meledak-ledak tapi sempat marahin Haruto karena bisa jadi sebrengsek itu. Bahkan Kak Hana ngerasa malu udah jadi cewek ngga benar buat hubungan Haruto sama Junkyu. Yakali ternyata dia jadi selingkuhan anak SMA.

Hubungan Haruto sama Kak Hana benar-benar berakhir.

Tapi Haruto harus bisa ngendaliin perasaannya sendiri. Karena egoisnya bisa muncul kapan aja. 

Haruto memandang ponselnya yang menyala. Nampilin roomchatnya sama Junkyu.

Terakhir kali roomchat itu rame?

Sebulan lalu? Sebulan lebih?

Sebelum kejadian itu. Haruto bahkan bisa ketawa cuma karena baca chat mereka yang dulu. Kalau sekarang? Cukup hampa.

Isinya cuma ngajak kemana terus diiyain sama Junkyu.

"Bang, gue pulang duluan" akhirnya Haruto milih buat cabut setelah dirasa pikirannya makin suntuk.

Bang Hiko mengangguk. Haruto balas mengangguk dan sebelum pergi, dia ngelirik Kak Hana yang duduk ngga jauh dari Bang Hiko. Cewek itu sibuk sama ipadnya.

Haruto menghela nafas pelan kemudian berlalu pergi.

.      .        .         .        .

Lagi dan lagi. Mungkin udah jadi kebiasaan Haruto kalau lagi sumpek pasti kesini.

Kerumah Junkyu. 

Ngga ada yang Haruto lakuin, ngga masuk, ngga manggil Junkyu. Cowok itu cuma duduk diayunan dan natap jendela kamar Junkyu. Selama berjam-jam.

Kaki cowok itu mengayun, membuat ayunan terus bergerak pelan.

Angin malam cukup dingin, ngebuat Haruto mengeratkan jaket hitamnya.

Haruto selalu berlama-lama ditempat itu. Apa ada yang tau?

Jawabannya adalah ngga ada.

Bahkan Junkyu sekalipun. Meskipun Haruto datang jam 11 malem yang pasti Junkyu juga belum tidur, Haruto sama sekali ngga bakal manggil Junkyu.

Cowok itu puas dengan natap bayangan Junkyu dari balik korden jendela besarnya. Dari Junkyu yang suka bolak-balik. Duduk dikursi meja belajar samping jendela. Atau saat lampu kamar itu perlahan mati.

Haruto cukup dengan mengamati semua itu. Tanpa berkata, tanpa banyak berpikir. Tanpa banyak berekspetasi tinggi.

Sampai,

"Ngapain disini?"


SweetnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang