"Anjing, mau lo apa?" teriak Junkyu ke salah satu teman basketnya.
Junkyu ngga tau apa yang lagi terjadi sama dia. Latihan basket mingguan yang selalu di lakuin tiap Jumat sore dari jam 3 sampai jam 6 sore. Cuma ngga tau kenapa, tiba-tiba pelatih nyuruh mereka latihan di hari Minggu. Hari libur.
Jelas bikin Junkyu kesal.
Dari awal latihan aja, Junkyu tau kok moodnya emang kurang bagus. Semalem moodnya jelek banget abis ngobrol sama Haruto. Lanjut baru bisa tidur jam 7 pagi, jam 11nya udah disuruh bunda buat nemenin belanja. Sekarang keadaan Junkyu adalah senggol bacok.
Jadi pas ada yang ngga sengaja nyenggol dia,
"Sorry, gue ngga sengaja" katanya.
Junkyu yang udah kepalang emosi ngedorong dada Beni kasar, "Lo kalo ada masalah sama gue itu ngomong"
"Gue serius ngga sengaja Junkyu"
Beni. Cowok itu Beni. Cowok dengan rambut sedikit ikalnya.
Tangan Junkyu gemetar saking emosinya. Bentar lagi kayaknya mau nonjok.
Beni yang dimarahin Junkyu cuma bisa kaget. Anak lainnya pun ngga kalah kaget. Karena Junkyu jarang marah kecuali emang masalahnya udah keterlaluan. Tapi kan Beni beneran ngga sengaja.
"Kyu, mending istirahat dulu" kata ketua basketnya mencoba mendamaikan. Soalnya Junkyu masih keliatan marah banget.
Beni yang emang ngga mau keributan milih minta maaf dan pamit istirahat. Sedangkan Junkyu cuma misuh.
Sambil nabrakin bahunya ke bahu ketuanya, Junkyu milih pergi. Bodoamat sama latihannya.
. . . . .
Junkyu menatap langit sore yang mendung. Dengan ponselnya yang terus bergetar digenggaman tangannya, Junkyu sama sekali ngga berniat mengangkat panggilan telfon.
Dari Haruto.
Setelah tadi Junkyu ngirim pesan buat Haruto. Nyuruh cowok itu yang masih berstatus pacarnya buat nyusulin dia ke halaman belakang sekolah sekarang.
Junkyu dari tadi cuma sibuk potong-potong daun kering.
Sampai,
"Kenapa telfonnya ngga diangkat, Junkyu?" Haruto datang dengan nafas yang terengah. Cowok itu lari. Pasti.
Junkyu berbalik dan merhatiin penampilan Haruto. Dengan setelan resminya.
"Dari perusahaan?" tanya Junkyu.
Haruto mengangguk dan berjalan mendekat, "Katanya suruh nyusulin kesini, tapi ditelfon ngga diangkat" ulang Haruto.
Junkyu cuma diem dan milih berdiri dari duduknya diatas rumput yang mulai mengering.
"Gue ngga bisa tidur gara-gara obrolan kita semalem"
"Emosi gue ngga ke kontrol dan gue abis berantem sama temen basket gue" jelas Junkyu.
Haruto mengangguk mendengarkan.
"Semua salah lo" kata Junkyu dengan menunjuk muka Haruto.
Haruto tersenyum tipis dan mengambil jemari Junkyu, "Maaf ya, Junkyu"
Junkyu menghempas tangannya.
"Terus sekarang mau gimana? Mau lampiasin emosinya ke aku?" tanya Haruto.
Dahi Junkyu mengernyit. Kemudian senyum miring Junkyu terbit.
Mau sejauh mana Haruto bisa nunjukin sifat lembutnya?
"Kalo brengsek mah brengsek aja. Ngga usah munafik didepan gue" sarkas Junkyu.
Emosinya benaran ngga kekontrol.
Haruto kesal? Jelas.
Posisi dia itu lagi capek banget. Dari pagi sampai tadi dia sibuk wara-wiri rapat terus terjun ke lapangan. Tapi tiba-tiba Junkyu nyuruh dia kesini. Bahkan tanpa mikir dua kali, Haruto langsung pergi nyusulin.
Ninggalin kerjaan dia sebentar yang akibatnya Haruto bakal lembur lebih larut lagi nanti malam.
"Junkyu pengin gimana? Lampiasin ke aku" kata Haruto.
Junkyu menaikan kedua alisnya, bermaksud menanyakan keseriusan Haruto tentang tawarannya. Dan Haruto mengangguk sebagai jawaban.
Ngebuat Junkyu mendecih pelan dan,
Bugh!
Junkyu mukul Haruto tepat dipipi kanannya. Bukan lagi tamparan tapi pukulan kencang. Buktinya ngebuat Haruto oleng.
Haruto mendesis sakit.
Junkyu juga, tangannya agak sakit. Rahang Haruto pasti kena.
"Gue lanjut latihan"
"Lo harus nungguin gue disini sampai selesai"
Haruto masih sibuk menahan nyerinya.
"Berdiri. Tungguin gue tanpa lo harus istirahat"
"Gue capek latihan, lo juga harus capek dengan berdiri nungguin gue" kata Junkyu.
Setelahnya Junkyu pergi. Ninggalin Haruto yang sekarang sesekali mengusap pipinya yang berdenyut nyeri.
2 jam kemudian.
Jam 6 lebih 15 menit. Junkyu baru selesai latihan.
"Kita mau makan dulu, gabung ngga?"
Junkyu menolak tawaran yang awalnya mau diiyakan. Karena Junkyu harus ke halaman belakang.
"Engga, gue ada urusan. Gue duluan" Junkyu pergi.
Junkyu berjalan dengan sedikit terburu-buru. Ada rasa takut. Takut kalau Haruto pergi dari halaman belakang.
Ada rasa berharap. Rasa berharap kalau usaha Haruto buat Junkyu balik ke dia itu ngga main-main dan,
"Capek?" tanya Junkyu. Ngebuat Haruto menoleh.
Dengan keringat yang lebih banyak dari Junkyu. Haruto mengangguk pelan.
Junkyu berdiri didepan Haruto. Ngeluarin tisu dan mengelap muka Haruto.
"Aku ngga kemana-mana"
"Aku nunggu kamu" kata Haruto.
Benar. Haruto ngga pergi kemanapun selama hampir 2 jam setengah itu. Cowok itu bahkan ngga duduk. Haruto nurutin kemauan Junkyu tanpa protes.
Haruto berdiri ditempat itu selama lebih dari dua jam. Nunggu Junkyu dengan sabar meskipun perutnya sekarang kelaperan setengah mati.
Haruto cuma sempat sarapan.
Junkyu mengangguk. Cowok itu percaya? Ngga tau.
"Yaudah, sana pulang" kata Junkyu.
Sekarang dahi Haruto mengernyit, "Ngga pulang bareng? Aku anterin"
"Gue juga bawa motor" kata Junkyu dengan kembali memasukan tisunya ke dalam tas.
Haruto terdiam. Jadi kenapa Junkyu nyuruh dia nunggu kalau akhirnya mereka pulang sendiri-sendiri?
"Mau pulang ngga lo?" ulang Junkyu.
Haruto sedikit tersentak, cowok itu melamun.
"Iya pulang"
Junkyu mengangguk, "Yaudah, gue duluan" setelahnya Junkyu beneran pergi ninggalin Haruto.
Ninggalin Haruto yang menatap punggung Junkyu yang mulai menjauh.
Haruto ngga tau harus bereaksi seperti apa. Capek? Jelas.
Kesal? Pasti.
Tapi mau gimana pun juga, ini adalah akibat dari perbuatan Haruto sendiri.
Mau segimana pun kesalnya Haruto, Haruto ngga pantas buat marah.
Junkyu. Buat Junkyu-nya balik ke dia itu lebih penting dari apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetness
Fanfiction"Anything for you, babe" -Haruto "Ngga makasih. Gue udah kaya" -Junkyu