Chapter 45

182 9 0
                                    

Malam yang begitu dingin dan senyap, tanpa ada suara kendaraan aatau keributan kota yang terdengar. Tempat yang jauh dari kata keramaian ini terlihat sedikit mencekam. Hanya terdengar suara jangkrik, burung hantu yang berkukuk, dan suara gemuruh daun-daun yang tertiup oleh angin malam. Mereka bergoyang dengan gemulai, mengiringi suara musik malam hari yang begitu menenangkan dan sunyi.

Cahaya rembulan yang bersinar menyinari dedaunan sehingga cahayanya tercermin pada dedaunan tersebut, karena begitu bersihnya dedaunan di sana, tanpa ternodai oleh debu dan polusi. Cahaya rembulan itu juga menerangi sebuah bangunan yang bisa di bilang tidak kecil, tapi tidak besar juga.

"Gimana?" tiga orang gadis yang memiliki otak cerdas itu kali ini terlihat kebingungan menyikapi teka-teki di hadapan mereka.

Dua dari tiga gadis itu terlihat tengah berdiri di kedua sisi salah satu gadis yang sedang duduk di kursi, berkutat dengan komputernya yang menampilkan tulisan hijau yang tidak bisa dimengerti di layar. "Sebentar." balas gadis yang duduk di kursi, yang biasa di sebut Ren, atau nama aslinya adalah Norren amendra gyoranka.

Ia menghela nafas dan menjauhkan jemarinya dari keyboard. "Tetep gak ketemu."

Ia saat ini tengah mencari orang yang menyebarkan berita tentang kematian 3 Queen Of The Blood. Ia mencari nya melalui poto yang dia dapatkan dari anak geng SMA tadi. Ia mengambil sidik dari di poto itu. Ia menemukannya, tapi anehnya saat dia mencari identitas pemilik sidik jari itu dia tidak menemukannya. Bukan tidak menemukannya, tapi dia tidak bisa mengaksesnya. "Keamanannya terlalu ketat, gak bisa gw retas. Kayanya yang buatnya juga jago." sangat jarang seorang Norren tidak bisa meretas keamanan, bahkan hampir tidak pernah.

••••

Setelah malam yang melelahkan, mereka akhirnya menyerah–bukan menyerah, tapi mereka berhenti dulu karena sekarang sudah lewat jam sepuluh malam.

Aldira membuat pintu rumahnya dan masuk kedalam. Hening memenuhi bagian dalam rumahnya, tidak seperti biasanya. Entah kenapa, keheningan ini membuat perasaannya aneh. "Laksa..." suaranya bergema memenuhi ruangan. Ia merasa sedikit kekhawatiran di hatinya setelah sekian lama.

Aldira berjalan menelusuri semua ruangan di rumahnya, tapi tidak menemukan siapapun. Sampai akhirnya ia sampai di kamarnya, ia membuka pintu kamarnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat seluruh kamarnya sudah bagaikan kapal pecah. Gitarnya sudah patah menjadi dua, alat tulis, alat lukis, dan alat gambarnya sudah berserakan. Ia berjalan masuk dengan langka berat saat melihat semua lukisannya hancur. Matanya melirik ke bawah, ke arah gambar masa kecilnya yang penuh dengan kenangan. gambar itu kini hanya tersisa separuh. Ia berjongkok untuk mengambil gambar itu.

Perasaannya seolah hancur untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Melihat hasil karyanya rusak adalah kesakitan terbesar bagi seorang pelukis ataupun orang yang suka melukis sepertinya, namun ia tidak menangis sama sekali. Baginya, persetan dengan tangisan. Dunia tidak akan lemah hanya dengan air mata.

Ia kembali berdiri, terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya ia mengingatkan tujuan awalnya memeriksa semua ruangan. Ia meletakkan gambar itu di atas tempat tidur dan segera berlari keluar kamar. Ia harus memeriksa tempat terakhir yang belum ia periksa, yaitu kamar mandi!

Ia berlari menuju kamar mandi. Saat ia hendak membukanya, benar saja pintunya terkunci. Ia langsung menendang pintunya sampai pintunya rusak dan terbuka.

Matanya membelalakkan saat melihat Alaksa sedang meringkuk di sudut kamar mandi sambil memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya di lututnya. Tubuhnya basah kuyup dan bergerak hebat. Ia segera masuk dan berjongkok di hadapan Alaksa. "Laksa! lo kenapa?"

Mendengar suara sang kakak, Alaksa segera mendongak. Aldira bisa melihat wajah Alaksa terus sudah penuh dengan lebam, matanya bergerak dan merah, keadaannya sangat berantakan. "K-k...k-ka...k-kakak!" Alaksa segera memeluk Aldira dengan tubuh bergetar, dia menangis dan terisak, wajahnya dipenuhi ketakutan. "K-kak... a-aku... p-papa..." suaranya terbata-bata.

ALRENKA (Aldira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang