Chapter 70

85 5 0
                                    

Peringatan! chapter ini mengandung adegan sensitif dan kekerasan. Di sarankan untuk tidak membacanya apa bila anda memiliki kecenderungan sensitif terhadap hal semacam itu!!

Aldira menatap lurus ke arah Alaksa yang sudah terduduk sambil memegangi tangannya. Kejadian itu lama kelamaan membuatnya melupakan rasa sakit yang ia rasakan, sehingga tubuhnya tidak lagi gemetar dan lemas, nafasnya juga tidak lagi sesak.

Andre tidak banyak mengulur waktu, ia kembali bersiap untuk menebas Alaksa lagi. "Adik kakak sama aja ya, arogan tapi berakhir mati." Ia langsung menebaskan katananya ke arah leher Alaksa.

SRAKK

"ARGHH!!" teriakan itu menggema memenuhi ruangan besar itu. Andre mundur beberapa langkah ke belakang sambil memegang lengannya yang sudah tidak ada. Ia langsung menoleh ke samping melihat setengah lengannya yang memegang katana sudah tergeletak di lantai. "Tanganku tanganku tanganku tanganku Tanganku!!!"

Ia kemudian mendongak, tatapannya tertuju kepada Aldira yang baru saja menebas lengannya sebelum ia berhasil menebas leher Alaksa. "Kenapa dia bisa berdiri? Bukannya seharusnya phobianya... bagaima bisa dia bisa mengatasi phobianya?" Aldira terus berjalan maju, membuatnya melangkah mundur. "Tunggu nak, kita bicarakan ini baik-baik... Papa mohon."

Aldira langsung menebang dada Andre secara berkali-kali. Dia tidak langsung menebas lehernya karena Andre akan langsung mati jika dia melakukannya, itu tidak adil karena Andre tidak tersiksa terlebih dahulu.

Andre tergeletak di lantai dengan berlumuran darah, ia berteriak kesakitan sedangkan Aldira hanya menatapnya. Matanya gelap hanya tertuju pada Andre. Ia kembali mengangkat katananya kemudian menusuk-nusuk perut Andre.

"Kak... Kak udah kak." Alaksa yang melihat Aldira sepertinya kembali tak bisa mengendalikan dirinya segera berdiri. Sebelum itu ia menyobek sebagai pakaiannya untuk membalut tangannya agar tidak terus mengalirkan darah.

Dari kejauhan Fildan yang baru saja datang sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Tapi yang paling membuatnya terkejut adalah Aldira yang sedang menusuk-nusuk perut orang yang dia ingat itu adalah ayahnya Aldira. "Al?..."

"Fildan! bantu Aldira." Fildan segera menoleh ke asal suara itu. Itu adalah Norren yang terlihat masih sibuk dengan orang-orangnya Aaron.

Tanpa pikir panjang Fildan langsung berjalan ke arah Aldira. "Al berhenti!"

Alaksa juga mencoba menghentikan Aldira. Ia berjalan menghampiri Aldira dengan tertatih-tatih karena pandangannya sedikit kabur dan pusing.

"Syukurlah Aldira bisa ngatasin ketakutannya." itu adalah Dion. Dia sedari tadi tidak bisa melakukan apapun dan hanya bisa menonton karena anak buah kakaknya sudah menahannya.

Dari kejauhan Fini tampak memasang raut kesal di wajahnya. "Kenapa dia gak mati-matian sih?!" batinnya. Ia kemudian kembali mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke Aldira, yang pertama menyadari itu adalah Dion. Dion langsung memberontak mencoba melepaskan diri, hingga akhirnya berhasil terlepas. Ia langsung berlari ke arah Fini untuk menghentikannya menembak. "JANGAN!!!"

Teriakan Dion membuat Fildan menoleh ke arah Fini. Ia langsung berlari ke arah Aldira, begitu pula dengan Alaksa.

"ALDIRA!!

"KAK!!"

Namun terlambat, Fini sudah menembakkan satu peluru, meski begitu Dion tetap menerjang kakaknya itu dan menjempit tubuhnya di lantai, menahan kakaknya itu untuk melancarkan tembakan selanjutnya.

Tentu saja Fini terkejut dengan tindakan Dion. Ia langsung memberontak berusaha melepaskan diri. "Sialan!! Apa yang kau lakukan?! Kau ingin hukumanmu semakin bertambah?!" teriak Fini.

ALRENKA (Aldira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang