"Jadi selama ini ada tikus di salah satu murid di antara sekolah gw sama sekolah kalian berdua."
Norren menaruh rubiknya di atas meja setelah semua warnanya menjadi satu kotak. Ia menopang kedua sikunya di kedua lututnya. Sekarang suasananya menjadi serius. "Pokoknya mulai sekarang kita gak boleh gegabah, gw gak nyangka bakal ada kelompok mafia yang tertarik sama kita."
"Tapi kenapa kelompok mafia itu cari masalah sama kita? padahal kita gak pernah cari masalah sejauh itu sampai melibatkan kelompok berbahaya kaya mafia. Gw gak percaya mereka ngelakuin semua teror itu cuma gara-gara tertarik sama kita, apa lagi sampe ngelibatin orang-orang di sekeliling kita." sambungan Vionika.
"Mau gimana pun juga lawan kita kali ini itu kelompok mafia, kita gak boleh gegabah." Aldira menekan rokoknya yang sudah pendek ke asbak sebelum melanjutkan kembali ucapannya "Kita main aman dulu sebelum semuanya jelas dan kita nemu senjata buat ngelawan."
"Gw juga gak nyangka pemimpi se-effort sampe pemimpin mereka nempatin anaknya sendiri di sekolah kita. Tapi kira-kira siapa ya anaknya?" ujar Vionika.
"Gak tau tapi pasti itu orang-orang di sekitar kita sampe bisa tau identitas kita. Untuk saat ini kita pura-pura gak tau aja dulu sambil pelan-pelan cari tau siapa tikusnya." ujar Norren.
"Btw gimana soal si Reya Reya itu?" Vionika sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar suasananya tidak terlalu tegang.
"Udah gw periksa potonya, ternyata itu editan, walaupun gw udah tau sih... Si Cireng juga langsung ngeluarin dia dari sekolah." terang Norren.
Aldira yang menjadi korban ketololan Nenek Lampir itu hanya acuh tak acuh. Sebenarnya tidak ada yang terlalu peduli dengan masalah yang dibuat oleh Si Nenek Lampir itu karena bagi mereka dia hanyalah sebiji kerikil kecil yang tidak sengaja terinjak dan tinggal di tepuk saja untuk menyingkirkannya.
"Oh ya Al. Lo tau gak? semenjak lo jadi batang Si Cireng ngelamun mulu." ujar Norren dengan nada main-main.
Aldira kemudian mendengus, "Bomat."
••••
Ketiganya masih berada di kamar Vionika karena jam juga masih menunjukkan pukul 15.30 sore.
Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing, karena di rumah juga mereka tetap gabut. Yang terdengar hanyalah suara dari ponsel Norren dan Aldira dan beberapa kata umpatan yang terlontar dari mulut mereka berdua karena mereka sedang mabar. Sedangkan sang pemilik kamar tengah sibuk berkutat di meja belajarnya, membuat sesuatu yang entah apa itu.
Lewat beberapa menit, suara cempreng Vionika terdengar cukup keras tapi tidak mengusik dua pemuda yang sedang bermain game itu.
"Selesai!!" teriaknya sambil berdiri dan mengangkat tangannya dimana di sana terdapat dua buah cepit rambut kecil dengan gambar kupu-kupu yang baru saja dia buat sendiri. Vionika ini memang orang yang cukup kreatif untuk membuat sesuatu benda simpel yang cenderung lucu.
Ia menggeser kursinya dan berjalan menghampiri Aldira dan Norren yang sedang duduk di sofa, bersebrangan. Keduanya hanya fokus bermain game tanpa bisa di usik. Saking fokusnya mereka sampai tidak menyadari jika Vionika sedang menjepitkan jepit rambut kupu-kupu tersebut di rambut mereka. Mereka baru sadar saat Vionika selesai memasangnya dan mereka kalah dalam game sehingga akhirnya mereka mendongak.
Norren mengerutkan keningnya dan meraba sesuatu yang menempel di rambut hitam legamnya. "Apaan ni?"
Vionilaa segera menyingkirkan lengan Norren yang mau melepaskan jepit tersebut. "Eh, jangan dilepas!"
Sedangkan di sisi lain Aldira sudah melepas jepitnya. Menyadari hal itu Vionika segera menegurnya. "Ih gw bilang jangan di lepas!!"
"Gw udah capek-capek buat sendiri tau!" lanjutnya sambil kembali memasangkan jepit itu ke rambut Aldira.
Keduanya menghela nafas pasrah. "Ya." kemudian kembali bermain game dari pada mendapat amukan lagi dari Vionika.
Tiba-tiba telepon yang berada di meja Vionika berbunyi. Ia segera berlari kecil dan mengangkat teleponnya.
Terdengar suara wanita dari sebrang telepon, "Nona, ada Den Adis datang."
"Suruh ke atas aja bi."
"Baik non."
Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan di pintu. Vionika segera berjalan menuju pintu dan membukanya. Di sana terdapat Adis yang berdiri dengan senyum menawan. "Hai Vio." sapanya.
"Halo Adis!" jawabnya dengan senyum cerah. "Kenapa Dis?"
Adis memiringkan kepalanya untuk melihat siapa yang ada di dalam karena ia mendengar suara umpatan laki-laki. "Ada siapa di dalam yo?"
"Oh, ada Al sama Ren." jawab Vionika. Adis sudah mengetahui perihal Aldira dan Norren yang berubah menjadi laki-laki, tapi belum bertemu secara langsung. Awalnya Adis menyangka Vionika bercanda, tapi dia tau tidak mungkin Vio bohong.
Mendengar suara seseorang, Aldira dan Norren mendongak dari ponselnya. "Siapa?" bisik Aldira.
Norren hanya mengedikkan bahunya. "Adis kayanya."
Mereka saling memandang seolah-olah saling bertukar pikiran kemudian tersenyum misterius lalu beranjak dari sofa, menuju Vionika.
"Oh ya. Vio pergi keluar yuk?"
"Kemana?"
"Kemana aja, jalan-jalan."
"Ay—"
ucapan Vionika terpotong saat ada dua tangan besar berada di bahunya. "Maaf ya Dis, tapi Vio lagi nemenin kita hari ini." ujar Norren.
Tercengang dan syok, itulah ekspresi yang Adis buat saat melihat dua pemuda jangkung berdiri di dua sisi Vionika. Ia menoleh ke belakang, "Eh, Al? Ren?"
Ekspresi terkejut Adis berubah menjadi tatapan sengit kemudian menggerakkan lengannya untuk meraih lengan Vio. "Vio, sini." namun saat Adis hendak memegang lengan Vio, Aldira segera meraih lengan Vio terlebih dahulu dan menjauhkannya dan Norren merangkul bahu Vio, membuat tatapan Adis semakin tajam. Ah... mereka berhasil membuat Adis cemburu haha.
Baik Aldira maupun Norren, keduanya membungkukkan tubuhnya sebungkus mungkin sampai wajah mereka sejajar dengan wajah Vio. Keduanya masih berdiri di kedua sisi Vio.
"Jangan maksa gitu dong, Dis~" Ujar Norren kemudian di lanjutkan oleh Aldira. "Vio juga lagi main tata-tataan rambut sama kita, jadi lain kali aja ya?~"
Mereka menempelkan pipi mereka dengan pipi Vionika sambil sengaja membuat jepit rambut yang tadi Vionika pasangkan di rambut mereka kepada Adis. Jangan lupa seringai nakal yang terulas di bibir mereka, menambah kesan tampan dan menawan di wajah mereka yang memang sudah sangat tampan. Itu berhasil membuat emosi Adis mendidih, terlihat rahangnya sudah mengeras.
Vionika yang awalnya mau membantah segera berbinar gembira saat mendengar bahwa mereka akan main tata menata rambut. Ia sangat ingin menata rambut laki-laki. Ia malu jika meminta izin untuk memainkan rambut Adis. Biasanya dia akan menggunakan Alaksa sebagai percobaan, tapi Alaksa selalu menggerutu karena rambutnya jadi berantakan dan tidak tampan. Tapi karena sekarang kedua sahabatnya jadi laki-laki...
Vionika segera menatap Adis dengan ekspresi bersalah. "Maaf ya Dis, lain kali aja kita main. Lagian aku juga harus nyari ramuan pengembali buat mereka."
Adis menghela nafas frustasi, ia tidak ridho membiarkan gadisnya bersama dua laki-laki yang yang terlihat berbahaya itu di matanya di kamar.
"Fine!" ia mendelik penuh selidik kemudian menarik lengan Vionika. "Bentar." ujarnya sambil menatap tajam kearah Aldira dan Norren.
Mengerti maksud Adis yang mengusir mereka, mereka pun hanya mengedikkan bahunya dan kembali masuk ke kamar Vionika. Seperti sudah cukup menjahili Adis, mereka sudah puas melihat amaran Adis tersungut.
"Kenapa Dis?" tanya Vionika.
Adis memegangi kedua habu Vionika. "Kalo mereka aneh-aneh lapor ke aku." bisik Adis.
Vionika mengerutkan keningnya bingung. "Aneh?"
"It—"
"Vio! cepetan!" ucapan Adis terpotong oleh saahutan Aldira dnan Norren dadi dalam.
"Iya!" Vionika kembali menoleh ke arah Adis. "Bye bye!" Adis hanya menghela nafas berat dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRENKA (Aldira)
ActionAldira zaqua daino_seorang gadis cantik bersifat tak acuh, dingin, cuek, dan anti romantis, yg langganan ruang BK. walau bandel dia selalu menduduki juara 1 di kelasnya sekaligus penyumbang penghargaan terbanyak di sekolanya_SMA Kastela. Fildan brea...