Chapter 37

217 12 6
                                    

Tidak seperti hari-hari biasanya yang cerah, Kali ini langit nampak sedang murung. Terdapat awan gelap di mana-mana, sampai menutupi sebagian sinar mentari sehingga hujan turun dengan cukup deras, Tapi Aldira menyukainya.

Saat ini gadis dengan ekspresi wajah yang hampir selalu datar itu tengah merenung di tempat duduknya, menahan dagunya menggunakan tangan sambil menatap keluar jendela, mendengarkan gemericik air hujan yang sudah seperti lagu yang merdu di telinganya.

Walaupun hari sedang tidak cerah, berbeda halnya dengan murid-murid kelas 11 Mipa 3. Mereka tampak sedang senang dan sibuk dengan kegiatan masing-masing karena jamkos. Ada yang sedang bermain game, makan, nyemil, tidur, ngegosip, membaca buku, ngereog, dan lain-lain. Namun Aldira tidak mempedulikan keributan kelas, dia tetap menikmati gemericik air hujan.

Karena hujan jadi biasanya akan banyak jamkos, apa lagi hari ini ada pelajaran matematika, mata pelajaran yang paling tidak di sukai. Dari tadi belum ada satu guru pun yang masuk ke kelas. Tapi seketika senyum mereka seketika pudar dan berubah menjadi ekspresi kecewa saat melihat pintu kelas terbuka dan di sana terlihat guru matematika yang sangat rajin
Meskipun badai dan topan menerjang tapi dia masih tetap datang ke sekolah untuk mengajar anak muridnya yang tercinta. Terlihat setengahnya sudah basah kuyup tapi masih datang untuk mengajar.

"Maaf anak-anak ibu telat datang, soalnya tadi ibu di halang sama banjir setinggi setengah meter." Seketika itu juga semua murid ber-sweet drop saat mendengar perkataan gurunya.

Tapi anehnya ada Fildan dan 3 anggota osis lainnya yang mengikuti di belakang guru itu.

Setelah itu wajah kecewa semua orang berubah menjadi ekspresi panik saat mengetahui bahwa tujuan para osis ke sini adalah untuk mengadakan razia.

Berbeda dengan yang lain, Fini dan Aldira tidak terlihat panik. Aldira yang masih di posisi awalnya dan Fini yang menatap berbinar karena melihat crush nya yang tampan, yaitu Fildan.

Kegiatan razia pun di mulai,  Fildan dan tiga anggota osis itu mulai memeriksa semua tas. Sudah ada beberapa rokok dan make up yang para osis rampas. Hingga kemudian giliran Fini yang diperiksa tas nya oleh Fildan. Dan dengan senang hati Fini memberikannya.

Setelah selesai dan memastikan bahwa tas Fini aman, Fildan kembali memberikan tas nya kepada pemiliknya, dan jangan lupa dengan senyum tipis yang dapat membuat Fini melayang.

Fildan melangkah ke bangku Aldira. Aldira yang menyadari itu segera mengambil tas nya dan meletakkannya di atas meja, tanpa menoleh sedikitpun.

Fildan tersenyum miring melihat ketidak pedulian Aldira. "Lo gak bawa yang aneh-aneh kan? rokok mungkin?"

Mendengar ucapan Fildan, Aldira geseran melirik ke arah Fildan walaupun hanya menggunakan ujung matanya saja. "Gw gak bawa apa-apa, periksa aja gak usah banyak bacot." ujarnya sambil mendengus sebal dan kembali melihat ke luar jendela.

Fildan hanya terkekeh kecil, sudah terbiasa dengan ucapan kasar Aldira. Dia lalu memeriksa tas Aldira, dan dia mengernyit saat melihat bahwa Aldira benar-benar tidak membawa apapun di tas nya. Hanya ada satu buku catatan dan satu pulpen saja.

"Beneran gak bawa apa-apa" gumam Fildan sambil melihat isi tas Aldira. "Lo niat belajar atau di niat-niat aja?" ucap Fildan berusaha menampilkan senyum terbaiknya.

"Serah gw lah, lagian kalo buku paket mah tinggal liat ke Fini, ya kan Fin" ucap Aldira sambil memutar bola matanya. Sedangkan Fini hanya mengangguk dengan antusias.

"Iya~ gapapa Kak Fildan, Fini kasih liat kok".

"Kalo gitu gak masalah kan kalo tas lo gw bawa? kalo mau tas lo balik, temuin gw nanti pulang sekolah di ruang osis." ujarnya sambil menyeringai.

Kemudian Fildan pergi sambil membawa tas Aldira. Sedangkan pemilik tas nya menampilkan ekspresi wajah "WTF". Tanpa Aldira sadari, dia sedari tadi di perhatikan oleh Fini, dan Fini kemudian menampilkan ekspresi... sedih, mungkin.

••••

Bell yang menandakan bahwa sudah waktunya pulang sekolah telah berbunyi. Aldira seharian ini tidak bisa menulis karena tas beserta seluruh isinya di bawa oleh Fildan. Untung saja hari ini yang masuk hanya pelajaran matematika saja, dan dia meminta kertas dari Fini untuk menulis.

Aldira berjalan ke luar kelas, dia menghela nafas lelah, malas mengambil tas miliknya. Tapi dia harus mengambilnya karena di dalamnya ada pulpen kesayangannya, yaitu knife pen miliknya. Jika bukan karena itu, malas sekali Aldira mengambilnya.

Sekarang Aldira harus mencari seseorang untuk menemaninya pergi ke ruangan osis. Karena katanya Norren ada urusan mendadak dan harus segera pulang ke rumah, dan Fini juga tidak bisa karena dia ada les. Kenapa Aldira perlu teman untuk pergi ke ruang osis dan mengambil tas nya yang berada di Fildan? untuk berjaga-jaga saja.

Saat ini ia tengah bersandar di dinding sambil menyilang tangannya di depan dada, memikirkan siapa yang bisa dia minta untuk menemaninya. Tapi naasnya dia tidak punya teman selain Norren. Jadi tidak ada nama yang terlintas di pikirannya.

Beberapa saat kemudian saat Aldira sedang menutup matanya, terdengar suara pelan nan lembut menyapanya. Aldira membuka matanya, melihat seorang laki-laki yang lebih pendek darinya dengan wajah imut.

"Halo kak Aldira, lama gak ketemu ya?" ujarnya sambil tersenyum canggung.

Aldira terdiam sesaat sambil mengingat siapa orang di hadapannya ini. Menyadari ekspresi Aldira, Dion pun kembali berujar, "Aku Dion kak, yang waktu itu pernah kakak tolongin".

Akhirnya Aldira mengingatnya, setelah Dion kembali memberitahu siapa dirinya. "Oh? iya, si cowo boty ya?" ujar Aldira. Sedangkan yang di sebut boty malah memiringkan kepalanya, tidak mengerti dengan ucapan Aldira.

"Boty apa kak?" tanyanya dengan polos.

"Lupain."

Dion hanya mengangguk kecil, tidak mau memperpanjang sesuai yang dia tidak mengerti. "Kalo gitu aku permisi ya kak." namun saat hendak pergi, bahunya di tahan oleh Aldira. Dion pun kembali berbalik dan menatap Aldira dengan bertanya-tanya.

"Temenin gw ke ruang osis." ujar Aldira dan langsung menarik pergelangan tangan Dion, tanpa mendengar persetujuan dari yang diminta terlebih dahulu.

••••

"Balikin tas gw." ucap Aldira yang kini sudah berada di ruang osis, berdiri di depan meja milik Fildan. Dan tentu saja di temani oleh Dion.

"Lo mau ngambil tas lo?" tanya Fildan sambil duduk di mejanya yang disediakan khusus untuk ketua osis.

"Pake nanya". Fildan hanya terkekeh saat  mendengar ucapan Aldira. Matanya kemudian melirik ke arah Dion yang berdiri di samping Aldira.

"Gw balikin, tapi ada syaratnya... hari ini lo balik bareng gw, ada sesuatu yang mau gw omongin." ucapnya sambil menyilang satu kakinya di kakinya yang lain.

"Gak bisa, gw sibuk".

"Sibuk apa? kayanya lo free free aja." di tengah perdebatan ini terdapat Dion yang terlihat bingung, apa lagi dia merasakan kilatan permusuhan dari Aldira untuk Fildan.

Tapi kemudian Dion terkejut saat tangan Aldira merangkul bahunya dan menariknya untuk mendekat. "Gw sibuk, hari ini gw ada janji sama dia." ujar Aldira berbohong.

Tatapan Fildan berubah menjadi dingin, iris matanya sedikit melirik ke arah Dion yang wajahnya sudah merona tipis. Tapi Aldira tidak menyadarinya, entah pura-pura tidak tau.

Helaan nafas keluar dari mulut Fildan. Dia kemudian meletakkan tas Aldira di atas mejanya. "Yaudah sana." ujarnya.

Tanpa basa-basi Aldira segera mengambilnya dan keluarga dari sana.

Tapi yang membuat Aldira bingung adalah kenapa Fildan mengikutinya keluar. "Ngapain lo ikut-ikut?"

"Mastiin sesuatu." Aldira yang tau maksud Fildan, dengan terpaksa dia harus menyeret kembali Dion untuk bersamanya.

Sampai akhirnya Aldira menyeretnya sampai rumah Aldira karena sampai pertengahan jalan Fildan terus mengikutinya. Dan karena tanggung sebentar lagi sampai rumah Aldira jadi Dion akhirnya ikut ke rumah Aldira, selain itu rumah Dion juga berbeda arah, jadi kalo mau pulang harus putar balik.

AKU UP LEBIH AWAL GUYS SOALNYA SIBUK, NO TIME.

HAPPY READING

ALRENKA (Aldira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang