Chapter 66

187 5 3
                                    

Dua orang gadis terbaring di ranjang rumah sakit dengan selang infus. Tak lama kemudian dua orang suster datang menghampiri ranjang mereka dan menatap satu sama lain.

Mereka kemudian membungkus tubuh kedua gadis itu-Aldira dan Norren menggunakan kantung mayad khusus untuk korban kecelakaan atau kasus atau orang yang mati karena penyakit.

Setelah itu kedua suster itu mengangkat tubuh Aldira dan Norren dan membawa mereka pergi.

••••

"Ini gapapa kan?" suara lembut laki-laki itu-Dion membuat atensi Fildan teralihkan, apa lagi temannya yang satu lagi-Ezio juga mengangguk setuju pada ucapan Dion.

"Udah tenang aja, ini cuma obat bius kok, mereka gak bakal kenapa-kenapa." jelas Fildan.

Setelah masuk puskesmas karena sakit seperti yang lain, lebih tepatnya berpura-pura sakit sesuai rencana yang mereka buat.

Orang yang baik-baik hanya tinggal lima orang, yaitu Norren, Aldira, Fildan, Dion, dan Ezio.

Setelah membuat petugas-petugas kesehatan ini pingsan, mereka mengambil seragam kesehatannya dan mencari keberadaan teman-teman mereka dan para guru yang di bawa ke sini.

Benar dugaan Aldira, ternyata di puskesmas ini sama sekali tidak ada siapapun, walaupun semua ruangannya dari luar terlihat berpenghuni, tapi saat mereka membuka satu persatu ternyata isinya kosong.

"Di sini juga kosong." gumam Fildan.

Pikirannya penuh dengan kebingungan, kemana perginya guru dan teman-teman mereka?

"Percuma, semuanya gak ada." ujar Dion secara tiba-tiba, memecahkan keheningan. "Mending kita cari dimana mereka sekarang kan? Ayo ke sini." kemudian Dion melangkah terlebih dulu, memasuki sebuah koridor yang sunyi dan gelap.

"Dari mana lo tau?" tanya Fildan pada Ezio.

"Oh... itu, cuma feeling."

Akhirnya mereka memasuki sebuah ruangan yang cukup luas namun kosong. Ukurannya sekitar 36m².

"Ruangan apa ini? Gw gak tau di puskesmas ada ruangan kaya gini." ujar Ezio sambil mengedarkan pandangannya melihat ruangan ini. "Eh di sana ada pintu." Ezio menunjuk satu sisi ruangan, di sana terdapat sebuah pintu yang terbuat dari besi.

"Ayo kesana." Fildan berjalan didepan, membuka pintu tersebut dengan hati-hati. Ternyata di balik pintu itu ada sebuah lorong lagi. "Lorong lagi?" gumam Fildan. Ia kemudian menoleh ke belakang. "Ayo perg-mana Dion?" Fildan tidak menyelesaikan ucapannya karena saat melihat kebelakang yang ia lihat hanyalah Ezio.

"Dion?" beo Ezio kemudian ikut menoleh ke belakang. "Lah iya. Dion!!" panggil Ezio, diikuti oleh Fildan.

Karena tidak ada jawaban dan di ruangan tadi juga kosong, akhirnya mereka memiliki untuk pergi duluan.

"Gapapa nih dia ditinggalin?" tanya Ezio.

"Iya gapapa, ayo."

Selama sekitar dua jam mereka terus berjalan dan di sepanjang jalan hanyalah pintu besi kemudian lorong lagi, pintu lagi dan lorong lagi, dan terus seperti itu selalu empat pintu.

lebih parahnya lagi ada penjaga dimana-mana. Mereka beberapa kali di interogasi, untungnya mereka menyamar menjadi petugas walaupun pernah sekali mereka hampir ketahuan.

Penjaga-penjaga itu memakai setelan hitam dengan tubuh kekar dan besar, menambah kesan menyeramkan. Mereka sama sekali tidak terlihat seperti petugas kesehatan.

Hingga akhirnya mereka sampai dipintu kelima. "Semoga kali ini..." gumam Fildan kemudian membuka pintu kelima.

Saat dibuka, yang mereka lihat adalah Aldira dan Norren yang berdiri sambil mengelap tangan mereka menggunakan sapu tangan karena ada sedikit noda darah. Dan jangan lupa beberapa pria berbadan kekar dan dua suster yang pingsan tergeletak di lantai.

ALRENKA (Aldira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang