"Nih." Fildan memberikan sebuah baju miliknya kepada Aldira. "Kenapa di ganti?" Ia menatap Aldira dengan kebingungan karena Aldira meminjam bajunya dan mengganti baju yang dipinjamkan Fini.
Saat ini mereka sedang berada di rumah—lebih tepatnya sebuah panti asuhan tempat Fildan tinggal. Ya, panti asuhan.
Fildan memang kaya. Namun keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Saat berumur 7 tahun orang tuanya meninggal saat pulang dari perjalanan bisnis. Semenjak saat itu ia tinggal di panti asuhan karena semua saudaranya tidak ada yang mau merawatnya padahal dulu mereka selalu datang ke orang tuanya untuk meminta uang. Fildan marah, semenjak saat itu Fildan selalu belajar dengan keras agar dia sukses dan membuktikan kepada saudara-saudaranya bahwa dia bisa tanpa mereka.
"Al—" ucapannya terpotong saat Aldira melemparkan bajunya kearah Fildan dan mendarat di wajahnya. "Apa-apaan!?"
"Bakar." ucar Aldira sambil berbalik setelah selesai mengganti bajunya.
Fildan menatap Aldira bingung, untuk pertama kalinya otaknya ngeleg. "Hah?"
Aldira menghela nafas lelah. "Lo budeg? gw nyuruh lo bakar baju itu." ujar Aldira sedikit kesal.
"Kenapa dibakar?"
"Udah bakar aja."
Fildan mendengus. "Fine."
Fildan berjalan menuju meja belajarnya, lalu duduk di kursinya setelah mengambil korek api di lacinya. "Aldira."
"Hm?"
"Kok lo bisa jadi cowok?" Fildan duduk menghadap kepala kursi, menopang dagunya di kepala kursi.
"Harus banget ya lo tau?"
"Apa susahnya ngomong dikit aja?"
Aldira menghela nafas, ini bukanlah cerita yang bisa di ceritakan dengan hanya satu-dua kata, tapi ia akan menceritakannya sesingkat mungkin.
Ia kemudian berbalik setelah selesai memakai kaos hitam pendek yang dipinjamkan oleh Fildan. "Waktu itu gw sama Ren lagi main ke ruman teman kita yang suka racik-racik ramuan atau apalah."
"Waktu itu gw sama Ren di suruh ambil bahan-bahan di gudang bahan-bahan dia, terus rak nya oleng dan tumpah, ramuan-ramuannya tercampur terus nimpa gw sama Ren."
Fildan mendengarkan cerita dari Aldira dengan seksama, kemudian ia mengangguk mengerti. "Ah, I see... terus sekarang gimana?"
"Apanya?"
"Ya, lo mau jadi cowok selamanya?"
"Dia lagi buat obat pembaliknya, itu juga kalo bisa." mendengar itu raut wajah Fildan berubah menjadi rumit.
"Terus kalo ternyata penawarannya gak ketemu, gimana?"
Aldira menghela nafas berat. "Terima nasib aja."
Aldira mengerutkan keningnya, melihat ekspresi rumit dari wajah Fildan. "Kalo lo nikah atau pacaran, jadinya sama cewek atau cowok?" Aldira jadi ikut berpikir karena pertanyaan dari Fildan. Benar juga, ini jadi membingungkan, jika ia setidaknya berpacaran dengan wanita, jiwanya itu tetap wanita. Namun jika ia berpacaran bersama pria, bukankah itu jadi gay?
"Tau ah, gw males pusing."
"Jadi lo milih sama cewek atau cowok?"
"I don't know."
"Jadi lo bakal lesbi?"
Aldira berdecak kesal, kenapa dia jadi banyak tanya. "Kagak lah."
"Jadi lo masih suka cowok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRENKA (Aldira)
AksiAldira zaqua daino_seorang gadis cantik bersifat tak acuh, dingin, cuek, dan anti romantis, yg langganan ruang BK. walau bandel dia selalu menduduki juara 1 di kelasnya sekaligus penyumbang penghargaan terbanyak di sekolanya_SMA Kastela. Fildan brea...