Chapter 72

38 1 0
                                    

"Demi dirimu akan kubakar dunia ini"

Entah sudah berapa lama mereka dalam posisi ini tapi tangan dan kaki Fildan sudah kesemutan. Pada akhirnya karena sudah tidak terdengar lagi suara Aldira dan tidak ada pergerakan juga, ia memutuskan untuk menepuk punggung Aldira dengan lembut. "Al?" namun tidak ada jawaban, ia pun mencobanya sekali lagi. "Aldira? Lo ketiduran?" pada akhirnya Fildan memutuskan untuk memeriksanya. Ia melepaskan pelukannya dan melihat wajah Aldira, ternyata Aldira tertidur, setidaknya itu yang ia pikirkan.

Fildan tidak kuasa menahan senyumnya, entah kenapa perasaannya terasa sangat senang. Dengan lembut ia menepuk pipi Aldira untuk membangunkannya, namun ada sesuatu yang aneh. Wajah Aldira terlihat pucat, dan lagi walaupun Aldira memang suka tidur ia bukanlah tipe orang yang tidur seperti orang tidak sadarkan diri, buktinya saat ia melihat Aldira tidur di rooftop pun hanya dengan menggerakkan tangannya ke dekat wajah Aldira pun ia langsung sadar dan membuka mata.

Menyadari apa yang sedang terjadi, dengan wajah panik Fildan pun langsung menggendong Aldira ala bride style dan membawanya berlari keluar dari rumah.

Saat sampai di luar rumah Fildan hanya mondar-mandir karena bingung apa yang harus ia lakukan. "Ah fuck! Gw ke sini pake motor lagi, gimana gw bawa dia ke rumah sakit?!" ia berpikir untuk meminta bantuan kepada Vionika atau Norren tapi itu tidak mungkin. Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon ambulans saja, walaupun akan memakan waktu lebih lama.

"Nomor ambulans berapa sih?! Kok otak gw tiba-tiba ngeleg?" Fildan kemudian menarik nafas dalam-dalam kemudian membuangnya untuk meredakan paniknya. "Oke." akhirnya ia pun tenang dan segera menelpon ambulans.

Sekitar 15 menit kemudian ambulannya sampai, Aldira segera di bawa dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.

••••

Fildan menatap Aldira dengan khawatir yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Aldira baru saja diberi obat tidur oleh dokter karena satu hal. Ia tidak tau apa-apa karena ia baru saja sampai di sini setelah pulang sekolah.

Beberapa saat kemudian dokter datang menghampirinya untuk mengajak Fildan berbicara tentang keadaan Aldira. "Dia kenapa dok?" Tanya Fildan dengan rasa khawatir meliputinya.

"Emm... baiklah..." Dokter itu terlihat bingung bagaimana cara menjelaskannya. "Haa... Pertama-tama bagaimana kehidupannya? Gadis itu... Dia... sepertinya mentalnya terguncang."

Fildan merenung mendengar ucapan dokter itu. Tidak heran jika mental Aldira terguncang saat kehidupannya yang seperti itu. "Ya dok, seperti yang anda liat."

Dokter itu mengangguk. "Saran saya sebaiknya lebih sering temani dia, buat dia ingin bercerita. Beberapa saat yang lalu suster mengantarkan makanan untuknya, saat suster itu kembali ke kamar pasien setelah pergi mengambil sesuatu sebentar, pasien tengah menusukkan garpu ke tangannya dan meneteskan darahnya ke makanan. Dia mengatakan ada yang kurang dari makanannya, makanannya juga harus di tetesi darah agar sama seperti yang lainnya, maka dari itu kami menyuntikkan obat tidur kepada pasien karena dia terus mengamuk." Dokter itu menjelaskan panjang lebar sejelas-jelasnya.

Fildan terkejut mendengar cerita itu, ia benar-benar tidak menyangka akan sampai seperti itu. "Akan lebih baik jika membawanya ke psikolog untuk melakukan terapi." Setelah itu dokter pun pamit untuk pergi.

••••

Sudah sekitar tiga hari Aldira di rawat, selama masa penyembuhan itu Fildan selalu menjenguknya setiap hari setelah pulang sekolah walaupun Aldira selalu mengusirnya tapi dia tidak peduli. Dokter mengatakan jika Aldira harus dirawat selama lima hari sampai akhirnya bisa melakukan perawatan di rumah.

Setelah sekian lama mematikan ponselnya, Aldira memutuskan untuk menghidupkannya. Ia menyalakan data seluler di ponselnya dan semua notifikasi langsung masuk. Banyak sekali pesan yang masuk, mulai dari Norren, Vionika, Fildan, dan grup sekolah. Saat sedang melihat-lihat semua pesan yang masuk, tatapan Aldira jatuh ke sebuah pesan dari nomor tidak di kenal. Saat membuka pesan tersebut, amarahnya langsung memuncak. Pesan itu berisi ucapan selamat, tulisannya adalah 'Happy last day for your brother' beserta sebuah sharelok. Pesan itu di kirim kurang lebih 1 bulan yang lalu saat kejadian kematian Alaksa. Tanpa diberitahu pun ia tau dari mana asal pesan itu. Emosi Aldira langsung memuncak saat membaca pesan itu, saking emosinya Aldira langsung melemparkan ponselnya ke dinding sampai layarnya remuk dan mati.

Seperti hari-hari sebelumnya, Fildan datang untuk menjenguk Aldira, ia datang membawa satu kresek buah Alpukat setelah mengetahui jika Aldira sangat menyukai buah itu.

Dengan senyum ramah Fildan menyapa seluruh petugas rumah sakit yang berpapasan dengannya. Setelah sampai di ruang inap Aldira, ia membuka pintunya dengan senyuman ria. "Aldiraa..." Suaranya langsung mengecil dan senyumnya luntur saat melihat ruang inapnya kosong. Fildan mendesah, sepertinya ia mulai terbiasa dengan tingkah spesial Aldira. Ia langsung melapor ke dokter.

Beberapa dokter, suster, dan petugas keamanan mencari Aldira dengan panik sementara Fildan kembali memasuki ruang inap Aldira.

Tatapannya jatuh ke sebuah ponsel yang layar kacanya sudah hancur di lantai. Ia tau itu ponsel Aldira, jadi ia memungutnya. Saat hendak menghidupkan ponsel itu ternyata ponselnya mati.

Ia mulai merasa khawatir karena jika memang Aldira kabur hanya karena bosan berdiam diri di rumah sakit Aldira tidak akan melemparkannya ponselnya dengan kuat.

Fildan kemudian memutuskan untuk menemui Norren untuk setidaknya meminta bantuan untuk memperbaiki ponsel Aldira. Ia memesan ojek online untuk pergi ke rumah Norren.

"Hah? Aldira kabur?" Norren mengernyitkan dahinya saat mendengar berita dari Fildan.

"Iya, awalnya gw ngira dia cuma kabur gara-gara bosen di rumah sakit mulu, tapi gw nemuin hp dia remuk di lantai, kayanya di lempar. Gak mungkin dia sampai lempar hp cuma gara-gara bosen."

"Terus lo mau gw apain hp nya?"

"Lo perbaikin, lo kan pinter hal beginian."

"Gila, gw itu pinter ngeretas ya! Bukan benerin barangnya!" kesal Norren.

"Coba aja, pasti bisa."

Norren mendengus kesal kemudian mencoba memperbaiki ponsel Aldira.

Sekitar 20 menit kemudian Norren berhasil memperbaiki ponsel Aldira, ponselnya mulai menyala. "Tuh bisa." Ujar Fildan sedangkan Norren hanya mendengus kesal.

Norren mencari-cari petunjuk di ponsel Aldirs yang mungkin bisa membantu menemukan keberadaan Aldira dan alasan kenapa Aldira mendadak hilang dengan ponselnya yang sudah rusak.

Akhirnya Norren menemukan pesan yang tadi dibaca oleh Aldira, membuatnya membelalkan matanya. "Kenapa Ren?!" Fildan ikut khawatir saat melihat ekspresi terkejut Norren. "Fuck! Dia pergi ke kandang orang-orang waktu itu."

Mereka segera bergegas pergi ke rumah Aldira berharap Aldira masih belum pergi, Norren yakin pasti Aldira tidak sebodoh itu untuk pergi dengan tangan kosong, dia pasti membawa katananya terlebih dahulu. Untungnya saat ini Bastian, kakaknya Norren sedang tidak ada di rumah jadi Norren bisa kabur dengan mudah. Saat sampai di rumah Aldira sayangnya Aldira tidak ada disana, Norren berdecak kesal karena dia terlambat.

"Kita susul aja kesana." Fildan menyetujui saran Norren. Mereka lansung bergegas pergi ke lokasi. Untuk jaga-jaga Norren sudah lebih awal membawa pistolnya. "Tuhan lindungi gadis malang itu, kali ini gw pasti bisa lindungin lo Al" Ucapnya dalam hati.

ALRENKA (Aldira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang