Hadiah Tak Terduga

430 30 0
                                    

Halooooo
Saya datang lagi, nih, bawa Elang dan Arinda 🙃
Sebenernya ini udah lama saya tulis, tahun 2020, tapi belum saya publish di sini. Jadi saya publish sekarang. Mumpung lagi inget 😄

_______________________________________________

Setelah kejadian satu tahun lalu, Elang berusaha untuk ingat tanggal-tanggal penting, seperti tanggal ulang tahun Arinda dan hari jadi pernikahannya dengan Arinda. Ia tak ingin ada drama istrinya menangis mengharu biru sebab ia lupa mengucapkan selamat ulang tahun. Jadi saat bulan memasuki November, ia melingkari tanggal dua puluh enam. Selain itu, sejak November datang, tiap bangun tidur setelah melihat jam, ia pun melihat kalender agar tahu dan ingat hari itu tanggal berapa.

     Hari ini Elang bangun subuh seperti biasa. Usai kesadarannya sudah sempurna, ia melihat jam lalu kalender. Ternyata sekarang tanggal dua puluh enam November : hari ulang tahun Arinda. Ia melirik istrinya yang masih terlelap kemudian tersenyum. Dalam hati ia berharap semoga rencananya berhasil. Ia sudah menyiapkan kejutan untuk Arinda pagi ini.

     "By, bangun, udah subuh."

     Mata Arinda mengerjap-ngerjap. Ia melihat samar Elang dihadapannya. Beberapa detik kemudian penglihatannya semakin jelas. Suaminya sudah terlihat segar dengan masih mengenakan baju koko dan sarung.

     "Happy birthday, Sugar," bisik Elang di telinga Arinda. Kemudian ia mengecup lembut kening sang istri.

     Arinda tersenyum. "Thanks, Love." Selanjutnya ia bangkit lantas memeluk Elang.

     "Semua do'a dan harapan baik buat kamu."

     "Makasih, Suamiku."

     Mereka mengurai pelukan. "Ya udah, kamu salat, sana."

     Sambil masih tersenyum, Arinda mengangguk sebelum beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Sementara itu Elang keluar kamar untuk menghubungi orang-orang yang berhubungan dengan kejutan pagi ini.

     [Ryan, cake udah siap, kan? Pokoknya jam tengah tujuh cake itu udah sampe ke sini]

     Tak lama pesan yang dikirim Elang mendapat balasan.

     [Asiyaaaaap, Bang]

     Selesai dengan sepupunya, Elang ganti menghubungi florist. Ia meminta buket mawar berukuran besar yang telah dipesannya harus dikirim segera.

     Setelah itu, Elang masuk kamar lagi. Ia melihat Arinda sedang khusyu berdo'a. Ketika sudah selesai, ia meminta Arinda untuk tidur lagi menemani Sansa yang masih belum bangun. Itu karena agar ia bisa menyiapkan kejutan dengan leluasa. Jika Arinda tahu, bukan kejutan namanya.

     "Tapi, Kak, aku mau siapin sarapan buat kita."

     "Hari ini hari spesial kamu. Jadi biar Kakak aja yang bikin sarapan. Kalo udah siap, nanti Kakak kasih tau. Oke?"

     Arinda mengangguk sambil tersenyum.

***

     Pukul enam lebih beberapa menit, cake dan buket mawar datang hampir bersamaan. Elang menatanya di atas meja makan bergabung bersama menu sarapan berupa roti panggang, telur rebus, dan jus alpukat. Tak lupa ia pun meletakkan kotak berpita berisi hadiah untuk Arinda.

     Setelah semua beres, Elang ke kamar. Dengan sentuhan lembut, ia membangunkan Arinda. Sansa ia biarkan tetap tertidur.

     "Kita sarapan, yuk."

     Arinda merentangkan kedua tangan. "Gendong," pintanya manja.

     Elang tersenyum. "Baiklah. Gendong depan atau belakang?"

     "Belakang aja."

     "Oke."

     Elang berbalik badan lalu jongkok. Kemudian ia merasakan beban yang cukup berat di punggungnya. Dengan hati-hati ia berdiri lalu berjalan ke luar. Ia membawa Arinda ke ruang makan. Tiba di sana, ia menurunkan Arinda tepat di sisi meja makan.

     "Wow."

     Mata Arinda berbinar-binar dan bibirnya tak berhenti tersenyum.

     "Surprise."

     "Kakak ...." Arinda memeluk Elang. "Pantes aja aku enggak boleh keluar kamar, enggak taunya Kakak nyiapin semua ini."

     "Kamu suka?" tanya Elang setelah melepas pelukan Arinda lalu menatap wajah istrinya.

     "Suka banget."

     Arinda meraih buket mawar putih yang berukuran besar, kemudian menghirupnya dalam-dalam. Wangi. Ia melihat ada kartu terselip di sana. Ia mengambilnya lalu membaca kata-kata yang tertulis kartu itu.

     'Selamat ulang tahun, Istriku.'

     "Makasih, Sayang."

     Arinda berjinjit untuk bisa mengecup pipi suaminya.

     "Sama-sama, Sayang," balas Elang. "Sekarang kamu tiup lilin, ya."

     Arinda mengangguk antusias. Setelah Elang menyalakan api pada lilin berbentuk angka dua dan lima, Arinda menunduk lalu meniup api sampai padam. Selanjutnya ia memotong cake berlumuran coklat itu lantas menyuapkannya pada Elang. Mereka saling menyuapi.

     "Ini kado buat kamu." Elang menyerahkan kotak berpita biru pada Arinda.

     Dengan tak sabar, Arinda melepas pita kemudian membuka tutup kotak. Di dalamnya ia melihat sesuatu seperti berkas-berkas. Setelah ia mengambil lalu membacanya, ternyata itu sertifikat tanah. Elang menghadiahinya tanah seluas dua ribu meter di Lembang, Bandung Barat.

     "Kak, ini ...."

     Arinda masih takjub. Ia sama sekali tak berpikir Elang akan memberi hadiah berupa tanah. Ini hadiah yang tidak biasa.

     "Waktu itu pas kita liburan ke rumah Arya di Lembang, kamu bilang kamu suka pemandangan dan suasana di sana. Jadi Kakak berinisiatif buat ngasih hadiah itu ke kamu. Semoga kamu suka."

     Arinda masih belum bisa berkata-kata. Akhirnya ia memeluk Elang lagi. Ia begitu terharu.

    "Nanti di atas tanah itu Kakak bakal bangun rumah buat kamu."

     "Buat kita," kata Arinda.

     Elang tersenyum. Arinda mendongak lalu menatapnya. "Makasih, Kak."

     "Sama-sama."

     "Padahal Kakak enggak harus ngasih kado, apalagi kadonya tanah. Kakak aja udah cukup jadi kado buat aku."

     "Masa? Waktu itu juga kamu bilang gitu, tapi tetep nagih kado juga."

     Elang mencolek hidung Arinda. Arinda tertawa. "Kakak itu kado utama. Kado embel-embel harus ada lah."

     "Huuuu, dasar!"

     Sekarang Elang ganti mencubit gemas pipi Arinda. Istrinya itu tak protes, ia malah tertawa bahagia.

     "Ini foto-foto tanah yang di sana."

     Elang menunjukkan gambar-gambar pemandangan yang indah di ponselnya. Tanah yang dibelinya dekat dengan gunung dan ditumbuhi pohon-pohon sayur dan bebungaan.

     "Bagus banget pemandangannya," komentar Arinda yang pandangannya tak lepas dari foto-foto itu.

     "Nanti Sabtu kita ke sana, ya. Biar kamu bisa liat langsung hadiah kamu."

     Wajah Arinda semakin cerah ceria. Lalu untuk ke sekian kali, ia menghambur ke pelukan sang suami.

***

Family GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang